1

638 18 0
                                    


Bel istirahat berbunyi.

"Ayo Dev ke kantin, kita harus makan sebelum kita mengadapi miss pesimis nanti. Ayo cepat!"

"By, tidak boleh berkata seperti itu. Kau harus menghormatinya."

"Iya iya. Aku tau kalau dia penggemar terkasihmu."

"Jangan memulai, By." Devan menatapku tajam.

Alexander Devan atau Dev, Sahabatku. Teman masa kecilku yang lucu. Tapi sekarang dia sudah besar. Dan kalian tahu, dia memiliki banyak penggemar padahal dia bukan artis ternama. Kadang aku merasa kasihan pada penggemarnya karena Dev adalah laki-laki yang angkuh dan sombong. Dia hanya mau berteman dengan orang-orang dari kalangan atas, padahal aku dari kelas menengah.

Dia memang kaya, dan aku ingin sekali membuatnya jatuh miskin sewaktu dia menghina orang.

Oh, aku Feby Montesa Vealliu. Aku sahabatnya si orang sombong itu.

"Yahh, kamu sih kelamaan. Semua meja sudah terisi semua." Aku memasang muka cemberut.

Dev menarik tanganku ke arah komunitasnya, komunitas orang kaya.

"Hai Dev! Kau ingin bergabung?" Dilla, gadis cantik dengan seragam ketat dan rok pendek lebih pendek dari standar peraturan mencoba mencari perhatian Dev.

"Ya, kami ingin bergabung."

"Dengan senang hati. Duduklah." Dilla menatap Dev terpesona.

Feby dan Dev duduk di bangku yang kosong. Dilla melirik Feby sinis.
Ia tau Dilla tidak menyukainya, apalagi seperti sekarang ini. Tapi sayang, Dev tidak menyukai Dilla, bukan seleranya.

" kau ingin pesan apa, Dev?" Kafka teman orang kayanya Dev menawarkan.

"Bagaimana kalau pizza dengan lumuran keju dan topping daging cincang diatasnya? Pasti lezat." Fino, si orang kaya yang paling gemuk.

"Tidak, aku tidak mau. Nanti aku bisa gemuk dan berlemak sepertimu." Dilla protes.

"Kita selalu makan sayur, sayur dan sayur. Kau tau, jika kami mengikuti selera makanmu yang seperti itu, kami tidak akan bahagia. Kita mau makan apapun dengan lahap dan perasaan senang. Tapi saat kau ada disini, semua terasa hambar. Kami seperti seekor kambing yang disuguhi daun hijau."

"Oh, jadi kau mau bilang kalau aku seperti seorang penggembala, begitu? Berarti kau kerbaunya, kau tidak pantas menjadi kambing karena tubuhmu terlalu besar." Dilla menyilangkan kedua lengannya di dada.

"Kau memang penggembala yang-"

"kalian ingin makan atau berdebat?" potong Dev.

"Aku sudah lapar. Aku akan memesannya sendiri. Kalian buang waktu saja." kata Kafka sambil berdiri dari duduk tenangnya.

"Kita pesan sendiri saja, By." Dev menarik tangan Feby meninggalkan kantin.

-*-

"Kita makan dimana?"

"Taman belakang."

"Oke, ayo."

Kami duduk di dekat pohon besar. Bangku ini mengingatkanku pada awal masuk sekolah. Aku dan Dev sering kesini untuk mengerjakan tugas atau sekedar bersantai.

Disini sangat sejuk karena pohon-pohon rimbun yang mengelilinginya. Bagian yang paling kusenangi ketika musim panas. Pohon yang kering membuat daun-daun berjatuhan dengan indah.

"By? Kenapa?"

Astaga aku melamun.

Feby tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

Be Twice [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang