26

173 5 0
                                    

Dimas memencet bel pagar besi tinggi di depannya. Menunggu jawaban pemilik rumah untuk membukakan gerbang.
Interkom di hadapannya berbunyi, menanyakan identitas tamu.
Tak lama pagar besi itu terbuka lebar perlahan.
Dimas menjalankan mobil masuk ke pekarangan rumah besar di dalamnya. Tampak seorang penjaga rumah dan tukang kebun sedang memotong rumput di halaman, menyapanya. Ia mematikan mesin mobilnya di samping mobil pemilik rumah.

Seorang wanita cantik keluar dari dalam rumah dan menyambutnya dengan senang.

"Om Dimas." Sapanya ceria.

"Apa kabar Nana? Dimana Maria?"

"Mama ada di dalam, Om. Ayo Om masuk."

Dimas membuka pintu belakang dan mengambil bingkisan.

"Ini, tolong Om bawain ke dalam."

"Siap Om ganteng." Nana membawa bingkisan yang diberikan oleh Dimas.

Sampai diruang tamu, Nana mempersilahkan Dimas untuk duduk dan mengambilkannya minum sambil menunggu Maria yang sedang menyuapi suaminya makan. Ayah Nana divonis stroke oleh dokter sejak tahun lalu.

Sambil menunggu, Dimas berpikir kembali rencana yang dibuatnya. Ia datang kesini bukan hanya untuk bertamu, tapi ia punya tujuan.

"Ini Om kopinya. Dijamin mantap." Seru Nana.

"Makasih Nana yang cantik." Dimas menggoda keponakan yang sebaya dengan putrinya itu.

"Ah Om bisa aja. Kan aku emang cantik. Malah lebih cantik dari anak Om." Kata Nana menyombongkan diri.

"Iya, tapi tidak lebih pintar dari anak Om." Dimas meledek.

"Ya ya ya terserah Om aja. Yang penting Nana lebih cantik dari Feby titik." Nana menyilangkan tangan didepan dada.

Sesaat kemudian Maria muncul dari tangga.

"Dimas? Udah lama?" Tanyanya.

"Udah, ka. Sejam yang lalu."

"Kok kamu tidak bilang sama mama, Na?" Raut wajah Maria kesal.

"Kan tadi mama lagi suapin papa diatas.  Lagian  juga Nana males nyamperinnya."

"Ih kamu ini bagaimana sih! Maaf ya Dimas. Nana memang sesuka hatinya."

"Gapapa, ka. Namanya juga anak-anak."

"Aku udah gede tau." Nana protes.

"Orang yang punya pemikiran dewasa ga seperti kamu."

"Tau ah mama ga pernah belain aku. Dasar orang tua." Nana langsung berlari menaiki tangga.

"Dasar anak kurang ajar. Tukang ambek. Adatnya jelek banget. Ga tahu mirip siapa." Maria bersungut-sungut.

"Sabar ka Maria, sabar." Dimas mengusap pundak kakaknya.

"Kamu ada apa datang kemari?"

"Gini kak, Dimas ada tugas di luar negeri dan pulangnya itu tidak pasti kapan. Jadi Dimas mau titip Feby disini. Hanya sampai lulus saja. Paling sebulan lagi, ka. Boleh ya?" Tanya Dimas sambil memelas.

"Kamu kan tau Nana tidak menyukai Feby, Dim. Mereka tidak akur."

"Tapi kan ka, aku tidak mungkin meninggalkan Feby seorang diri disini. Hanya sebulan kok. Nanti aku akan menjemputnya setelah upacara kelulusan."

"Kamu yakin?" tanya Maria ragu.

"Yaa mau bagaimana lagi, yang dekat dari sekolah hanya rumah ini. Tidak mungkin aku meminta tolong pada ayah, ka. Tolong ya ka, sekali aja." Dimas memelas.

Be Twice [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang