29

106 12 0
                                    

Sudah beberapa bulan ini Iqbaal dan (namakamu) memiliki hubungan, dan selama itu pula Iqbaal masih 'merahasiakan' pacarnya dari media.

Tapi jangan pernah meremehkan kekuatan comate dan soniq. Tanpa diberitahu, mereka bisa dengan mudah mengetahuinya. Malam ini Iqbaal dan (namakamu) tertangkap paparazi sedang bergandengan tangan di sebuah mall di kawasan Kemang. Sebenarnya (namakamu) sudah siap atau mungkin pasrah jika memang hari ini identitasnya akan terbongkar.

Ia merasa harus bisa terima apapun resikonya. Ia menerima Iqbaal, ia juga harus bisa menerima resikonya. Lagi pula, tidak ada salahnya jika orang-orang mengetahui statusnya. Memang masih sedikit berat, tapi jika ia tidak pernah mencoba, sampai kapan pun ketakutannya tidak akan pernah mendapat jawaban.

Satu yang masih (namakamu) syukuri, setidaknya orang-orang yang tidak menyukai dirinya di dunia maya tidak akan benar-benar 'menyerang'nya di dunia nyata. Ya walaupun ia harus kuat hati membaca semua cacian yang ia terima.

"bagusan yang mana kata kamu?" Iqbaal menunjukkan dua cincin yang memang sejak awal mereka datang ke tempat ini sudah menarik perhatiannya.

"kenapa gak kalung aja? Atau gak gelang. Tante kan masih pake cincin nikah. Kalo cincin ntar jarinya keramean" usul (namakamu).

"bener juga. Tapi cincinnya bagus, gimana dong?" ucap Iqbaal jadi bimbang.

"apa dua duanya aja?" Iqbaal mengangkat salah satu alisnya.

"jangan boros. Kita belom beli hadiah buat om." ucap (namakamu) memperingati. Iqbaal terkekeh kecil.

"yaudah mba, saya ambil gelang yang ini aja." ucap Iqbaal menunjuk gelang yang akhirnya menjadi pilihannya.

Setelah keluar dari toko perhiasan, Iqbaal mengajak (namakamu) makan siang. "Buat ayah apa ya kira-kira?" tanya Iqbaal.

"bapak-bapak ma jam aja lah, Baal" ucap (namakamu) diakhiri dengan kekehannya.

Iqbaal mengangguk-anggukkan kepalanya setuju, "bener juga, ayo ke toko jam" Iqbaal bangkit dari kursinya dan disusul oleh (namakamu).

Mereka berdua memilih-milih jam yang sekiranya pas untuk Om Herry. Mereka sempat berdebat memilih warna yang cocok untuk Om Herry, tapi akhirnya pilihan Iqbaal lah yang dipilih.

 Mereka sempat berdebat memilih warna yang cocok untuk Om Herry, tapi akhirnya pilihan Iqbaal lah yang dipilih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"yang tadi keren padahal baal" ucap (namakamu) yang masih sedikit kecewa pilihannya tidak dipilih. Padahal menurutnya, pilihannya tadi sayang cocok untuk Om Herry. Om Herry akan terlihat semakin berwibawa kalau menggunakan jam tersebut.

"biar ayah keliatan mudaan pake jam model ini. Ayah bilang, dia lagi pengen tampil muda." ucap Iqbaal diakhiri decakan. "gak sadar diri aja ayah udah tua," lanjut Iqbaal pelan.

(namakamu) yang hanya mendengar samar ucapan Iqbaal mengernyitkan dahinya, "apa baal?" tanyanya.

Iqbaal menggeleng sambil nyengir lebar, "gak, bukan apa-apa." (namakamu) hanya mengendikkan bahunya.

***

"kamu mau mampir kemana dulu gak?" tanya Iqbaal sambil menolehkan kepalanya ke arah (namakamu) sekilas, sedangkan yang ditanya hanya menggelengkan kepala singkat. (namakamu) masih fokus pada ponselnya, entah apa yang sedang ia lihat di sana.

Sudah sepuluh menit mereka berdua hanya saling diam, (namakamu) yang fokus dengan ponselnya dan Iqbaal yang fokus menyetir. Namun lama-lama Iqbaal merasa bosan dengan situasi hening tersebut.

"kamu lagi buka apa sih, serius banget dari tadi." Iqbaal akhirnya membuka suara. (namakamu) terkejut tiba-tiba Iqbaal berbicara, "cuma scroll instagram, Baal".

(namakmau) terlihat menghela napas berat. Iqbaal yang melihat hal tersebut langsung bertanya, "kamu kenapa? ada masalah?" (namakamu) menoleh cepat ke arah Iqbaal.

"Baal, mulai besok kayanya aku mau pulang ke rumah" gantian Iqbaal yang menoleh cepat ke arah (namakamu).

"kenapa? kok tiba-tiba (nam)?"

"aku cuma ngerasa emang udah seharusnya aku pulang sekarang" jawab (namakamu) tidak sepenuhnya berbohong, namun ada satu alasan utama yang membuat ia ingin pulang ke rumah bundanya.

Iqbaal menganggukkan kepala, "yaudah kalo emang itu keputusan kamu, aku cuma bisa dukung aja" ucap Iqbaal sambil tersenyum ke arah (namakamu). Sebenarnya Iqbaal merasa ada sesuatu yang (namakamu) sembunyikan dari nya, tetapi Iqbaal tidak bisa memaksa (namakamu) untuk berbicara, bagaimanapun juga Iqbaal harus menghargai privasi (namakamu).

***

Hari ini (namakamu) sudah siap kembali ke rumah orang tuanya. Selain karena ia merasa sudah terlalu lama terlarut dalam rasa kecewanya, tidak enak juga kalau harus menumpang terlalu lama di rumah keluarga Iqbaal. Bagaimanapun juga mereka tidak memiliki hubungan keluarga apapun, hanya sekedar Ayah Iqbaal adalah teman Ayahnya, dan Iqbaal adalah pacarnya. Alasan terakhir juga menjadi salah satu alasan terkuat memantapkan hatinya untuk kembali ke rumah. Ia memikirkan apa yang akan orang-orang fikirkan kalau tau pacarnya Iqbaal tinggal satu rumah dengannya.

"Bunda, Ayah. Aku pulang ke rumah dulu ya. Makasih udah baik banget mau kasih aku tinggal di sini. Maaf kalo aku selama ini udah ngerepotin Bunda sama Ayah." (Namakamu) menyalimi tangan kedua orang tua Iqbaal.

"Gak papa, (namakamu). Kamu tuh udah kaya anak kami sendiri. Kalo kamu mau nginep di sini kapan-kapan jangan sungkan yaa, langsung dateng aja. Bunda seneng banget jadi kaya punya anak peremuan satu lagi."Ucap bunda sambil memeluk (namakamu).

"Iya bun. Bunda sama Ayah juga kapan-kapan main ya ke rumah." Ucap (namakamu) sambil tersenyum.

Bunda mencubit kedua pipi (namakamu), "iya cantik."

"Udah yuk, jalan sekarang." Ucap Iqbaal sembari menggenggam tangan (namakamu).

"Eitsss..." Suara Bunda menginterupsi mereka berdua, Iqbaal dan (namakamu) langsung melirik ke arah Bunda. "Itu tangan ngapain pegang-pegangan segala?"

(Namakamu) segera melepaskan genggaman tangan mereka dan menunduk tersipu. Bunda dan Ayah hanya menggeleng memaklumi.

"Bunda, Ayah. Kita pamit ya, Assalamualaikum" Iqbaal dan (namakamu) mengucap salam bersama.

Selama di perjalanan menuju rumah orang tua (namakamu), keduanya diselimuti keheningan bahkan radio di mobil pun tidak dinyalakan. (Namakamu) tenggelam dalam pikirannya sendiri, lebih tepatnya sedang mempersiapkan hatinya untuk kembali ke rumah orang tuanya.

Tangan kiri Iqbaal menggenggam kedua tangan (namakamu) yang berada di atas paha (namakamu), "kenapa diem aja, hm?" Tanyanya sembari melirik (namakamu) sekilas. (namakamu) hanya membalas dengan gelengan pelan. Saat ini hatinya sedang bekerja keras memantapkan diri untuk kembali bersama keluarganya, semua terasa benar namun (namakamu) masih memiliki sedikit rasa ragu di hatinya, ntah apa maksudnya.

"Kamu gak lagi ragu kan sekarang, (namakamu)?" tebakan Iqbaal tepat sasaran. Melihat keterdiaman pacarnya, iqbaal segera tahu apa jawabannya, "apa yang masih bikin kamu ragu?"

Bukan. Bukannya (namakamu) tidak mau menjawab pertanyaan Iqbaal, tapi justru karena pertanyaan itu pula yang sejak dia memutuskan akan kembali bersama keluarganya selalu berputar di kepalanya. Dan sampai saat ini dia belum menemukan jawabannya.

Iqbaal mengusap puncak kepala (namakamu) menenangkan, "udah ya gak perlu khawatir, kalo kamu nanti butuh sesuatu aku akan berusaha bantu kamu." (namakamu) menatap netra cokelat gelap milik Iqbaal, "baal, makasih ya udah baik banget sama aku." Iqbaal hanya membalasnya dengan senyuman paling manis yang dia punya.


Bersambung...

Wound X IDRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang