bagian 23

3.4K 348 7
                                    

Jangan lupa bagi votenya ya :)

Kepalaku berdenyut - denyut, aku bisa merasakan darah yang mengalir di dalam kepalaku.

Mataku kupaksa untuk terbuka. Dan itu terasa teramat sakit. Aku meraba - raba kepalaku dan aku menyentuh titik yang terasa teramat sakit itu. Luka.

Aku ingat, Arthur mendorongku dari jembatan, dan aku terjatuh kedalam derasnya sungai hingga kepalaku terbentur oleh sesuatu yang keras.

Aku memaksa untuk membuka mataku dan melihat sekelilingku.

Sungai mengalir pelan. Pohon - pohon beringin menjulang kokoh dan tumbuhan - tumbuhan liar yang bertumbuh di tanah yang lembab. Aku mencium bau lumut dan mendengar jangkrik bernyanyi. Cahaya masuk dari sela - sela pohon. Ini belum sore. Dan pastinya, bajuku basah. Aku menemukan diriku berada ditepian sungai yang mengalir pelan dan aku tidak tau hutan bagian mana aku berada. Mungkin aliran sungai membawaku jauh dari lokasi sebelumnya.

Aku akhirnya dengan niat yang penuh, mencoba untuk bangkit, aku lupa bahwa tadinya aku memakai pakaian tebal dan saat ini pakaianku basah dan menjadi berat. Aku bangkit berdiri dengan memikul pakaian basah ditubuhku. Sayangnya, tubuhku ini tidak kuat menahan beratnya pakaian yang kupakai hingga akhirnya aku terjatuh kembali. Aku bangkit berdiri dan terjatuh lagi. Pakaian terkutuk! Aku melepaskan syalku yang masih melilit dileherku(beruntung aku belum mati), dan melepaskan sepatuku. Aku bangkit lagi. Kini tanah yang menjadi penghalang, terlalu licin. Aku bangkit lagi dengan hati - hati namun aku terjatuh lagi. Aku merasakan kesakitan disekujur tubuhku serta kepalaku yang tak berhenti berdenyut - denyut.

Aku berusaha bangkit lagi dan berteriak karena kesakitan ditubuhku ini. Mungkin karena derasnya air yang memukul - mukul tubuhku dan aku yang terjatuh berulang - ulang.

Akhirnya aku berhasil berdiri.

Angin bertiup, dan dingin menusuk - nusuk kulitku secara langsung karna pakaian basah ini menjadi penghantarnya. Aku memeluk diriku. Rasanya ingin sekali aku membuka seluruh pakaianku ini, namun aku terlalu malu pada pohon - pohon, tumbuhan - tumbuhan serta serangga - serangga yang menyaksikannya. Sangat memalukan. Walau aku tau mereka semua tidak memiliki pemikiran layaknya manusia.

Mataku menangkap cerah cahaya sedu matahari yang menembus pepohonan. Aku berjalan kearah cahaya itu dan duduk disitu, berniat mengeringkan tubuhku,-walau tidak mungkin sepenuhnya kering.

Aku menghela napas panjang. Kepalaku masih berdenyut - denyut. Aku menutup mataku sambil memijit pelan kepalaku, mencoba meringankan denyutan ini.

"Jln streat Teresia blok B nomor 66."

" keraguan adalah titik terkuat, keyakinan adalah titik terlemah."

Aku membuka cepat mataku. Rasanya seseorang berbicara padaku. Sangat nyata suaranya. Aku mencari - cari suara itu. Namun tak ada satu orang pun yang ada. Hanya suara jangkrik serta burung - burung yang memenuhi kesunyian.

Aku berpikir sejenak.

"Jln.streat Teresia blok B? Bukankah itu rumahku?" Diam.

"Keraguan adalah titik terkuat dan keyakinan adalah titik terlemah. Kutipan novel macam apa itu? Cinta terlarang? Kenikmatan Cinta? Hah, lucu." Aku tidak peduli apapun yang kudengar dari dalam kepalaku. Kepalaku saat ini sedang eror, mungkin karna itu suara - suara itu muncul. Suara - suara dari dalam kepala.

Aku bersandar pada pohon dibelakangku. Menutup mata dan memijat kembali kepalaku.

"Jln. Streat Teresia"

"Keraguan adalah titik terkuat dan keyakinan adalah titik terlemah."

Aku membuka mataku besar - besar. Aku langsung menegakan dudukku.

The Secret HouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang