1.2 Kenangan dan Kehidupan

710 152 38
                                    

#12 Cioccolato Fondente
(Dark Chocolate)

⭕⭕⭕

"Jadi lo beneran temen kecil Michael?" tanyaku pada Valen sambil tetap sibuk memakan nasi gorengku.

"Iya." Valen menjawab singkat. Setelah aku desak, dia baru mau menceritakan kejadian yang sebenarnya setelah lumayan lama menyimpannya dariku.

"Ok..but you act like you don't know him?" tanyaku hati-hati.

Valen menaruh sendok dipinggir piringnya, "Ca, you're too naive. Hidup ini cuma ada dua pilihan, tentang sekarang dan masa depan. Enggak ada yang namanya masa lalu. Past is all a memories, apa yang lo harapin? Tentang gue dan Michael, itu cuma masa lalu. Dan untuk beberapa alasan, gue memutuskan untuk ngelupainnya."

"Segitunya, Val?" tanyaku heran. "Hidup itu emang fokusnya ke sekarang dan masa depan, Val. But there's always a room for memories. No matter what, memories are the things that keep us alive."

Valen diam saja. Aku tahu dia belum bisa menerima sanggahan yang aku berikan.

"Tapi, Ca, kalau suatu saat lo mengalami kejadian yang jelek, yang lo enggak suka, yang ngancurin lo, yang membuat lo jadi membenci sesuatu, apa lo mau kenangan itu tetap di diri lo? Selamanya?" tanyanya tiba-tiba. "Karena, Ca, enggak semua kenangan itu layak untuk terus dibiarin hidup di diri lo, mau lo inget sampe mati, gitu? Some memories are meant to forget, Ca."

Aku memilih untuk diam.

⭕⭕⭕


"Eh Ca, bagus yang mana?" Hari ini aku sedang menepati janjiku untuk menemani Kak Mali pergi ke mall.

"Aku lebih suka yang ini," balasku sambil menunjuk kemeja putih polos dengan patch dikantungnya.
"Iya sih, aku juga suka yang ini. Oke deh, aku ambil ya." ucap kak Mali sambil menuju ke kasir.

Setelah selesai membayar, kami segera keluar dari outlet pakaian tersebut. "Aku mau ke body shop sebentar, mau beli sabun cuci muka. Bisa enggak, kak?"

Kak Mali balas mengangguk. "Bisa lah. Ayo!"

Setiap aku membeli sabun cuci muka ini, aku jadi ingat Calum. Dia tidak pernah suka baunya saat ia harus memakainya ketika sedang di rumahku. Tapi, walau enggak suka baunya, Calum bilang tetap penting untuk menjaga kebersihan wajahnya. Terserah deh.

"Calum enggak suka bau sabun cuci muka ini," aku terkekeh kecil sambil membayar barang yang aku beli.

"Dia sih enggak suka semua kayaknya." Mali tertawa. "Makan dulu yuk? Laper, 'kan?"

⭕⭕⭕

"Calum itu cowok yang baik, Ca. Kalau sesuatu enggak penting, ya dia enggak bakal banyak omong. Pendiriannya kuat, terus orangnya enggak gampang nyerah walau agak sedikit keras kepala." Kak Mali tiba-tiba berceloteh sambil memakan ramennya. Aku yang bingung hanya bisa mendengarkannya saja.

"Ca..kalau ada apa-apa...jagain Calum terus ya? Aku tau dia sayang banget sama kamu. Kalau dia marah..kalau dia sendirian..kalau dia kesel, temenin ya, Ca?"

Perasaan ini, terlalu sulit untuk aku ungkapkan dalam kata-kata.

"Mau gelato, Ca?" tanya Kak Mali menawarkan. Aku menggeleng, "Kenyang kak."

Aku..entahlah, aku tidak mengerti alur cerita ini akan dibawa kemana. Tapi rasanya, kini aku menyesal menolak ajakan Kak Mali yang satu itu.

⭕⭕⭕

"Hujan, kak. Enggak mampir dulu?" tanyaku di mobil setelah kami sudah sampai di depan rumahku.

"Enggak usah, Ca. Buru-buru nih. Makasih banget udah nemenin aku lho." Kak Mali tersenyum hangat. "Eh Ca, aku punya dua gelang lokai nih, satu buat kamu deh. Untuk kenang-kenangan." Katanya masih sambil tersenyum.

Aku meraihnya, ragu. "Beneran nih?" Kak Mali mengangguk. "Duluan ya, Ca. Masih ada urusan, nih. Salam buat mama papa, ya. Doain aku ya Ca, biar cepet selesai." Ia menyerahkan payung putihnya. "Pake aja biar enggak kehujanan."

Aku menerima dengan senang hati, "Makasih kak, aku balikin ke Calum nanti. Beneran enggak mampir nih? Hujannya deres loh, kak." Aku bersiap-siap turun dari mobil.

"Enggak usah. Buru-buru nih." Ia menggeleng sambil tersenyum.

Setelah aku berada di luar mobilnya, Kak Mali memanggilku lagi. "Ca...tolong sampein ke Calum aku sayang dia, ya?"

Walaupun bingung, aku mengangguk. Kalimat Kak Mali barusan seperti menyimpan sesuatu yang tidak aku mengerti. Kenapa ia tidak bilang langsung ke Calum? Malu? Dan kenapa juga ia terdengar begitu buru-buru?

Tunggu, rasanya aku jadi semakin bingung cerita ini akan dibawa kemana.

⭕⭕⭕

Perasaanku berkecamuk. Semuanya menjadi satu. Sebagai penyuka hujan, aku hanya pernah menangis sekali ketika hujan datang, yaitu ketika Bunny, kelinci kesayanganku mati karena kehujanan.

Sore ini, dengan derasnya hujan yang mengguyur Jakarta, aku tidak memiliki keinginan untuk menunggunya usai kemudian melihat pelangi. Aku juga tiba-tiba tidak ingin mencium wangi petrikor; wangi perpaduan tanah dan air yang selalu aku nantikan.

Hujan sore ini berbeda. Rasanya seperti aku tidak akan pernah melihat pelangi.

Karena detik ini, di sana, mungkin kebahagian seseorang sudah dengan sempurna terampas.

Karena detik ini, di sana, mungkin sosok yang sering disebut dengan El Maut sedang melaksanakan tugasnya.

Dan karena detik ini, di sini, aku hanya ingin diam dan ikut hanyut bersama rintikan hujan.

Mungkin Valen benar, ada beberapa kenangan yang ditakdirkan untuk tidak diingat. Seperti dark chocolate. Kesannya gelap dan suram. Tentang bagaimana rasanya, aku tidak peduli.

Dan detik berikutnya, yang aku tahu aku merasa bersalah.

⭕⭕⭕

Makasih banyak buat 2K views nya!! Makasih buat yang udah rajin ngevotes and comments dari awal sampe sekarang. Makasih buat yang rajin minta update, sayang banget sama kalian!

Gue enggak pake edit-edit lagi, besok deh gue editnya haha

Btw, rekomen lagu enak and film or novel yang seru dong! Komen ya hehe

Dan jreng jreng..sekalinya update langsung kayak gini ya..jreng jreng jreng

PLEASE DON'T BLAME ME BYE.









Gelato // [cth] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang