bagian 20

3.2K 322 5
                                    

Maaf sudah membuat readres penasaran ^^
Happy Reading^^

Ia menarik kencang syalku, lalu mendekatkan bibirnya ke arah telingaku.

"Dimana benda itu?" Tanyanya berbisik membuat telingaku merasa gatal.

Benda apa? Batinku heran.

Ia terus mencekik leherku dan terus meneriakiku, menanyakan benda yang tak ku tau.

Tiba - tiba ia mendorong keras tubuhku hingga aku terjatuh ke tanah. Aku menghirup dalam - dalam nafasku, mencari oksigen.

Lalu, rambutku terasa ditarik ke belakang dan tamparan keras melayang ke pipiku hingga wajahku hampir mengenai tanah, aku harap sekarang aku pinsan, namun mataku masih terbuka lebar.

Aku menatapnya, walau ada perasaan takut.

"Kau menatapku,hah?" Aku menunduk, ingin ku caci dirinya, tapi aku terlalu takut, aku terlalu takut sehingga seluruh tubuhku bergetar.

Dia berjalan kearahku dan dapat kulihat ia memegang pisau kecil dengan ujung yang tajam. Aku merangkak, berniat berlari namun terlambat, ia menarik kakiku dan kini dia mendudukiku. Mataku panas, aku ingin menangis.

"Snow yang malang," Katanya mengelus pipiku, mengelap lembut air mataku atau mungkin berusaha menghilangkan rasa sakit tamparan itu. Aku menyingkirkan tangannya cepat ketika sedikit lama ia mengelus pipiku.

"Apa yang kau mau?" Tanyaku, suaraku serak dan gemetar, ada rasa takut.

"Aku mau benda itu,Snow. Aku ingin kau berikan benda merah itu, aku tau kau menyimpannya, dan kau menyimpannya sangat baik." Kata Arthur menyeringai.

"Benda apa? Aku tak mengerti?!" Kataku. Dia geram, rahangnya menegang, wajahnya memerah, luapan emosi dari atas kepalanya. Namun ia hanya memasang seringai itu. Tiba - tiba ia mengeluarkan pisau tadi, memperlihatkannya padaku.

"Percuma aku membiarkanmu hidup namun sia - sia saja untukku! Lebih baik aku mengumpulkan 66 bola mata agar benda itu bersinar terang dan bisa ku dapatkan dengan mudah, agar keseimbangan antara baik dan buruk itu hancur, dan hanya yang kuatlah yang menang! Aku akan hancurkan peraturan kitab cina kuno itu dan menghidupkan orang - orang yang kucintai." Katanya geram.

"Apa kau sudah gila?! 66 bola mata?! Dari mana kau akan dapatkan bola mata itu?! Kau mau mencongkel semua mata saudaramu?!! Lalu Untuk apa kau harus menghancurkan keseimbangan itu?! Sudah ditakdirkan keseimbangan baik dan buruk itu! Sudah ditakdirkan menurut kitab cina kuno,bukan?! Itulah keadilan!"Kataku hampir berteriak. Pisau itu semakin didekatkannya padaku.

"Itu bukan keadilan!" Suaranya melemah. "Keadilan macam apa? Orangtuaku dibunuh di depan mataku, semua temanku diambil, rumahku, nenekku, semuanya diambil! Semua orang baik dalam hidupku diambil. Keadilan macam apa?" Suaranya semakin melemah dan dia mulai menangis. Dia masih melanjutkan,

"Bahkan ketika aku diadopsi oleh paman Crush. Semua perhatian yang diberikan yang terlihat pura - pura, aku tak bisa menerima itu. Semua kenangan buruk menimpaku. Sakit hati, dendam, itu saja yang kurasakan. Lalu, suatu ketika, sesuatu datang padaku, malaikat kah? Hantu kah? Tak bisa kulihat wajahnya, hanya gelap, saat itu tengah malam ketika aku tiba - tiba terbangun. Dia berkata 'sakit hati dan dendam serta benci memanggilku.' Lalu ia menunjukan sesuatu padaku. Suatu benda cantik berwarna merah darah menyala - nyala, Lalu ia berkata lagi 'carikan benda ini untukku dan kau akan jadi tuhan, pemilik dunia ini, kau bisa lakukan apa saja yang kau mau. Jika kau susah mencarinya, kumpulkan 66 bola mata dari salah satu mata manusia yang berbeda - beda, dan benda ini akan menyala'."

"Itu iblis! Iblis serakah! Kau ditipu agar menjadi budak,bodoh!" Bantahku.

"Diamlah! Berhenti Omong kosong! Dapat kulihat dari matamu, kau memiliki benda cantik itu,-"

"Aku tidak punya benda semacam itu!"

Dia tertawa simpul.

"Kalau Begitu Untuk apa peramal dewi mau menguncimu atas nama dewa?"

Ia menempel pisau itu pada kelopak mataku. Aku menahan tangannya, berniat memberhentikan aksinya yang tidak diinginkan.

"Apa yang-"

"Lagi pula matamu juga sangat indah." Kata Arthur. Tampilannya menggila.

Ia menekan pisau itu hingga kelopak mataku mengeluarkan darah segar. Aku hampir berteriak.

Seketika aku  sadar, lutuku tepat pada titik kelemahannya. Tanpa berpikir panjang, aku menendang keras titik terlemahnya dengan lutuku 2 kali dan dia meringis kesakitan, mengumpat. Ada sela Untuk bebas, dengan cepat aku bangun dan berlari. Berlari tanpa arah, berlari tanpa menoleh kebelakang.

Beberapa meter didepanku ada jembatan tua. Jembatan penghubung untuk jalan keluar. Aku terus berlari kearah jembatan itu.

Namun ketika aku mencoba berlari di jembatan, jembatan itu goyang. Goyang sangat keras, membuatku terjatuh dan diam di tempat, berharap jembatan ini tidak jatuh. Aku menoleh kebelakang, belum ada tanda - tanda adanya Arthur. Aku lalu merangkak pelan - pelan, berusaha menjaga keseimbangan.

Namun jembatan ini bergoyang semakin keras dan keras. Dan dapat ku dengar suara sepatu berpijak pada kayu - kayu jembatan ini. Aku menoleh dan mendapati Arthur dengan santainya berjalan kearahku ditengah - tengah goyangnya jembatan ini. Ia berhenti beberapa meter dariku.

"Kau tau, aku sangat merasa lucu melihat orang merangkak ketakutan di jembatan ini." Katanya. Ia memegang kedua tali penyangga dan menggoyang - goyangkan sehingga jembatan ini bergoyang sangat kuat Bahkan hampir terlepas.

"KAU MAU AKU MATI, HAH?" Teriakku putus asa. Ia berhenti melakukan aktivitasnya dan memasang seringai mengerikan itu. Tatapan tajam mengarah tepat biji mataku.

Jembatan bergoyang makin pelan.

"Kenapa tidak?" Ia berjalan cepat, sepatunya berbunyi di kayu - kayu rapuh ini. Aku tersentak dan berdiri, berencana untuk berlari. Namun terlambat, dia menarik kencang rambutku. Aku berteriak keras, namun percuma saja, tidak ada yang mendengar.

Kepalaku di sentakan berulang - ulang ke kayu jembatan ini hingga aku yakin darah pasti keluar dari pucuk Kepalaku. Aku merasakan tinjuan keras hingga tetesan darah menetas dari hidungku. Aku kesakitan. Aku ingin membalasnya namun tak ada sedikit tenaga.

Kepalaku diarahkan ke luar jembatan, menatap aliran sungai yang deras.

"Kau salah membuat keputusan,Snow." Katanya berbisik.

Tubuhku seperti diangakat dan sungai itu makin dekat denganku. Kepalaku terbentur dengan batu. Aku dilemparkan kesungai, dan hanya gelap. Air memasuki seluruh pernapasanku, aku tak bisa bernapas, terlalu lelah untuk bernapas.

To be continue..
Maaf banget, postingnya kelamaan..
Makasih masih setia :*
Lop yu :*
Cholate

Satu lagi, maafkan diriku yang masih banyak typo ..

The Secret HouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang