BAB 20 - Damon Swagata

311 48 0
                                    

Menit demi menit terus berlalu. Raina masih belum kehilangan senyumnya. Bahkan ia masih saja terus tersenyum sepanjang hari ini. 20 menit lagi, bel pulang sekolah akan berbunyi. Sesekali Raina melirikan matanya ke arah jam dinding yang menggantung di tembok belakangnya.

Ia kembali mengingat percakapannya dengan Alfian saat masih berada di warung kopi milik bi Uti tadi.

"Re.."

"Iya Yan?"

"Jangan bilang ke aku kalau ada orang yang nyakitin kamu ya. Apa lagi bikin kamu nangis"

"Kenapa?"

"Karena aku bakal pastiin dia nggak bisa ketemu kamu lagi"

"Iyaa.."

Raina kembali tersenyum. Betapa tidak sabarannya ia untuk segera keluar dari kelasnya hari ini. Ia ingin menemui Alfian lagi. Rasanya belum cukup setengah hari ini ia menjumpai Alfian. Hanya beberapa menit, tetapi sering. Namun itu tetap tidak cukup untuknya.

Selamanya adalah waktu yang lama. Namun Raina tidak keberatan jika ia harus menghabiskan seluruh waktunya hanya untuk bersama Alfian. Meskipun terkadang ia tetap merasa ada yang kurang, mengingat ia dan Alfian tidak memiliki status yang jelas.

15 menit berlalu begitu cepat hanya untuk memikirkan Alfian. Raina menengokkan wajahnya, menatap kaca jendela yang tadi pagi sempat membuat kelasnya heboh karena ulah Alfian.

Tanpa ia sadari, ia kembali tersenyum mengingatnya. Meskipun jelas tulisan itu sudah menghilang, bahkan tulisan itu sudah menghilang sejak ia melambaikan tangannya pada Alfian pagi tadi. Itu hanya tulisan tangan Alfian, yang ia tuliskan di atas kaca yang mengembun.

5 menit kemudian, akhirnya bel pulang sekolah berbunyi. Raina membereskan semua alat tulis yang ada di mejanya. Setelah ia memastikan barangnya tidak ada yang tertinggal, Raina melangkahkan kaki meninggalkan kelasnya.

"Balik duluan ya Tan" serunya

"Iya. Hati-hati lo"

"Siap grak"

Hanya Tania. Raina tidak perlu berpamitan kepada yang lain. Apa lagi kepada Galang dan Afid. Mereka sudah pergi meninggalkan kelasnya sejak jam 10 tadi, dengan alasan Galang kembali sakit.

Raina tidak banyak bertanya saat Galang hendak meninggalkan kelas tadi pagi. Ia tidak merasa ada sesuatu yang terjadi pada Galang. Yang ia tau hanya Galang kembali sakit, sama seperti beberapa hari yang lalu.

Meskipun Tania sempat berkata jika Galang tidak benar-benar sakit, Raina tetap tidak bergeming, seolah tidak perduli. Tania juga sempat berpendapat jika Galang tidak menyukai Alfian yang dekat dengan Raina, dan lagi, Raina tidak perduli, ia hanya mengiyakan semua perkataan Tania. Tania juga menambahkan, jika ia menduga Galang menyukai Raina.

Raina memang tidak begitu perduli dengan Galang. Sekalipun perkataan Tania benar, ia tetap tidak perduli. Raina hanya belum tau jika esok, Galang yang akan berusaha membantunya menyembuhkan lukanya.

Raina terus melangkahkan kakinya. Sekuat apapun ia berusaha untuk tidak memikirkan perkataan Tania tadi, nyatanya ia tidak bisa. Ia tidak bisa mengelak jika ia sedang memikirkan Galang saat ini. Tidak seperti saat ia memikirkan Alfian memang, namun tetap saja, Raina tidak bisa untuk tidak memikirkan laki-laki itu.

Raina masih saja terus berjalan. Ia memang tidak membawa motornya hari ini. Sejak tadi ia memang ingin segera pulang karena ia ingin Alfian mengantarnya pulang. Namun bukannya mencari Alfian, Raina justru sibuk memikirkan Galang.

Hingga akhirnya Raina menghentikan langkahnya ketika ia memasuki halaman warung kopi milik bi Uti. Entah apa yang membawanya kemari, mungkin tidak apa-apa menanti Alfian disini saja. Toh pasti Alfian mencarinya.

Rain-a.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang