8

207 7 0
                                    


"Saya nikahkan dan kawinkan kamu Dimas Prayoga dengan Liana Cristyna Hutagalung dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai."

"Saya terima nikah dan kawinnya Liana Cristyna Hutagalung dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai."

"Sah? Sah. Alhamdulillah."

"Selamat atas pernikahan kalian semoga menjadi keluarga sakinah mawadah warohma dan segera diberi momongan sama Allah. Amin."
Doa mama untukku dan Liana.

"Makasih, ma."

"Iya, jadi istri yang solehah dan nurut sama suami. Jangan membantah kecuali dia salah. Mama berharap kamu bisa mengerti Dimas, Li. Mama turut senang atas kebahagiaan kamu."

"Iya, ma. Terimakasih banyak untuk semuanya. Liana akan mengikuti nasihat mama."
Liana tersenyum bahagia.

Mama tersenyum padaku dan istriku, Liana. Istriku mencintai dan aku mencintainya.

Awal pacaran, mama menentang hubungan kami karena Liana sudah diikat dengan orang lain. Liana menangis dan pergi karena merasa ditolak mentah-mentah.

Ku fikir hubungan kami sudah berakhir, tetapi saat bulan puasa, Liana datang ke rumah orang tuaku bertemu dengan ayah.

Liana mengatakan maksud dan tujuannya. Dia kabur dari rumah karena lebih memilih untuk bersama denganku.

Orang tua Liana awalnya tidak setuju dengan pilihan anaknya, tetapi Liana terus meminta dan memaksa.
Samuel, Ayah Liana, tidak senang.

Tapi dihari pernikahan kami, orang tua Liana datang dengan wajah bahagia mereka. Itu berarti mereka telah merestui putri kedua mereka untukku.

Aku sangat bahagia.

Anugrah Allah itu adalah Liana, istriku.

-*-

"Dimas, bangun! Dimas!"

"Ayah?"

"Iya, ini ayah. Memangnya siapa lagi?"
Kakek Joe bertolak pinggang.

Dimas melihat sekelilingnya, ternyata masih di rumah sakit.

"Kau belum makan. Mari kita ke kafetaria."

"Apa anakku sudah sadar, ayah?"

"Belum, dokter bilang Feby mengalami shock dan jiwanya terguncang." jelas kakek Joe prihatin.

"Ya Allah, ampunilah aku. Ini pasti salahku, ayah. Feby pernah melihat aku bertengkar dengan Liana didapur waktu itu." Dimas mengusap seluruh wajahnya.

"Semua sudah terjadi, nak. Jangan menyesalinya, itu hal yang percuma. Berdoa pada Tuhan. Semoga Feby cepat pulih." kakek Joe menepuk pundak anaknya dan tersenyum bijak.

"Terimakasih ayah, terimakasih banyak."

Dimas menitikkan air mata. Ia sangat terpukul atas apa yang menimpa istri dan anaknya.

Sedang hening, perut kakek Joe berbunyi terdengar nyaring.

"Suara apa itu, Ayah?" Dimas menahan tawa.

"Ah, kau sudah tau. Dari tadi aku mengajakmu untuk makan, kau malah menunda-nunda. Kau membuatku malu saja."
Dimas mengelap air matanya sambil tertawa.

"Dimas, jangan menertawakan ayah! Itu tidak sopan! Berhenti tertawa!" Dimas semakin terbahak, kakek Joe merasa malu karena omelannya tidak mempan.

"Ayah, Dimas sudah menjadi ayah. Dimas sudah tidak takut pada ayah. Ayolah ayah, kita sama-sama bergelar ayah. Jangan memarahiku lagi, yah." kata Dimas menepuk bahu ayahnya.

Be Twice [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang