BAB 24 - It Last

386 46 0
                                    

I hate my self, by hurting you.
-Alfian-

-oOo-

Laki-laki itu terus berjalan menjauh, siapa yang tau jika hatinya kini tengah hancur berkeping-keping. Ia masih terus berjalan, hingga langkahnya tidak lagi di dengar perempuan itu. Sesampainya di pintu taman, laki-laki itu berhenti, ia menepikan tubuhnya, menyenderkan bahunya tepat di balik tembok taman itu.

Matanya memejam, ia merutuki dirinya sendiri. Untuk yang kesekian kalinya ia membuat perempuan itu menangis. Untuk yang kesekian kalinya ia membuat perempuan itu terluka. Hujan turun semakin deras, namun ia masih mendengar tangis Raina. Astaga, perempuan itu, bahkan Alfian tidak sanggup menatap mata perempuan itu.

Ia takut jika saja ia kembali luluh ketika menatap mata perempuan itu. Laki-laki itu membuka matanya, menatap kosong ke udara. Siapa sangka, laki-laki itu menangis. Kebodohan apa lagi yang sudah ia lakukan. Alfian tidak pernah menangis, terlebih karena seorang perempuan. Ia sudah mengambil langkah yang jauh. Tidak mungkin jika ia akan kembali. Atau mungkin saja?

Laki-laki itu mengusap air matanya cepat. Hatinya terluka, batinnya tersiksa. Air matanya kembali turun, semakin deras. Untuk yang pertama kali dalam hidupnya, ia menangis. Perempuan itu, yang seharusnya sekarang ini berada dalam pelukannya, tengah menangisi dirinya. Di bawah guyuran hujan yang semakin menderas.

Ingin rasanya Alfian berlari, kemudian merengkuh tubuh mungil perempuan itu. Namun ia tidak sanggup melakukannya. Ia sudah membuat keputusan yang terlampau sulit untuknya. Ia memilih pergi, meninggalkan perempuan yang mungkin sudah ia cintai.

"Maafkan aku, maafkan aku"

Laki-laki itu terus bergumam maaf. Sesekali menyeka air matanya sendiri. Sejak kapan Alfian secengeng ini. Laki-laki itu limbung, jatuh terperosot di antara rerumputan. Ia memegangi kepalanya, meremas keras-keras rambutnya yang sudah basah. Bahunya bergetar hebat. Ia benar-benar menangis. Apa lagi setelah ini? Laki-laki itu terus bertanya pada dirinya sendiri.

Ingin rasanya laki-laki itu berteriak, menyerukan nama Raina. Namun apa daya dirinya yang kini hanya bisa menangis. Menanti penyesalan terbesar dalam hidupnya. Sudah sejauh ini, dan dengan begitu mudahnya ia pergi. Tidak, tidak seperti itu. Ini bukan kemauan Alfian. Namun ia terlanjur berucap janji.

Laki-laki itu tidak pernah mengingkari janji sekecil apapun yang pernah ia katakan. Hari ini, hari dimana ia sudah kehilangan kebahagiannya. Akhir yang ia bayangkan manis, berakhir sudah. Laki-laki itu kembali berdiri. Kemudian pergi, melangkah dengan berat hati.

Aku mohon, berbahagialah setelah ini. Gumam Alfian dalam hati. Laki-laki itu terus melangkah, menjauh pergi. Menjauh dari Raina, menghilang dari pandangan perempuan itu.

Laki-laki itu tidak perduli lagi, ia terus berjalan di bawah guyuran air hujan. Bukankah Raina juga sama? Ia tengah menangis di bawah guyuran hujan hari ini? Bahkan laki-laki itu masih menangis. Setidaknya hujan menyamarkan tangisannya. Ia tidak menangis terisak, namun air matanya cukup menggambarkan seberapa terlukanya laki-laki itu.

Alfian tau, setelah hari ini. Ia tidak akan bisa lagi melihat perempuan itu tertawa karenanya. Alfian tau, ia tidak akan lagi bisa menculik paksa perempuan itu. Alfian tau, motornya tak akan lagi membawa perempuan itu pergi. Alfian tau, tidak akan ada lagi perempuan yang mengajaknya makan bakso ketika hujan turun.

Laki-laki itu kembali menangis. Raina tidak akan tau, seberapa remuknya ia, seberapa hancurnya ia. Alfian, laki-laki itu sama hancurnya. Ia tidak mampu lagi berpikir jernih. Ia hanya terus berjalan tanpa arah. Entah sudah sampai mana ia sekarang, yang jelas ia sudah tidak lagi berada di sekolahnya.

Sebentar lagi, laki-laki itu benar-benar akan pergi. Bukan hanya meninggalkan sekolahnya, ia juga akan meninggalkan Raina, meninggalkan semua kenangannya. Sekolah itu terlampau banyak memberinya kenangan. Laki-laki itu mengingat dengan jelas pertemuan pertamanya dengan Raina. Kala itu, perempuan itu bahkan tidak menatapnya.

Rain-a.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang