D U A

1.6K 89 1
                                    

Setelah pulang sekolah, (namakamu) benar-benar bingung akan melakukan apa Karena kebetulan hari ini adalah hari Senin. Dan setiap hari senin, (namakamu) tidak berangkat bekerja karena memang jadwal dia bekerja hanya setiap hari Selasa sampai Jumat.

Dulu ketika (namakamu) masih duduk di bangku sekolah dasar, setiap ia pulang sekolah, ia selalu menghabiskan waktu dengan keluarganya. Namun sekarang keadaan sudah berbeda. Kadang (namakamu) iri dengan teman-teman sekolahnya yang setiap weekend bisa menghabiskan waktu seharian penuh dengan keluarganya. Keluarga yang utuh. Keluarga yang menyayangi mereka. (Namakamu) kangen akan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Ingin sekali (namakamu) mengunjungi rumah orang tuanya. Tapi untuk melakukan hal itu, (namakamu) harus berfikir dua kali. Ia masih segan untuk mengunjungi rumah kedua orang tuanya.

Tok tok tok

Suara ujung kepalan tangan yang di ketukkan kepintu.

Siapa yang mau datang ke apartemenku?
Siapa yang peduli aku?
Siapa yang mencariku?

Masa bodo. Untuk apa aku memikirkan itu semua. Tidak penting.

(Namakamu) segera membuka pintu dengan malas.
Ketika (namakamu) melihat siapa orang yang mencarinya, (namakamu) sempat terkejut. Tapi lantas segera ia sembunyikan keterkejutannya dengan mengubah ekspresi wajahnya menjadi ekspresi malas.

"Ada perlu apa lo kesini? Mau maki-maki gua?" Semprot (namakamu) dengan malas. Jujur, sebenarnya (namakamu) sangat merindukan sosok yang ada dihadapannya saat ini. Tapi rasa sakit hatinya berhasil mengalahkan rasa rindunya.

"Gua cuma mau bilang, nyokap bokap minta lo balik ke rum--" (namakamu) segera memotong omongan orang yang ada di hadapannya.

"Gua gak akan balik ke sana. Untuk apa? Menyakiti diri sendiri? Gua bukan orang bodoh. Gua juga bukan orang lemah. Dulu kalian maki-maki gua. Kalian bilang kalo gua itu pembawa sial. Kalian lupa? Ha?!" (Namakamu) masih berusaha menahan emosi.

"Dulu kami emang pernah maki-maki lo. Tapi waktu itu kami lagi gak bisa ngontrol diri." Orang yang ada di hadapan (namakamu) berusaha menjelaskan. Namun hasilnya nihil. (Namakamu) sama sekali tidak berminat untuk mendengarkan penjelasan dari orang itu.

"Basi tau ga!"

"Waktu gua ada niatan mau pergi dari rumah, apa ada salah satu diantara kalian yang menahan gua? Ada gak? Gak ada kan? Kalian justru malah seakan-akan sudah tidak menganggap gua bagian dari keluarga kalian lagi." Emosinya sudah sampai ujung kepala. Siap akan mengeluarkan semuanya.

"Waktu itu gua mau nahan lo. Tapi gua gak bisa ninggalin nyokap sama bokap. Mereka masih harus dapet dukungan dari gua --anaknya. Mereka masih sedih." Entah keberapa kalinya dia mengucapkan kalimat seperti itu.

Kali ini (namakamu) sudah tidak bisa lagi menahan emosinya.

"Oke, bokap nyokap emang lebih penting dari gua. Keputusan lo waktu itu udah bener. Dan seharusnya sekarang pun lo ga perlu buang-buang waktu lo cuma buat bujuk gua balik ke rumah. Dan bilangin ke bonyok kalo gua gak akan balik ke ruman. Seharusnya mereka inget kata-kata apa yang waktu itu mereka kasih ke gua. Mereka emang orang tua gua, tapi mereka gak seharusnya mengucapkan kata-kata kasar ke anaknya. Udah cukup waktu itu aja gua ngerasain sakit hati." Tanpa mendengar jawaban dari orang tersebut, (namakamu) langsung menutup dan mengunci pintu apartemennya.

Kaki (namakamu) tiba-tiba seakan tidak memiliki tulang. (Namakamu) merosot duduk dilantai. Mungkin sekarang (namakamu) merasa menyesal telah berbicara seperti itu kepada kakaknya. Tapi tadi (namakamu) terlalu terbawa emosi. Ia akan sensitif kalau sudah menyangkut tentang masalalu nya. Dia benci masalalu. Tapi toh yang tadi (namakamu) ucapkan itu memang kenyataan. Untuk apa (namakamu) menyesalinya?

"Semoga suatu saat lo mau balik lagi ke rumah ya dek. Maafin gua. Maafin bokap sama nyokap juga. Gua gak maksa, tapi gua harap lo pikirin baik-baik tentang ini. Gua pamit." Akhirnya bang satrio --abangnya (namakamu)-- pergi meninggalkan apartemen (namakamu).

"Gua benci abang. Gua benci semuanya. Kenapa semuanya gak bisa ngertiin gua sih? Kenapaaa? Tuhan gak adil. Kenapa di dunia cuma gua yang menderita? Kenapa cuma gua yang merasa terhina? Gua benci hidup" (namakamu) melempar semua barang yang bisa ia jangkau. Apartemen (namakamu) saat ini sudah benar-benar berantakan.

---------

Chapter 2. Gatau deh, ini absurd bgt. Susah ngerangkai kata²nya.

Wound X IDRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang