24

158 4 0
                                    

"Tolong pengertiannya, pak. Saya sedang ada masalah sekarang.. tolonglah, pak.. baik-baik terima kasih atas pengertiannya, pak.. baik."

"Dimana kamu, nak?" Dimas mengusap wajahnya gusar.

Ini sudah larut malam.
Feby tidak pulang. Dimas sudah menghubungi teman-teman Feby. Hasilnya nihil. Tidak ada yang tahu.

Muncul  rasa bersalah di hatinya. Tidak seharusnya ia menampar dan emosi pada Feby.

"Sudah ketemu, Dim?"

Dimas mengangkat kepalanya.

"Belum, yah. Aku tidak tahu, dan tidak ada yang tahu dimana Feby."

"Sudah coba hubungi Devan?" Tanya kakek Joe.

"Tidak dapat dihubungi, yah." Dimas menatap lurus ke depan.

"Haah.. jika cucuku tidak ditemukan, maka kita harus melaporkan ke polisi. Semoga Tuhan melindungi cucuku."

Dimas menyenderkan tubuhnya di sofa. Masalahnya bertambah lagi.
Dimulai dengan Liana, kemudian pekerjaan yang mengharuskan untuk secepatnya ke Kanada, juga putrinya.

Awalnya Dimas tidak percaya dengan perkataan Yulia, tapi pelayan mansion David membenarkan perkataan Yulia. Hatinya mencelos. Yulia terlihat sangat membenci putrinya.

"Dimana kamu, By? Ayah menyesal. Pulang, nak. Pulang." Dimas berkata lirih.

"Dimas? Ada telpon untukmu."

Kakek Joe memberikan telpon rumah pada anaknya.
Dimas melihat ayahnya, kakek Joe hanya mengangkat bahunya.

"Halo?"

"Dimas, ini Alva. Anak Fredi."

"Oh, ada apa?"

"Feby ada di rumah saya. Tadi saya menemukannya di taman kota, dia tidak mau pulang. Jadi saya membawanya ke rumah. Gapapa kan?"

Dimas bernafas lega. Setidaknya dia sudah tahu putrinya ada dimana.

"Saya titip putri saya. Tolong jaga dia, Alva. Terima kasih banyak untuk bantuannya."

"Nope."

Tut..Tut..

Kakek Joe melihat Dimas penasaran.

"Feby di rumah Fredi, yah. Dia menginap disana. Besok aku akan menjemputnya."

"Kenapa tidak sekarang saja?" Tanyanya bingung.

"Feby pasti tidak mau bertemu denganku sekarang." Kakek Joe menepuk pundak Dimas.

"Yasudah, ayah pulang dulu. Yang terpenting Feby sudah ketemu."

"Sudah larut, yah. Menginap saja. Aku tidak mau mengantar ayah. Aku lelah." Kakek Joe bertolak pinggang.

"Ayah, terimakasih." Dimas tersenyum penat.

"Sama-sama, nak." Kakek Joe ikut tersenyum.

-*-

Kemarin sore Dev tidak bisa ikut belajar kelompok, David memintanya untuk menjaga Yulia yang tiba-tiba sakit.

Dev merasa janggal juga kesal.

Sekarang kekesalannya bertambah pada neneknya. Ia dipaksa ikut ke acara temu kangen neneknya.

"Oh itu mereka. Hai Greta. Lama tidak jumpa." Yulia menyambut teman baiknya, cipika-cipiki.

"Lama juga tidak jumpa denganmu, Yulia. Oh siapa pria tampan disampingmu, Yulia?"

"Ini cucuku, Devan." Yulia menepuk pundak Dev.

"Siapa gadis cantik disampingmu, Greta? Perkenalkanlah dengan cucuku yang tampan ini." Yulia tersenyum menampilkan kerutan-kerutan samar di wajahnya.

"Dev, kenalkan ini cucuku, Sabrina." Ucap Greta sang pemilik restoran.

"Alexander Devan." Dev mengulurkan tangannya.

"Lady Sabrina." Sabrina membalas jabatan tangan Dev dengan malu-malu.

Gadis cantik itu terkesiap sesaat ketika Dev melepaskan jabatan tangan mereka.

"Dimana cucu yang mau kau jodohkan dengan cucuku, Greta?"
Seketika Dev merasa kaku.

"Dia sedang ke toilet. Sebentar lagi pasti selesai." Greta tersenyum.

"Apakah Meta masih menjadi model?" Yulia meminum teh yang sebelumnya sudah dipesankan Greta.

"Iya, masih. Terhitung sudah sepuluh tahun karir modelnya."

"Wah.. suatu hal yang membanggakan jika ia menjadi menantu dirumah Alexander." Dev melirik neneknya tajam.

"Nenek? Apakah kalian menunggu lama? Maaf tadi kunci pintu kamar mandinya macet."

Semua menoleh ke arah suara lembut wanita di belakang Dev.

Dev juga wanita cantik itu terkejut satu sama lain.

"Dev?"

Tatapan mata Dev yang sempat terkejut tadi berubah dingin.

"Apa kabar, Whitney?"

















-21 Agustus 2018-

Be Twice [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang