Alpa 1 bulan. Bolos 12 kali. Dan tahan kelas 2 tahun. Kata mereka aku pintar tapi sikapku yang Tidak membantu. Omong kosong! Mereka mencoba menghiburku dan menipuku, padahal yang kuingankan mereka memarahiku dan memandangku jijik. Aku lebih suka begitu dari pada tatapan sok suci mereka dan memandang kasihan padaku.
Hari Ini mereka menatapku dengan pandangan marah namun Tak sanggup memarahiku. Sadar kalau aku hidup sebatang kara dan alm orangtuaku berpengaruh di sekolah berasrama ini. Aku mengandalkan beasiswa namun aku sudah lama memutuskannya.
"Maafkan kami. Namun Kau tak bisa disini lagi." Kata salah seorang wanita paruh baya. Rasanya aku ingin sekali mengatakan bahwa itu Tidak masalah dan inilah yang kuiingankan.
"Ini semua berkas berkasmu dan rapormu. Snow. Walau orangtuamu sangat berpengaruh pada sekolah ini, namun jika sikapmu begini bisa mencemarkan nama baik yang sudah dijaga oleh orangtuamu. Aku terkejut dengan sikapmu yang berubah beberapa minggu setelah orangtuamu meninggal. Aku turut berduka. Aku mengerti jika sikapmu seperti ini. Namun ini sudah terlalu keterlaluan. Ini di luar batas. Memang Kau anak yang cerdas. Nilaimu Memang Tidak pernah dibawah 90. Namun sikapmu Tidak bisa menolongmu. Mungkin ada sekolah lain yang menerimamu dan menghargai Nilaimu tanpa melihat sikap. Maafkan aku, Snow. Aku benar benar minta Maaf." Katanya.
Aku diam saja. Tidak melihat matanya dan hanya tertunduk.
Aku pergi kekamarku. Memasukan kedalam barang - barangku ke ranselku. Tidak masalah untuk dikeluarkan. Toh aku sudah tua untuk bersekolah lagi.
"Udah di usir, ya? Baguslah. Akhirnya pihak sekolah mengusirmu." Cathy. Teman kamarku. Aku menghiraukannya saja.
"Wah. Lihatlah. Wajahmu berubah menjadi sangat menyedihkan. Apa kau sedih? Menangislah pada ibu mu! HAHAHAHA!" Namun semakin dihiraukan, semakin menjadi - jadi (seperti bayi saja'kan?)
Aku bangkit sambil menggendong ranselku. Lalu menatapnya. Aku mengunyam sedikit lalu meludah lantai dekatnya. Dan yah, responnya sama seperti perempuan - perempuan gila lainnya, berteriak seperti orang kesurupan sambil memaki - maki.
Sesampainya depan gerbang asrama, aku berdiri sambil mendengar musik di radio genggamku sambil menunggu seseorang datang menjemputku. Kata salah seorang guruku, salah satu kerabatku akan menjemputku. Kalau tidak salah namanya paman Crush. Dan pikirku mungkin saja Tom Crush. Semoga.
Akhirnya, dari sekian banyak waktu kubuang untuk menunggu, sebuah mobil kuno dan pendek berwarna hitam muncul. Ketika mobil itu berhenti tepat di hadapanku, seorang wanita kira2 umurnya 40an membuka jendela mobil.
"Maaf sudah menunggu lama,Snow. Masuklah." Kata wanita itu.
Aku mengerutkan keningku, "Crush itu wanita ya?" Benakku sebelum akhirnya membuka pintu mobil samping pengemudi itu.
"Anda Crush?" Tanyaku ketika mobil itu belum lama berjalan.
"Ah ternyata kau lupa aku,ya? Ya, memang sudah lama sekali tidak menemuimu lagi. Aku Sarah, tapi keluargaku semuanya memanggilku bunda Muda. Termasuk kau juga." Kata wanita itu dan itu mengembalikan ingatanku tentangnya. Dia pernah mengunjungki beberapa kali dulu saat aku masih kecil. Ia sudah cerai dari suaminya, dan tidak memiliki anak karena mandul. Maka itu, ia menyuruh semua orang untuk memanggilnya bunda Muda.
Lalu bagaimana dengan Crush itu? Yah, aku hanya pernah mendengar namanya saja. Tapi aku punya ingatan yang pendek pada beberapa kasus yang sebenarnya malas sekali ku ingat. Seperti mantan,mungkin? Haha.
"Mengapa kau diusir?" Tanyanya membuka pembicaraan.
"Kalau anda tau, Mungkin anda tak akan mau menerimaku dirumah." Kataku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret House
Mystery / ThrillerSnow. Anak nakal yang dikeluarkan dari asramanya. Dan sekarang ia harus tinggal bersama paman Crush. Rumahnya besar dan penuh misteri. Bahkan kutukan. Misteri apa yang ada dalam rumah paman Crush? Apa yang terjadi pada Snow, si gadis nakal itu? lan...