Arrows To Athens - Used To Be
***
Tidak berselang lama, teman-teman Alfian langsung pamit undur diri, begitu pun dengan Dimas. "Gue ke kelas dulu." seru Dimas kepada Alfian.
"Ra." panggil Dimas, laki-laki itu menyempatkan diri menyapa Raina saat laki-laki itu sampai di hadapan perempuan itu. Raina hanya tersenyum.
Perempuan itu masih terus memandangi laki-laki yang duduk tidak jauh dari tempatnya berdiri. Ada rasa sakit dalam benaknya ketika menatap laki-laki yang sudah lama tidak ia jumpai itu. Mendengar suaranya pun kini hampir tidak pernah.
"Ngapain di situ, sini." panggil Alfian datar, bahkan laki-laki itu tidak tersenyum sama sekali. Namun cukup untuk menggetarkan hati Raina.
Raina menganggukan kepala, dan langsung duduk di sebelah Alfian. Perempuan itu memberikan jarak yang tidak terlalu jauh dengan Alfian, namun tidak bisa di bilang cukup dekat juga. Perempuan itu menaruh kedua tangan di pangkuannya, sembari terus memainkan jemarinya, pandangannya menunduk, perempuan itu juga terus menggigiti bibirnya sendiri.
Lama mereka saling diam, tidak ada satupun yang membuka suara. Sesekali Raina melirik ke arah Alfian yang terlihat biasa saja, dengan banyak luka lebam di sekujur wajah dan tubuhnya. Ingin sekali perempuan itu menyentuhnya, namun ia tidak cukup mampu untuk melakukannya.
Alfian masih saja sama seperti terakhir kali mereka bertemu. Laki-laki itu terus bersikap dingin di hadapannya. Seolah tidak ingin Raina terus berada di sampingnya.
Lima belas menit berlalu, hanya keheningan yang menyelimuti mereka. Hingga tiba-tiba Alfian berdiri. Membuat Raina langsung menatap ke arahnya.
"Kalau nggak ada yang mau lo omongin, gue mau balik." ujar Alfian tanpa menghadap Raina, laki-laki itu langsung melangkah pergi.
"Ma-af." lirih Raina, perempuan itu menundukan kepalanya dalam-dalam, siapapun yang mendengarnya pasti tahu jika perempuan itu tengah menahan tangis.
Alfian langsung menghentikan langkahnya. Laki-laki itu menghela napas panjang.
"It's okay. Ini juga bukan salah lo." ujar Alfian tanpa balik menatap Raina.
Sakit. Hatinya sangat sakit, ingin rasanya Alfian berbalik, kemudian merengkuh tubuh mungil Raina. Alfian tidak suka melihat perempuan menangis, terlebih perempuan itu adalah Raina. Perempuan yang sebelumnya singgah di hatinya. Ah, bahkan sampai sekarang perempuan itu masih singgah di hatinya.
Perempuan itu langsung mengangkat kepalanya, menatap punggung Alfian yang sedang berdiri tegak di gawang pintu warung milik bi Uti. Tanpa dapat ia hentikan, air mata perempuan itu perlahan menetes membasahi pipinya. Ia merasa sangat sakit hari ini, sakit yang teramat dalam.
"Gue balik dulu." Alfian kembali berujar. Tanpa berkata banyak lagi, laki-laki itu langsung bergegas pergi.
Meninggalkan perempuan yang tengah menangis itu, beruntung bi Uti tengah di belakang. Sehingga ia tidak perlu menutupi tangisannya. Perempuan itu masih berada di tempatnya semula, hingga suara mobil Alfian menghilang dari tempatnya sekarang ini.
Perempuan itu langsung berdiri, sembari terus menyeka air matanya. Tanpa aba-aba, perempuan itu berlari dari dalam warung bi Uti. Benar saja, tidak berselang lama, hujan langsung turun. Mengguyur semua makhluk yang berada di bawah naungannya. Perempuan itu membiarkan tubuhnya basah di guyur hujan.
Tanpa dapat ia hentikan, air matanya terus turun, bersamaan dengan air hujan yang membasahi tubuhnya.
Bahkan ia tidak memperdulikan keadaannya yang baru saja sembuh. Sembari terus menangis, perempuan itu merengkuh tubuhnya sendiri dan terus berjalan. Ini sungguh menyakitkan, saat ia melihat laki-laki yang amat sangat ia sayangi mengacuhkan dan membuangnya begitu saja.
