Bagian 4

4.9K 369 10
                                    

"Alenda!"

Aku baru saja membuka pintu kamar dan betapa terkejutnya aku Ketika melihat teman sekamarku,Alenda, ia menggigil ketakutan dilantai, menggigit kuku dan matanya merah. Aku panik.

Aku melepaskan cemilan yang kupegang, memeluk Alenda sekuat tenaga, ia bersontak sontak, badanya sangat dingin.

"Dasar bajingan brengsek, setan setan! Pergilah! Aku membencimu! Pergi!" Katanya pelan dengan suara bergetar.

"Alenda! Alenda! Sadarlah! Alenda!" Kataku sambil mengoyang goyangkan tubuh Alenda. Dan aku hampir saja melompat dari situ Ketika tiba tiba bola mata Alenda hanya berwarna putih. Otomatis aku berteriak sekencang kencangnya.

Seorang pria membuka pintu kamarku. Dia punya goresa luka di wajah melewati mata. Ketika ia masuk, ia juga hampir terlompat melihat Alenda. Ia langsung segara mengendongnya.

Tidak lama semua anak berkumpul di depan kamarku, ingin tau apa yang terjadi.

"Snow!" Hiskia datang dan melihat wajahku yang masih shok. "Kau baik baik saja?"

.

"Minumlah." Seorang gadis memberikanku minuman Ketika Hiskia membawaku kedapur.

"Terimakasih." Kataku lalu meminumnya.

"Kau pasti sangat shok melihat Alenda begitu." Kata gadis itu.

"Tentu saja,Prim." Balas Hiskia membantuku menjawab.

"Alenda memang kadang begitu. Tapi tidak sering. Itulah resiko anak yang dilahirkan sebagai peramal. Mungkin iblis mendatanginya." Aku keselek ketika gadis itu,Prim, mengatakannya.

"Iblis? Peramal? Maksudnya?" Tanyaku sambil terbatuk batuk.

"Kau tidak tau? Dia lahir sebagai peramal, peramal yang bisa melihat kejadian yang akan terjadi dan sudah terjadi. Itulah dia. Alenda Criqel." Katanya.

"Lalu kenapa kau bilang iblis Mungkin mendatanginya?" Tanyaku lagi.

"Karena setiap 'kambuhya' ia selalu mengatakan 'setan pergilah' atau 'pergi' pokoknya sejenis itu. Ia seperti mengusir iblis." Kata Prim yang membuatku mematung.

"Maka itu,aku tidak menyukainya." Kata Hiskia.

"Mengapa?" Tanyaku. Diam sesaat,Ia melihat mataku dalam.

"Dia bisa menjadi keuntungan, namun bisa jadi masalah besar,Snow. Kita tidak tau bagaiman dia. Mungkin saja dia sering berkomunikasi dengan iblis. Siapa yang tau?" Katanya yang tidak menjawab pertanyaanku. Namun perkataannya benar benar membuatku geram. Aku menyeringai.

"Seperti biasa, kau melihat seseorang dengan satu sisi saja. Satu sisi keburukannya." Kataku lalu bangkit berdiri.

"Terimakasih sudah menenagkanku." Kataku pelan, lalu beranjak pergi. Prim menghela napas.

"Aku rasa dia benar. Kita tidak boleh langsung menilai saja." Kata Prim ketika aku keluar dari dapur.

Aku berjalan keruang tamu dan duduk di sofa. Menjernihkan kepalaku. Otakku masih memutar kejadian tadi. Kejadian tentang Alenda. Aku tak sanggup mengingatnya namun terpaksa Karena sudah terekam dikepalaku.

"Hey, kau temannya Alenda,bukan?" Seseorang membangunkanku. Pria tadi. Pria yang kira kira lebih tua beberapa tahun denganku. Pria yang memiliki luka gores.

"Iya. Bagaimana dengan Alenda?" Aku langsung duduk tegak mendengar nama Alenda.

Pria itu duduk di sampingku. "Ia sudah tidak apa apa lagi ketika di lemparkan dengan air suci." Katanya. Aku menghela napas dan bahuku merosot.

The Secret HouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang