Bagian 19

3.3K 320 19
                                    

Please Vomment ♡
Happy Reading ♡♡

Aku melangkah menghampiri kebun anggur yang berlokasi dekat taman bermain. Arthur menyuruhku untuk menunggu di kebun anggur itu.

Aku melihat punggungnya ketika aku sampai di kebun anggur itu. Baru ingin ku sapa dirinya, ia berbalik dan tersenyum padaku. Dia memakai mantel hitam dengan kaos berbahan wol dengan celana panjang. Tampilannya mantap.

"Kau sudah menungguku lama?" Tanyaku membuka pembicaraan.

"Tidak juga." Balasnya. Aku hanya mengangguk saja.

Kami lalu mulai berjalan memasuki dalam kebun anggur. Melihat daun - daun yang mulai layu, melihat dan memetik beberapa anggur segar dan mencicipinya. Anggur yang berkilau, sangat berkilau.

"Dulu aku dan Jason suka bermain disini. Berlarian, mengerjar satu sama lain, berputar - putar. Dulu sekali, saat masih kecil." Arthur mencairkan suasana.

"Lalu sekarang?"

"Sekarang tidak lagi." Katanya menoleh kearahku. Tatapan kecewa dan perasaan sedih. Kami terus berjalan dan baru ku sadari kalau kebun ini sangatlah luas.

Lalu tiba - tiba aku berpikir. Apa kita akan ke hutan?

Aku berhenti melangkah. Arthur sepertinya sadar sehingga ia berbalik memandangku heran.
"Kau membawaku ke hutan?" Ekspresinya berubah dan ia tertawa.

"Tentu tidak. Di sini tidak ada hutan, Snow. Hanya ada benteng." Katanya dan kini giliranku memandangnya heran. Ia pun melanjutkan.

"Disana," ia menunjukan jarinya kearah timur.  "Ada benteng yang dibangun. Paman Crush sendiri yang membangunkan benteng itu. Namun ia tidak pernah ke sana. Disana ada pemandangan yang bagus." Kata Arthur. Ia lalu menoleh kearahku.  "Mungkin kau benar. Itu hutan. Hutan yang memuaskan matamu. Aku jamin kau akan suka." Katanya lalu melanjutkan langkahnya. Aku mengekorinya.

"Kau 100% menjamin bahwa aku akan suka? Sungguh? Bagaimana jika tidak?" Kataku.

Ia menoleh lagi. "Bebanmu akan hilang ketika sampai di sana. Aku jamin itu." Katanya lagi dan jalan lagi.

Kami terus jalan. Arthur melangkah tanpa ragu - ragu tersesat. Mungkin karna ia sudah sering ke tempat itu sebelumnya. Aku hanya mengekorinya dari belakang sambil memperhatikan langkahku agar tidak tersandung.

Lalu, kami tiba - tiba berhenti di sebuah tembok tua dan besar yang menjulang tinggi di hadapan kami. Mungkin ini benteng yang tadi di katakan Arthur. Aku sempat berpikir, apa kami akan memanjat tembok ini.

Arthur berbalik menghadapku. Nafasnya melayang di udara.

"Apa sudah sampai?" Tanyaku.

"Ya. Tapi di bentengnya saja. Tujuan sebenarnya belum." Katanya. Ia berbalik lagi dan berjalan, menyuruhku untuk mengikutinya.

Tidak terlalu lama kami berjalan. Ia berhenti lagi. Pandangku menyelusuri seluruh bentuk benteng ini dan terhenti pada sebuah lobang yang tidak terlalu besar di atas kepala Arthur. Lobang itu terlalu tinggi. Aku memandang Arthur yang juga sedang menatapku.

"Kita masuk lewat lobang itu?" Tanyaku ragu - ragu, berharap dia menjawab tidak.

"Tentu saja. Ini jalan satu - satunya." Shit.

"Ba- Bagaimana ca- cara aku menaikinya? Aku tak dapat mencapainya. Lobang itu terlalu tinggi untukku." Kataku. Tiba - tiba ia membungkuk pendek di hadapanku. Aku semakin bingung.

"Kau naik di punggungku, lalu menginjak salah satu batu di lobang itu dan menaikinya." Katanya. Aku hampir tak percaya apa yang di katakannya.

"Punggungmu akan patah jika-"

The Secret HouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang