bagian 29

3.3K 319 30
                                    

Author POV

Musik klasik Eropa di putarkan mengisi ruangan vila yang kosong.

Sebuah villa dekat pantai milik almarhum ayah dari ibunya, kakeknya. Villa ini memang di serahkan secara utuh pada Arthur dan saudara kembarnya, namun karena saudara kembarnya sudah tiada, seutuhnya milik Arthur. Villa yang megah dan berkelas, terasa dingin di lantainya sehingga perlu memakai alas kaki.

Lagu klasik asal Eropa semakin terdengar hingga membuat telinga Arthur ingin berdansa. Jari - jarinya menari di udara mengikuti irama sambil beredam air hangat dalam bathup. Dalam kamar mandinya bahkan sangat lah berkelas. Bathup dengan kaki terbuat dari emas asli 24 karat, meja di samping bathup berfungsi menaruh benda seperti majalah atau hal lainnya memiliki diamond hitam dari Jerman yang terletak pada pinggiran meja. Jendela lebar yang langsung menghadap lautan, tirainya sengaja di buka lebar - lebar sepertinya Arthur sangat menyukai laut.

20 menit sudah ia berendam. Ia keluar dari kegiatan berendamnya, memakaikan handuk di pinggangnya lalu berjalan keluar. Melangkah santai dan tenang menuju kamarnya.

Ketika pintu kamarnya dibukakannya, aroma formalin tercium, menusuk - nusuk memasuki indra penciumannya. Namun Arthur tidak merasa terganggu pada aroma tajam dari formalin itu, ia malah menikmatinya dan menghirupnya makin dalam.

Ia memasuki kamarnya dan mulai memakai pakaian pada tubuhnya. Ketika selesai memakaikan pakaian pada tubuhnya, ia duduk di tempat tidurnya dan menatap lurus pada suatu objek.

"Gadis itu pasti merindukanmu." Katanya memandang sesuatu di depan matanya. Kemudian ia memasang seringainya.  "Tenang saja, pada salju pertama di tahun ini, aku akan membawamu kembali." Katanya lagi.

Arthur lalu berjalan menyalakan radio di samping ranjangnya,lalu berbaring. Ia mendengar berita tentang cuaca.

Matanya mulai tertutup namun telinganya masih dipasang baik - baik, mendengar setiap ocehan dari dalam radio.

Snow POV

Aku memakan makanan yang tadi di bawakan bunda Muda. Sudah hampir habis, tapi aku sadar aku memakannya dengan sejuta rasa cemas yang memenuhi diriku. Nafasku seperti terjepit diantara rongga - rongga dadaku, pikiranku lari kemana - mana memikirkan sejuta kemungkinan yang terjadi pada gadis mungil itu,Alenda, sehingga makananku pun terasa hambar jadinya karena tak bisa menikmati makananku dengan baik.

.

Aku terus - terusan menggigit kuku-ku. Rasa cemas masih memenuhi diriku walaupun lagu yang ku putar dari siaran radio mini milikku sudah sangat besar hingga memenuhi ruangan santai. Beruntung hanya aku seorang dalam ruangan santai ini.

"Hey"

Hampir saja aku terlompat dari tempatku duduk karena seseorang masuk mengagetkanku. Aku menoleh dan terlihat Hiskia berdiri di ambang pintu.

"Hiskia? Kau dari tadi di situ?" Tanyaku. Dia hanya tersenyum simpul lalu berjalan mendekatiku. Langkahnya. Aku sangat kagum pada setiap langkahnya, sangat tenang dan sama sekali tidak mengeluarkan bunyi dan begitu anggun.

Ia Kemudian duduk di sampingku (aku bahkan tak menyadarinya karena terlalu kagumnya aku).

"Bisakah kau mengecilkannya?" Tanyanya sedikit berteriak karena suara dari radio miniku yang menutup separuh suaranya, mungkin juga menutup suara langkah kakinya di lantai.

Aku mengangguk cepat lalu mengecilkan volume radioku. Tidak, bahkan aku mematikan radio itu.

"Aku mengatakan untuk mengecilkan volumenya, lalu mengapa kau mematikannya?" Kata Hiskia. Aku menoleh padanya.

The Secret HouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang