9

181 7 0
                                    


Yg di atas Cuma Ilustrasi lagu, orangnya bukan yaa..




Feby bersimpuh disamping salib besar yang bertuliskan nama Liana.

"Ibu, By akan menuruti keinginan ibu. Semuanya. Harapan dan cita-cita ibu untukku, semuanya, bu. Semuanya. Semoga ibu tenang disana. Aku sayang ibu. Aku sangat menyayangimu."

"Aku minta maaf telah membuat ibu seperti ini. Seandainya aku tidak pergi dan lebih memilih ibu, pasti ibu masih disini. By pasti masih bertemu dengan ibu.."

Dimas dan Liana berbeda agama sama seperti kakek Joe dan nenek Rahma. Feby lebih memilih ikut  ayahnya.

"Ibu, waktu dirumah sakit anak mantan bos ayah datang menjengukku dan meminta maaf padaku karena ayahnya yang menyuruhnya. Dia bilang ayanhya seorang pengecut, bukankah itu kurang ajar, bu? Oh iya, namanya Alva. Ku fikir dia bukan orang baik-baik karena dia banyak tatonya. Ternyata tidak, dia orang yang lebih baik dari ayahnya. Aku sudah memaafkannya, bu. Ibu juga kan?" Feby terisak.

Dev mengelus pundaknya. Ia sangat terpukul sekarang.

Setelah menangis cukup lama, ia  mencium papan berbentuk salib yang bertuliskan nama ibunya dan menaruh bunga yang dibelinya.

Bunga mawar putih kesukaan ibu.

-*-

Dev membukakan pintu mobil  untuknya. Sebelum masuk ke mobil, ia melihat makam ibunya lagi. Ia seperti melihat ibunya sedang berdiri di dekat makam sambil tersenyum ke arah mereka.

"By? Masuk."

Feby menoleh ke arah Dev dan melihat lagi ke arah makam Liana, tapi tidak ada siapapun disana.

Mungkin rasa bersalah dan rindu yang membuatku membayangkan ibu disana.

Feby masuk ke dalam mobil.
Ia melihat makam ibunya lagi lewat kaca depan.

Sampai jumpa, ibu..

-*-

Tok tok tok

"Sayang, bangun. Sudah pagi, nanti kamu terlambat ke sekolahnya."

Feby berlari ke arah pintu kamar dan membukanya.

"Eh, kamu udah rapi? Tante kira kamu belum bangun, By."

"Aku udah bangun daritadi, tante." Nesa tersenyum lembut.

"Karena kamu sudah bangun, tante mau ke kamar Dev dulu. Dia pasti belum bangun. Nanti sarapannya bareng ya dibawah."

"Iya, tante."

Nesa mengusap pundaknya sayang sebelum berlalu ke kamar Dev yang ada di ujung lantai dua.

Ini rumah Dev yang ada di Jakarta. Rumah? Ini bukan rumah tapi lebih tepatnya mansion. Mansion keluarga Alexander. Entah ada berapa tempat tinggal yang keluarga Dev miliki.
Pasti luas, megah, dan mewah.
Pantas si Dev memiliki kesombongan dan sikap angkuh. Tapi tetap saja ia tidak suka sikap Dev itu.

Kemarin setelah pulang dari makam, Dev mengajak Feby ke rumahnya. Ia disambut pelukan hangat Nesa dan David. Nesa memaksanya untuk tinggal, tapi ia menolak dengan halus.

Nesa memasang wajah sedih, Feby yang melihat jadi tidak tega. Akhirnya ia bilang iya, dan diberi kamar tamu yang sudah disiapkan untuknya sebagai kamar pribadi selama disana.

Mereka baik sekali. Ia merasa sangat disayang. David juga mengajaknya mengobrol santai di tepi kolam ikan belakang mansion.

Nesa juga menceritakan tentang Dev. Ternyata benar, Dev pernah mengalami kecelakaan saat usianya 7 tahun, kecelakaan mobil. Dev sempat dirawat tiga bulan penuh karena lukanya cukup serius.Pantas saja ia tidak tahu karena mereka belum saling kenal.

Feby juga sempat pulang ke rumahnya. Disana semua kerabat, saudara ayahnya dan ibunya berkumpul. Mereka menatapnya kasihan. Ia hanya tersenyum lemah ke arah mereka sebagai ungkapan 'aku baik-baik saja'.

Disana juga ada Nana. Ia duduk di sampingnya dan menyapa, tapi Nana hanya mendengus malas. Mungkin dia belum memaafkannya.

Menghela napas berat.

Feby mengambil tas sekolah, handphone, dan laptop. Pintu kamar diketuk kebeberapa kali ketika ia sedang memakai sepatu.

"By?" Dev memanggil dari balik pintu.

"Iya, Dev masuk saja. Tidak di kunci kok."

Dev berdiri disampingnya, membenarkan rambut.

"Kamu udah ganteng kok."

"Akhirnya mengakui juga." Dev memainkan alisnya.

Feby berdiri dari duduknya dan menaruh kedua tangan dipinggang.

"Kamu juga menyebalkan."

"Ingat kejadian waktu itu, By?"

"Apa?"

"Di kamar, waktu itu kita.."

Perasaannya mulai tidak enak, ia menatap Dev dengan waspada.

"Kita ber-"

"Larii!" Feby berteriak memotong kata-kata Dev. Ia lari keluar dari kamar.

Feby berhenti diujung tangga. Dari jauh ia dengar Dev tertawa terbahak-bahak. Dev berjalan ke arahnya.

"Kamu ngapain lari?"

"Aku mau bilang kalau waktu itu kita di kamar bernyanyi untuk diupload ke Youtube. Ingat kan? Kamu malah lari. Hahaha.."

"Ooh.. Aku kira kamu mau ngomong waktu itu kita.. di kamar.. di rumah kakek Joe.. kita.. kita.." Feby malu juga gugup karena salah mengartikan.

"Hahaha kamu mesum juga ya."

"Ih, siapa yang mesum? Enak aja. Kamu tuh yang mesum!"

"Yang ngebayangin hal kotor siapa?" Dev menggodanya.

"Dev, Feby, ayo turun. Sarapannya sudah siap." Nesa memanggil dari bawah tangga.

"Iya, ma. Ayo, By." Dev menarik tangannya.

Feby di belakangnya memasang wajah sebal.

"Selamat pagi, Tuan muda." Ucap Sam.

Dev hanya melewatinya, cuek.

"Kamu tidak sopan! Bapak itu lebih tua dari kamu. Seharusnya kamu lebih sopan membalas sapaannya, Dev."

"Dia cuma pelayan, By."

"Tapi dia jauh lebih tua dari kamu, Dev!"

Dev menggembungkan pipinya.

















-09 Mei 2017-

Be Twice [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang