18

280 4 0
                                    


Keluarga Alexander tengah sarapan di pagi yang hening. Tanpa Devan yang tidak pulang semalam dan Feby yang memilih sarapan di kamar. Kecanggungan sangat kentara pagi itu. Sampai suara keramik yang pecah membuyarkan pikiran mereka karena terkejut. Semua menoleh ke arah asal suara, dari ruang tengah.

"Ada apa ini?" Yulia berteriak marah pada seorang pelayan.

"Maafkan saya Nyonya Alexander. Maafkan saya.. saya tidak sengaja menyenggolnya. Maaf." Ucap pelayan wanita ketakutan.

"Dasar tidak berguna. Bagaimana bisa Sam merekrut orang tidak becus seperti mu? Pergi!"
Pelayan itu berjalan terbirit-birit ketakutan oleh Yulia Alexander.

"Ma, sudahlah. Tidak masalah. Itu hanya pajangan saja. Tidak perlu diperpanjang." Kata David menghela ibunya ke ruang makan kembali.

"Tapi dia harus dipecat. Kalau besok aku masih melihat wajahnya, aku akan mengusirnya. Itu pajangan favorit ayahmu David."

"Ayah tidak akan marah, ma. Sudahlah."

Dengan sabar David mendengarkan Yulia yang sedang marah. Ibunya itu memang pemarah. Dari David masih kecil sampai sekarang, ibunya itu tidak berubah sama sekali.

Kemarin juga Yulia mengutarakan rencananya jika Feby benar-benar hamil anak Devan, ibunya akan mengaborsi janin bayi itu. David memang sempat terkejut dan istighfar mendengarnya, mengapa ibunya semakin tega? Padahal itu adalah dosa besar.
Setelah sadar dari kagetnya, dia memarahi ibunya. Tapi bukan Yulia kalau tidak egois. Dia adalah orang yang selalu mendapatkan apa yang ia mau. Walaupun itu dengan cara kotor sekalipun.

"Bagaimana dengan gadis itu, David?" Tanyanya dingin.

"Feby sudah sadar semalam, ma. Dia juga sudah sarapan."

"Kenapa dia tidak turun dan ikut sarapan? Apa dia malu karena kejadian kemarin?" Wajahnya terlihat angkuh tanpa senyum.

"Dia pasti yang menggoda cucuku dan dengan sengaja menjadikan ini kasus agar cucuku mau menikahinya dan dia akan mendapatkan apa yang dia mau, harta Alexander."

"Astaghfirullah mama. Kejam sekali mama berbicara seperti itu." Nesa merasa tidak percaya atas ucapan ibu mertuanya. "Tidak seharusnya mama menilai Feby seperti itu, ma. Feby gadis baik-baik. Kami mengenalnya sejak dia masih kecil. Tolong jangan menilai buruk dirinya, ma. Nesa mohon."

"Kau tidak seharusnya membela gadis itu, Nesa! Seharusnya kamu mendukung ibu mertuamu. Jangan sampai aku menyesal pernah menikahkanmu dengan putraku-"

Prangg.

Gelas kaca Nesa dibanting kuat-kuat oleh David. Semua orang diruang makan kaget atas tindakan David.

Jihan yang sedang menyuap nasi gorengnya melotot kaget saat wajahnya terciprat air hangat.
"Om-"

"Diam!" David berkata tegas saat keponakannya hendak protes. "Jangan pernah mengungkit masa lalu lagi. Jangan membuat aku membenci siapapun. Devan putraku yang bersalah atas kejadian semalam dan Nesa istri yang ku cinta. Ini rumahku. Siapapun yang mengganggu keluarga kecilku, akan ku usir dan jangan pernah berharap ku terima di rumah ini lagi. Siapapun itu, termasuk mama!" David berkata tegas.

Hening.

Wajah Yulia seketika merah padam. Ia malu dan merasa dihina oleh putranya sendiri.

'ini karena gadis sialan itu dan Nesa! Awas kalian.'

-*-

"Kamu sudah bangun, sayang?" Nesa tersenyum lembut saat melihat Feby berdiri di balkon kamar tamunya.

"Iya, Tante." Feby balas tersenyum.

"Ko Tante? Mulai sekarang panggil aku mama. Sebentar lagi aku akan menjadi ibu mertuamu ,Feby sayang."
Kedua pipi Feby memerah mendengar ucapan Tante Nesa.
"Hahaha.. kamu manis sekali. Pantas putraku mencintaimu. Dia sangat beruntung." Ucap Nesa dengan senyum yang semakin lebar.

Be Twice [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang