Selalu seperti ini.
Bangun tidur, mandi, menyiapkan sarapan untuk diriku sendiri, lalu berangkat sekolah. Seperti itu setiap hari.
Orang tua ku sibuk.
Jangan pernah menanyakan tentang orang tua ku. Aku sudah muak dengan mereka. Jangan sebut aku anak durhaka, kalian bisa sebut aku sebagai 'anak yang terlantar'. Mungkin itu lebih baik.
Sudahlah. Jangan dilanjutkan.
Saat ini, aku sedang duduk sendiri di ruang makan sambil menikmati roti berselai kacang. Itu kesukaanku. Tidak ada pembantu ataupun supir pribadi. Aku lebih memilih tinggal sendiri di apartemen daripada aku tinggal bersama orang tua ku yang selalu saja berangkat sebelum matahari terbit dan pulang pada dini hari.
Tidak mau berlama-lama. Setelah makan, aku langsung berangkat ke sekolah. Saat ini usiaku baru 17 tahun. Dan aku duduk di bangku kelas 12. Itu artinya sebentar lagi aku akan menghadapi Ujian Nasional. Aku bukan murid yang cerdas. Namun untuk dibilang bodoh pun tidak pantas. Jadi ya aku biasa-biasa saja.
Aku berangkat menuju sekolah menggunakan motor. Motor ini aku dapatkan dari hasil jerih payahku sendiri. Tidak ada sedikitpun uang dari orang tua. Aku bekerja di sebuah cafe, menjadi pelayan. Aku bekerja setiap selasa sampai jum'at jam 5 sore sampai jam 9 malam. Gaji nya memang tidak seberapa, tapi cukup untuk makan aku setiap hari dan membayar uang sekolah setiap bulan.
*
Pelajaran pertama telah selesai. Dan sekarang waktunya istirahat. Ketika istirahat, aku tidak pergi ke kantin untuk membeli makanan ringan ataupun minuman. Aku selalu membawa bekal. Mungkin kalian berfikir ini seperti anak-anak. Tapi menurutku, dengan seperti ini aku bisa menabung untuk sewaktu-waktu aku membutuhkan uang."(NamaKamu)." Aku langsung menoleh. Dia guru bahasa indonesia di sekolah ini. Dan dia baru saja mengajar di kelasku.
"Iya bu, ada apa ya?." Aku berusaha berbicara sesopan mungkin kepada orang yang lebih tua dariku.
"Ini, bisa tolong bantu ibu tidak? Boleh tolong bawakan buku ini ke meja saya?." Aku langsung melirik ke atas meja guru di pojok kelas. Disana terdapat tumpukan buku catatan siswa/i.
"Hm. Boleh bu, sini saya bantu." Ucapku sambil tersenyum manis. Tapi ini aku anggap adalah fake smile. Beberapa tahun belakangan ini aku memang tidak mudah untuk tersenyum. Tapi itu semua ada alasannya. Mungkin nanti akan aku ceritakan.
Setelah membantu Bu lia membawakan buku ke mejanya, aku kembali ke kelas.
Aku hanya duduk diam di kursiku. Aku selalu diam. Jika diajak berbicara dengan orang lain, aku hanya menjawab seadanya saja.Aku sedang memainkan ponselku. Hanya ponsel ini pemberian dari orang tua ku yang masih aku pakai. Barang yang lain? Semuanya aku tinggal di rumah orang tua ku.
Saat ini aku sedang membuka salah satu sosial media yang sangat digemari para remaja. Instagram. Aku sedang me-stalk seseorang. Dia bukan orang yang sedang aku taksir. Tapi dia adalah idolaku. Aku selalu mencari tahu kabar terbaru dia. Satu-satunya artis yang patut dibanggakan menurutku. Dia memiliki jadwal yang super padat, tetapi dia tidak pernah melewatkan kewajibannya sebagai seorang muslim, dan dia tetap menomor satukan pendidikannya. Dia selalu mendapat peringkat pertama atau kedua. Aku salut. Seharusnya aku bisa seperti dia. Atau mungkin lebih dari dia.-
-
-
-
First story. Yes. Semoga suka yaa💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Wound X IDR
FanfictionRank #47 iqbaalcjr (04/06/18) Rank #8 iqbaalcjr (08/07/18) Rank #4 iqnk (08/05/19) Tuhan punya cerita terbaik untuk hidup kita. Cerita hidupku memang buruk, tapi mungkin memang itu yang terbaik menurut Tuhan. Aku terkurung dalam ego dan rasa kecewak...