Media : Rain Is Falling Remix (Bgm) - Zeyun
***
"Jika aku boleh bertanya, dimanakah letak salahku. Biar aku mengurusnya, asal kamu tetap tinggal."
(Raina)
-oOo-
Tepat setelah Alfian menyelesaikan kalimatnya, perempuan yang tadinya berusaha mati-matian menahan tangisnya itu membiarkan air matanya mengalir. Hati kecilnya berucap maaf, dulu ia pernah berjanji tidak akan menangis, namun hari ini perempuan itu tidak sanggup lagi menanggung janjinya sendiri.
Untuk yang pertama kali dalam hidupnya, perempuan itu berharap agar hujan tidak turun lagi. Namun apa dayanya yang hanya manusia biasa, alam tentunya lebih berkuasa sekalipun perempuan itu menjerit memohon. Hujan turun begitu derasnya, perempuan itu masih tetap duduk sembari menangis tersedu. Lagi, langit ikut menangis bersamanya. Dan kali ini, mungkin Alfian benar-benar pergi.
Laki-laki itu sudah tidak terlihat lagi, mungkin ia sudah berlalu hari ini, mungkin juga hingga hari-hari berikutnya. Air mata perempuan itu hanyut bersama hujan yang semakin menderas. Kenapa harus sesakit ini rasanya kehilangan. Perempuan itu bahkan mengabaikan tubuhnya yang sudah basah kuyup, tangan kecilnya meremas kuat seragam yang masih ia kenakan. Dinginnya hujan kali ini tidak terasa olehnya, tidak ada yang lebih menyakitkan lagi dalam dirinya, selain luka dalam hatinya.
Perempuan itu masih terus mengigit bibirnya dalam, bahkan ia menghiraukan bibirnya yang tergores giginya sendiri. Perempuan itu memeluk tubuhnya sendiri. Terlalu cepat, ini terlalu cepat berlalu. Ia ingin berteriak, namun suaranya tercekat. Ia tidak cukup mampu untuk bersuara lagi, kenapa harus seperti ini. Kenapa harus terluka seperti ini. Tidak adakah cara yang lebih baik lagi untuk mengucapkan selamat tinggal. Perpisahan..apakah selalu sesakit ini?
Jadi untuk apa dipertemukan dengan cara yang manis jika harus berpisah dengan cara yang pahit. Raina tidak sekalipun menyesal mengenal Alfian, ia hanya kecewa, kenapa harus sejauh ini jika pada akhirnya ia hanya akan di tinggalkan seperti ini. Untuk apa Alfian pernah menciumnya jika mereka hanyalah teman. Bukankah tidak adil baginya? Tetapi kenapa dulu ia bahagia sekali ketika Alfian melakukannya. Perempuan itu kembali menangis tersedu.
Entah sudah berapa lama perempuan itu terus menangis di bawah guyuran hujan. Air matanya terus menetes tiada henti. Perempuan itu berdiri lesu, mendekap tubuhnya dengan kedua tangannya. Perlahan ia melangkah, meninggalkan tempat terakhirnya duduk berdua bersama Alfian di sekolahnya. Ya, kali terakhirnya.
***
Bara masih terfokus dengan televisi di depannya, laki-laki itu bukan sedang menonton televisi, melainkan tengah bermain PS dengan serius. Sayup-sayup ia mendengar langkah kaki dari luar, hujan masih turun, itulah kenapa ia lebih memilih bermain PS dirumah dibandingkan bermain di luar.
"Baru balik lo?" tanya Bara tanpa sedikitpun meninggalkan layar televisinya.
Tidak ada jawaban. Langkah kaki itu berhenti sejenak, kemudian kembali berjalan pelan.
"Gue laper deh, lo masak ya!" ia kembali berucap. Lagi-lagi, tidak ada jawaban.
"Ra lo dengerin gue apa eng..." kata-katanya berhenti, bersamaan dengan tubuhnya yang berbalik menghadap kakak perempuannya yang sudah menaiki tiga anak tangga. Laki-laki itu jelas terkejut.
"Teh...are you okay?"
Perempuan itu berhenti tepat ketika kakinya melangkah naik di anak tangga ke-empat, kemudian menolehkan kepalanya ke arah Bara. "I'm fine."
![](https://img.wattpad.com/cover/83483856-288-k118486.jpg)