Pagi pagi, sekitar pukul 8 aku bangun. Aku tau aku bangun kesiangan. Semalam aku tidak bisa tertidur memikirkan perkataan Alenda. Kemarin aku berkeliling rumah. Berputar dan memperkirakan seberapa luas rumah ini. Aku kadang tersesat dan bingung harus kemana. Sampai aku mendapat suatu ruangan di lantai 3, dekat dapur. Aku pikir itu kamar paman Crush atau bunda Muda. Namun Ketika aku membukanya, ruangan itu di penuhi sofa putih, meja kayu tua, lemari tua bersarang laba laba, dan lukisan lukisan kuno yang terbungkus kain putih pudar. Aku berjalan memasuki ruangan itu. Banyak debu, terlihat jika tidak pernah dibersihkan. Aku melihat keluar jendela. Aku ingin tau sebagus apa pemandangan dari sini. Namun, pandanganku beralih ke lemari tua yang ditutupi kain. Aku melihatnya dengan teliti. Ukuran lemari itu terlalu lebar dan tinggi. Di pucuknya terdapat patung burung elang.
Aku penasaran apa yang ada didalamnya. Aku berjalan mendekati lemari itu. Menarik kain itu hingga jatu kelantai. Dan betapa kagetnya. Lemari itu sangat besar. Aku berpikir apa yang ditaru didalamnya. Namun aku juga berpikir bahwa lemari ini kosong. Jemari menyentuh gagang lemari.
"Snow." Baru kuingin menariknya. Paman Crush datang. Aku melihatnya. Wajahnya meneggang. Jemariku Melepaskan gagang itu, menyembunyikannya di punggungku. Tanganku gemetar.
"Maaf." Kataku pelan.
"Keluarlah." Katanya. Aku berjalan ke ambang pintu untuk keluar. Ketika aku melewati paman Crush,
"Jangan pernah kesini lagi." Katanya.
Itu adalah malam terburuk.
Aku tidak mau terus terusan berbaring. Aku bangkit dan merapikan tempat tidur. Aku melirik keatas, ke tempat tidur Alenda. Ia sudah tidak ada. Tempat tidurnya juga sudah rapi.Aku membuka pintu, turun kelantai bawah dan mendapati bunda Muda yang sudah rapi, bersiap untuk pergi bekerja.
"Oh selamat lagi Snow!" Sapanya.
"Selamat pagi,bunda Muda." Balasku. "Kau mau pergi kerja?" Kataku basa basi.
"Ya, tapi sebelumnya aku ingin mendaftarkanmu dulu di sekolah negri." Katanya.
"Oh." Kataku singkat. Ia lalu mengambil tas tangannya.
"Aku pergi dulu ya. Jika kau mau, kau boleh berkeliling di luar atau bermain bersama teman barumu di luar rumah. Jangan terlalu membuatmu terkurung disni." Katanya.
"Baiklah. Hati Hati ya." Kataku dan bunda Muda pun berjalan, meninggalkanku.
Oke. Dirumah besar ini, aku sendirian. Sendiri saja. Yang lain sekolah atau pergi bekerja.
Tiba Tiba aku teringat pada Ruangan kosong itu. Aku mengingat kembali lemari besar tua itu. Aku membayangkan lemari itu ditutup lagi dengan kain oleh paman. Dan mengucapkan sesuatu dengan lemari itu, entahlah. Itu hanya bayanganku saja.
Aku masih mengingat kengerian itu. Kengerian di wajah paman Crush.
Tidak. Aku ingin sekali tau apa yang ada didalam lemari itu. Aku menghela napas. Mulai berjalan melewati ruang santai, melewati dapur, menaiki tangga yang berada dekat kebun. Dan Ketika sampai didepan pintu Ruangan itu. Darahku mengalir cepat, terasa di setiap nadiku. Aku memegang gagang pintu itu.
"Snow?" Jantungku hampir lepas. Itu Jason. Aku menahan napasku. Tidak ada satu pun Kata yang keluar. Ia menatapku terkejut. "Apa yang kau lakukan?" Tanyanya.
"A-aku? Apa yang aku-"
"Itu kamar paman Crush. Kau tidak boleh memasukinya. Kau akan dapat masalah." Katanya dan ia berbohong.
"Aku hanya penasaran." Kataku. Aku kecewa karna ia berbohong. Lalu aku berbalik, berniat pergi.
"Masih banyak Ruangan lain yang belum kau tau. Mau kuantar untuk berkeliling?"
"Tak usah. Tak usah, Jason. Terimakasih." Kataku. Itu keluar begitu saja dari mulutku. Aku lalu buru buru pergi. Aku terlalu kecewa padanya.
Aku duduk di taman, memberi makan burung burung yang hinggap(aku mendapat makanannya dari tukang kebun) , memandang air mancur, melihat bunga mekar dan menghirup udara yang pagi yang Mulai kesiangan.
"Kau marah?" Suara berat yang kukenal. Jason. Ia berdiri tepat dibelakangku. Aku terkejut dan berdiri menghadapnya.
"Kau tidak sekolah atau pergi magang?" Tanyaku sontak. Dia tersenyum lembut. Lalu ia duduk membelakangiku namun wajahnya menghap diriku yang berdiri.
"Ternyata kau marah. Maaf aku sedikit membentakmu." Katanya dengan masih tersenyum.
"Kau tidak menjawabku." Kataku dingin.
"Aku magang jam 10. Masih 2 jam lagi." Katanya. Aku hanya terdiam dan mengangguk pelan. Ia menghela napas pelan. "Suasana pagi kayak gini, enaknya kalau main gitar. Kau mau mendengarkan?" Tanyanya. Aku diam saja.
Lalu ia pergi masuk kedalam, lalu kembali lagi membawa gitar.
"Dengar ya?" Katanya. Ia lalu mulai memetik gitarnya. Nada nada lembut dan halus keluar dengan petikannya.
Matahari pagi, indah riang
Burung bernyayi, menghiasnya
Pelangi tak Mungkin muncul pagi
Namun ku melihatnya pagi ini
Karna baru saja mendung
Aku berharap ku menjadi matahari
Membuatnya berubah menjadi Pelangi..Kuiingini garis senyum dipipinya
Melukiskan sebuah pelangi
Pelangi pelangi pelangi
Kuingini pelangi..Aku tertawa mendengar liriknya. Tentu saja, liriknya benar benar lucu.
"Ketawa?" Tanyanya.
"Yailah. Liriknya gak nyambung. Masa ada pelangi di pagi? Hahaha. Udah ah. Aku mau berkeliling." Kataku. Dia tersenyum.
"Ada kok, kamu aja yang tak tau." Katanya pelan.
"Apa?" Tanyaku.
"Mari kuantar berjalan jalan." Katanya lagi. Aku mengangguk saja.
…skip
Semua orang sudah dirumah. Mereka kelihatan lelah. Aku melihat jam dinding. Pukul 1 siang. Jason sudah pergi beberapa jam yang lalu. Aku tadi membeli cemilan dan minuman bersoda memakai uangku yang ditinggalkan orangtuaku. Aku memang tidak terlalu menyukai jajanan, namun sekali kali boleh saja.
Aku duduk di halaman, tempat anak anak dibawah umurku(umurku 15 tahun) bermain. Melihat betapa riangnya Mereka sambil menegak soda.
"Kau tadi sendirian?" Hiskia tiba tiba duduk disampingku.
"Tidak. Aku tadi bersama Jason." Kataku. Ia menoleh tidak percaya.
"Jason si kutukan?!" Tanya dengan mata bulatnya.
"Bukan. Jason Lee." Balasku.
"Jangan terlalu dekat dengannya. Kau akan dapat banyak masalah."
"Tapi sampai sekarang aku tak pa-pa."
"Percayalah. Dia itu aneh. Aku tak tau harus darimana aku ceritakan."
"Kalau begitu tak perlu diceritakan, aku juga tak mau mendengar keburukannya. Aku hanya ingin mendengar kebaikannya saja." Kataku. Lalu aku menoleh kearah Hiskia. "Hiskia, Jangan terbiasa untuk melihat seseorang dari satu sisi saja." Kataku lagi dan berdiri membawa cemilanku juga sodaku pergi. Ia hanya menghela napasnya. Tidak berkata Kata lagi.
Aku menaiki tangga menuju kamar. Berpikir kenapa Semua orang mengatakan hal aneh tentang Jason. Mereka mengatakan berbagai alasan kalau mereka tidak menyukai si anak cina itu. Jika aku menjadi Jason, mungkin aku sudah gila dan keluar dari rumah ini.
"AARGGHHH!!!" Aku benar benar kaget Ketika suara seorang pria berteriak di salah satu kamar di sampingku ini. Aku berdiri. Tetap berdiri. Mendengarkan suara yang keluar. Itu seperti bisikan bisikan sesuatu, orang itu seperti mengucapkan sesuatu. Lalu ia berteriak lagi, lalu ia mengeram. Lalu tiba tiba tenang. Mendengar sudah tenang, aku takut Jika seseorang keluar dari kamar ini dan melemparkanku masuk lalu membunuhku. Aku lalu beranjak pergi, sekilas melihat nomor berapa kamar ini lalu melanjutkan jalan. Nomor 20. Kamar itu bernomor 20.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret House
Mystery / ThrillerSnow. Anak nakal yang dikeluarkan dari asramanya. Dan sekarang ia harus tinggal bersama paman Crush. Rumahnya besar dan penuh misteri. Bahkan kutukan. Misteri apa yang ada dalam rumah paman Crush? Apa yang terjadi pada Snow, si gadis nakal itu? lan...