Starting Point ❲Target 1❳

869 91 58
                                    

Hidup ini penuh duri. Dimanapun aku berjalan, yang kurasakan hanya sakit. Sakit yang menusuk perjalanan dan hatiku, menyayatnya tanpa ampun. Semua ini membuatku butuh sebuah pelampiasan. Kebetulan, aku seorang Otaku. Aku suka menonton anime, membaca komik, dan mendatangi festival untuk menenangkan diri. Hanya hal-hal itu yang membuatku merasa baikan. Bagaimana tidak? Tak seorang pun peduli pada hidupku.

"Aku pulang," ucapku sembari menutup pintu.

Hening. Suaraku menggema.

Aku menghela napas, mulai melangkah masuk setelah melepas sepatu dan menaruh di rak.

Seperti biasa, setelah pulang sekolah aku akan menghangatkan sarapan tadi pagi untuk makan malam. Naik ke atas, kamarku, untuk bebersih badan dan ganti baju. Aku menghempaskan tubuh di kasur, membuka ponsel. 

Me : Ayah, pulang cepat?

Beberapa menit menunggu, tak ada balasan. Kurasa ayah sibuk sekali.

Me : Ibu, butuh makan malam?

Kling!

Ibu : Maaf, ibu lembur lagi. Kamu makan duluan, ya :)
I love you <3

Aku menuntup ponsel, tidak membalas pesan. Tubuhku terlentang, manatap langit-langit kamar. Ini akan jadi hari yang sepi lagi. Selalu, setiap hari.

Kling!

My Senpai <3 : Ada yang mau kubicarakan besok.

My Senpai <3 : Temui aku di atap sekolah setelah bel pulang.

Hei, kau yang paling kunantikan kehadirannya. Tapi kenapa? Perasaan mengganjal ini sangat mengganggu?

Hari-hari pun menjadi lebih buruk. Selalu, setiap harinya.

"Kita putus," dia mengucapkannya dengan dingin. Mataku membelalak.

"K-Kenapa?" tanyaku heran. Kupikir hubungan kami sehat-sehat saja belakangan ini, jarang bertengkar.

Dia mendengus, lalu menatapku rendah, "Kau pikir gadis sepertimu menarik? Selalu menolak kusentuh, dicium saja tidak mau. Ditambah, otaku? Heh! Menjijikan sekali. Aku terus bertahan sampai sekarang karena kupikir kau akan semakin terbuka. Tapi nyatanya tidak."

Mulutku terbungkam. Aku tak bisa mengatakan apapun. Terlalu sakit, karena berusaha sekuat tenaga agar tidak menangis di depannya.

"Pembicaraan ini berakhir. Kalau mau jadian lagi, sebaiknya tawarkan tubuhmu," wajah laki-laki itu tersenyum jahat. Menyakitkan.

Ketika pintu atap sekolah di tutup, air mata langsung mengalir deras dari mataku. Aku mendongak, menatap langit oranye dengan horizon indah. Namun pemandangan ini justru membuatku semakin tersayat.

Di bawah langit luas.

Aku merasa seorang diri.

***

"Aku menganggap semua hal yang terjadi dalam hidupku adalah momen berharga. Rasa sakit, penderitaan, hal menyenangkan... dan disini sekarang karena semuanya ada untukku. Aku tidak bisa melakukan apapun tanpa bantuan teman-temanku. Aku menghargai tiap momen yang terjadi disini.."

Parallel World Love ❲Tsuna x Reader❳Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang