bagian 22

3.5K 331 14
                                    

Butiran salju pertama turun diatas pucuk hidung mom. Ayah mencium mom dengan sejuta kesedihan. Aku yang melihat kejadian ini tak kuat menahan tangisku. Air mataku terus mengalir, membasahi pipiku.

Tiba - tiba ambulance datang dan membawa mom.  Ayah ikut dengannya dan meninggalkan mobil. Aku langsung buru - buru menembus mobil keluar dari dalam mobil.

Suasana berubah menjadi gelap dan sunyi. Angin bertiup menembus kulitku. Aku memandang sekeliling dan menyadari aku berada di sebuah pemakaman.

Tiba - tiba suara sepatu melangkah berat kearahku. Aku mendongkak melihat arah suara itu.

Seorang pria memakai mantel hitam keluar dari gelapnya malam. Ia mengambil saputangan dari saku mantelnya lalu mengelap hidungnya yang basah. Aku tetap memperhatikan gerak - geriknya. Tidak lama ia mendongkak, namun tidak melihatku, ia memandang sekitarnya lalu merogoh lagi, mengambil kunci mobil. Dia ayahku.

Baru saja ia membuka pintu mobil, seseorang muncul dari belakang dengan pistol berada di kepala belakang pria itu. Seketika ayahku mematung. Tentu aku terkejut, tapi aku tak bisa berteriak, percuma, dia tidak akan mendengar.

"Dimana liontin itu?" Suara yang tidak terlalu berat, menandakan ia bukan pria dewasa. Aku tetap mengamati pria itu. Wajahnya masih dalam kegelapan.

"Aku tidak tau." Balas ayahku.

"Beritahu aku atau kubunuh kau dan menyangkal kematianmu." Balasnya.

"Bunuh saja aku-"

BUHM!

Peluru menembus kepala ayahku. Darah keluar dari dalam mulut ayahku dan sektika terjatuh. Pria itu keluar dari gelap dan membopong ayahku masuk kedalam mobil. Dan betapa terkejutnya aku.

Itu adalah Arthur.

Seorang pria yang masih muda dengan keberanian yang salah dipergunakan untuk membunuh pria dewasa.

Tiba - tiba pandangannya beralih. Ia menatap lurus kearahku. Mata elangnya menatap tajam kearahku. Dengan cepat ia mengambil pistol dan menembakannya kearahku. Sontak aku terkejut sekali. Namun Peluru itu melayang menembusku,tidak mengenai diriku. Otomatis aku berbalik dan melihat kakek - kakek tua nan kurus dengan lubang bekas Peluru menembus mantel pada dadanya. Tidak lama kakek itu terjatuh ketanah dengan mata yang masih terbuka.

Ia tidak mempedulikan kakek itu dan meletakan posisi ayah bersandar di kursi pengemudi dan meletakan pistol di tangan ayah seolah - olah ayah melakukan bunuh diri. Dan disitulah aku sadar bahwa ia memakai sarung tangan, mencoba menghilangkan bukti.

Arthur membanting pintu mobil dengan keras dan meninggalkan ayah didalam mobil. Setelah menangani ayahku, ia berjalan kearah mayat kakek itu. Dengan kekuatan penuh ia mengangkat mayat tersebut dan berjalan ke suatu tempat untuk menyembunyikannya. Aku mengikutinya. Ia berjalan cukup jauh. Dan tiba - tiba ia berhenti melangkah lalu melemparkan mayat itu. Ia melemparkannya kedalam kuburan kosong lalu ia menguburkannya begitu saja.

Betapa jahatnya dia.

Ia lalu melepaskan sarung tangannya dan membuangnya jauh - jauh.

Ia berjalan meninggalkan pemakaman tanpa ada rasa bersalah atau rasa takut. Aku tidak bisa berbuat apa - apa selain ternganga melihatnya.

Tiba - tiba ada yang bersiul. Bersiul sangat keras. Aku berbalik dan melihat ayahku berdiri tidak jauh dariku. Ia terlihat tampan dengan pakaian putihnya serta sepatu putihnya yang mengkilat.

The Secret HouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang