15: Late Night Thoughts

2.7K 556 37
                                    

15

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

15

Setiap manusia mungkin pernah ngerasain berada di state di mana bahagia dan khawatir di saat yang bersamaan.

Seperti pas hari terakhir ujian, bahagia karena berhasil ngelewatin rentetan hari tempur yang melelahkan sekaligus khawatir dengan hasil-hasilnya.

Atau saat akhirnya berhasil mendapatkan ptn favorit di luar provinsi namun itu juga berarti harus tinggal jauh dari keluarga.

Udah hampir dua minggu sejak pendaftaran snmptn ditutup, lebih dari dua minggu sejak Jaehyun nyatain keputusan untuk tetap tinggal di tanah air, baik nanti keterima jalur undangan atau enggak.

Di saat yang sama juga gue khawatir.

Alasan yang dia sebutin pas gue tanya "Kok kamu akhirnya ngelepasin arstiketur?" emang rada ambigu.

"Males jauh-jauh, Tal. Banyak yang aku sayang di sini."

Hal yang Jaehyun "sayang" sebenernya ada banyak. Orangtuanya, adeknya, keluarga-keluarga lainnya, temen-temennya, kamar tidurnya, kaos abu-abu tua kesayangannya dan mungkin ーkalau gue boleh besar kepalaー pacarnya.

Cuma gue sedikit merasa bersalah dan gak rela kalau alasan "karena pacarnya" bikin dia rela ninggalin kesempatan sekolah di luar.

He's smart. Dan buat gue, sayang kalau hal itu harus direlain gitu aja.

Gue menutup buku latihan soal lalu menghela napas.

Its midnight already and i'm overthinking again, and it sucks as fck.

Ngambil handphone gue di atas meja yang udah gue abaikan sejak jam sembilanan.

Gak ada apa-apa, cuma ada notifikasi "Read today's verse" dari muslim pro sejak dua jam yang lalu.

Gue ngebuka aplikasi line lalu mencet salah satu chat yang enggak pernah absen dari barisan atas.

Menggantung jari gue beberapa senti di atas layar, pikiran gue mulai lari-lari lagi.

Salah banget ngalong malam ini. Baper tanpa alasan memang gak pernah enak.

Gue akhirnya mencet tombol free call yang ada di atas chat gue dan Jaehyun lantas nempelin handphone di telinga.

Gak lama juga sampai dia ngejawab panggilan gue.

"Bukannya tidur."

Gue cuma senyum walaupun dia gak bisa liat.

"Baru selesai ngerjain soal. Kamu juga belom ih."

"Baru ngerjain soal juga ini."

"Eh demi apa jam segini, aku ganggu dong?" Gue negakin badan gue.

"Enggak kok, santai aja."

Gue berdiri lalu memberingsut ke atas kasur. Handphone gue masih di telinga.

"Eng ... Jay. Boleh nanya?"

Ini dia.

"Sure."

Bismillah.

"Serius ngelepas kesempatan sekolah di luar negeri? I mean ... mungkin kamu bisa coba dulu gitu. Siapa tau berubah pikiran atau --"

"Sayang."

Suara tenangnya bikin gue berhenti bicara.

Sayang?

"Aku udah milih ini, oke? Soal kalau aku nantinya bisa berubah pikiran, itu urusan nanti. Aku juga belom tentu keterima jalur ini."

"Tapi kamu gak ngelakuin ini karena ...." Gue ngegantungin kalimat gue.

Am i supposed to say this?

"Karena siapa? Kamu?"

"Hooh."

Jaehyun ketawa renyah di seberang, kedengeran jelas banget dari sini.

Gue ngelanjutin. "Geer banget ya aku."

"Tapi emang kamu salah satu faktornya sih."

See?

"Tapi bukan berarti karena kamu doang, maaf loh."

"Malah gak ngotak kalah cuma karena aku, Jaehyun."

Hening beberapa saat sampai akhirnya dia bicara lagi.

"Sekali-kali aku nurut kata orangtua." Ujarnya sambil ketawa.

Tapi gue tau aslinya dia gak seseneng itu.

Dulu pas masih SD, cita-cita gue gak jauh beda sama seisi kelas, dokter. Sekeluarga udah semangat aja. Apalagi liat nilai gue yang gak jelek dan memperbesar peluangnya.

Pas SMP gue jadi gak suka IPA dan entah terpengaruh sama siapa, gue maksa masuk IPS.

Ibu keliatannya nerima semua keputusan gue, yang penting gue nyaman katanya.

Tapi sampai sekarang pun gue masih suka dapet omongan, "Coba kamu masuk IPA tuh, anak temen ibu ambil fk."

Gue gak suka diatur tapi gue gak mau kecewain orang. Dan terkadang karena sifat keras gue itu gue bikin orang-orang jadi kecewa.

Ngedenger Jaehyun yang ngomong gitu entah kenapa bikin gue rada terhenyak.

Walaupun dia kasih embel-embel "sekali-kali", gue tau dia gak sejarang itu nurutin kalimat orangtuanya, tau banget.

"Yang terbaik buat kamu aja ya, Jay."

"Buat kita."

Gue senyum, "Iya, buat kita."

"I Choose ...."Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang