Aku terbangun ketika cercah cahaya pagi masuk lewat jendela. Belum terlalu pagi. Aku terbangun dengan pandangan langsung mengarah ke wajah Jason yang masih terlelap. Ia seperti bayi ketika tidur, rasa tenang dan aman menyelimuti dirinya seperti selimut ketika ia sedang tidur. Namun aku merasa sedih, ia tidur dengan masih menggunakan penutup matanya. Ia peduli padaku. Namun aku tidak pernah tau apa yang dipikirkannya. Mungkin saja dia memang si pria bertopeng itu. Mungkin saja dia masih mencari waktu yang tepat untuk membunuhku, mungkin saja dia masih mencari alibi palsu untuk menyelamatkannya ketika ia sudah memiliki rencana membunuhku. Aku tak pernah tau tentang pikirannya. Sifatnya dan sikapnya bisa menipuku. Aku takut.
Aku melirik arloji yang Belum ku lepas di pergelengan tanganku. Pukul 05.30 tepat. Aku bangkit terduduk, sedikit mengucak mata dan tersadar kalau aku masih di kurung di ruangan ini. Suhu masih dingin dan di dalam sini tidak ada selimut atau apapun untuk menghangatkan kami.
Tiba-tiba suara kunci di pintu dan seseorang membuka pintu. Itu bunda Muda. Dia sedikit terkejut melihatku yang sudah bangun.
"Apa aku membangunkanmu?" Tanyanya.
"Tidak sama sekali. Aku baru saja bangun." Balasku. Dia tersenyum ramah padaku.
"Masa hukumanmu sudah habis. Kau boleh keluar dan ikut sarapan bersama Kami." Kata bunda Muda. Perkataannnya seperti seorang polisi yang baru saja membebaskan tahannya.
Aku melihat Jason sebentar lalu memandang bunda Muda.
"Aku akan keluar sedikit lagi, nyawaku masih di alam mimpi. Aku ingin duduk disini dulu untuk menghilangkan ngantukku." Kataku. Bunda Muda hanya mengangguk saja dan meninggalkan aku dengan pintu terbuka. Aku menghela napas pelan dan memandangi Jason lagi.
"Jangan lama - lama memandang wajahku ini." Katanya. Dan aku benar - benar terkejut.
"Aku tidak memandang wajahmu! Aku hanya, hanya, umm... doa! Aku baru habis berdoa!" Kataku menyangkal. Dia tersenyum, hampir tertawa, lalu membuka matanya memandangku. Jantungku berdetak keras dan buru-buru turun dari ranjang.
Namun ia memblok jalanku. Ia menghentangkan tangannya keatas, menarik tubuhnya keatas untuk merilekskan badannya.
"Pagi~~~" sapanya. Ada sesuatu yang meletuk letuk di dadaku. Aku hampir tak bisa bernapas. Dia tampan.
Oh ya astaga!Aku langsung melompat dan berjalan cepat untuk keluar. Aku berjalan menuju dapur berniat untuk sarapan. Perutku sudah berteriak-riak meminta untuk diisi kembali. Aku berjalan sambil mengingat - ingat wajah Jason yang tenang saat ia tertidur, kadang senyum - senyum sendiri mengingat.
Dapur sudah dihadapanku. Dapur terdengar sepi dan tenang. Aku penasaran apa sudah ada orang di dapur. Dengan semangat dan senyuman yang lebar aku membuka gorden ungu di hadapanku.
Dan,.
Demi apapun.
Aku terpaku di tempat. Senyumanku yang lebar perlahan-lahan turun. Pagi yang tadinya indah menjadi sangat suram memandangi pandangan ini.
5 pembantu terbaring dilantai dengan penuh darah dan Bunda Muda menangis histeris dalam diam. Mendekap mulutnya sendiri. Dan bukan hanya ada Bunda Muda saja, ada Paman Crush yang sedang menelpon. Sepertinya menelpon polisi.
Aku menatap bunda Muda. Tatapan kosong. Bahuku merosot. Kakiku melemah. Aku terjatuh namun tidak pinsan. Aku seperti, lelah. Bunda Muda menatapku dengan masih mendekap mulutnya sendiri, berusaha mengontrol tangisannya, paman Crush masih sibuk menelpon dan terlihat marah-marah pada orang di sebrang telponnya.
Aku merasa diangkat oleh seseorang. Aku mendongkak. Arthur. Aku memandangnya dengan sejumlah pertanyaan yang tak sanggup ku keluarkan satu persatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret House
Mystery / ThrillerSnow. Anak nakal yang dikeluarkan dari asramanya. Dan sekarang ia harus tinggal bersama paman Crush. Rumahnya besar dan penuh misteri. Bahkan kutukan. Misteri apa yang ada dalam rumah paman Crush? Apa yang terjadi pada Snow, si gadis nakal itu? lan...