1.9 Calum dan Vanila

591 120 30
                                    

#19 - Black Walnut

⭕⭕⭕

My life is chaos.

Semenjak satu hari bersama Luke di Dufan, dimana sudah satu bulan sejak peristiwa itu berlalu, kami menjadi jarang bertemu dan berbicara. Singkatnya, aku, lagi-lagi, memberi jarak kepada seseorang.

Ditambah, sekarang sudah bulan Juni yang artinya aku akan menjadi murid kelas tiga dalam waktu dekat.

Wow. Amazing.

Yang biasanya hari Sabtu libur, nanti malah dijadikan hari bagi murid kelas 12 untuk bimbel tambahan. Dibanding membicarakan gosip-gosip murahan, aku dan teman-temanku kini lebih sering membahas tentang universitas, fakultas, bimbel sana-sini, dan segala macamnya.

Aku, being the only child in the family, tentu orangtuaku terobsesi untuk menyekolahkanku di fakultas Kedokteran. Dan aku sendiri juga tidak masalah jika harus berjuang mati-matian agar bisa masuk fakultas (yang dinilai) paling baik dan menjanjikan itu. Maksudku, aku memang bercita-cita untuk menjadi dokter, jadi aku tidak keberatan.

Ngomong-ngomong, ada rasa baru di Your Gelato yang sangat ingin aku coba. Dan karena alasan itu, akhirnya ( setelah melalui perdebatan panjang dengan diriku sendiri ) aku memutuskan untuk kesini, ke Your Gelato.

"Black Walnut sama apa, ya..." aku berpikir sebentar. "Yang enak sama apa ya, mbak?" tanyaku akhirnya, meminta rekomendasi.

"Vanila."

Aku kaget ketika yang menjawab bukan suara perempuan, melainkan suara seseorang lelaki yang kukenal dengan baik.

"Rasa gurihnya walnut bakal pas kalau dicampur sama rasa yang manis, tapi nggak berlebihan kayak Vanila." aku menatap lelaki itu dengan tatapan kaget, sementara lelaki itu, Calum, tersenyum kepadaku. "Thought you're the gelato expert, Cherie."

Aku buru-buru memalingkan pandanganku ke mbak-mbak yang tadi kutanyai. Mbak itu tersenyum sambil berucap, "Iya. Sama Vanila enak kok, mbak. Gimana?"

"Oh..o-oke deh, Vanila kalau gitu," ujarku tergagap.

"Saya juga 2 scoops, mbak. Pakai cone dan rasanya sama kayak dia," tambah Calum sambil masih tersenyum.

"Oke. Pembayarannya mau dijadikan satu atau dipisah, kak?" tanya mbak itu lagi.

Sebelum aku sempat menjawab, Calum sudah duluan mendahului, "Dijadikan satu saja, mbak."

⭕⭕⭕

"Berapa tadi?" tanyaku ketika kami berdua sudah duduk di kursi yang menghadap jendela dengan masing-masing gelato di tangan. "35 nggak, sih?" aku mengeluarkan satu lembar uang dari kantong jeansku.

Tapi Calum malah tertawa sambil menggelengkan kepalanya. "Mana mau gue nerima duit yang lo taro di kantong celana bagian pantat lo? Ew."

Aku melongo. Lah mantan satu ini. "Okay, okay. Lo yang nraktir, gue ngerti." balasku sambil tertawa. "Ngapain lo disini?"

"Emang nggak boleh?" Calum balik bertanya. "Terakhir gue cek, yang punya cafe ini bukan lo, deh."

Gelato // [cth] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang