Chapter 39 : Lucu

2.8K 267 49
                                        

Mocca's PoV

Sudah lima pukulan dari Serta aku terima secara paksa. Serta menjeda aksinya. Sebentar dia meregangkan otot tangannya. Setelah menurutnya terasa cukup, dia kembali mengepalkan tangan. Melanjutkan pukulannya yang ternyata belum selesai.

BUGH!!

“Hei! Apa yang kalian lakukan dengannya??”

Teriakan seorang laki-laki terdengar lantang dari kejauhan. Dia berlari ke tempat di mana kami bertiga berdiri. Tapi, Serta dan Greyina tidak diam sepertiku. Mereka langsung melepaskanku dan berlari cepat meninggalkanku.

Laki-laki itu ingin mengejar mereka, namun melihatku sedang meringis, dia menghampiriku.

“Hei, apa yang mereka lakukan padamu? Kau tidak apa-apa?” tanyanya seraya memeriksa bagian fisikku seperti wajah dan tangan.

Mereka hanya meninju perutku. Rasa sakit di perut tidak akan kunjung reda jika tidak aku obati. Secepatnya aku mengangguk dan berterima kasih. Lalu berlalu pergi meninggalkannya begitu saja.

Aku baru saja melihat laki-laki itu. Mungkin beda kelas. Kalau tidak ada dia, mungkin wajahku juga akan dihajar Serta. Untuk sementara, tidak apa-apa.

DUG!

“Aduh, kalau jalan jangan pakai kaki saja. Pakai mata juga!” kata seorang laki-laki yang aku tabrak. Suaranya tidak asing.

Aku juga kesal kenapa bisa sampai ketabrak orang. Ini membuang-buang waktuku. Mataku menengok siapa yang telah aku tabrak.

Oh!! Ya ampun! Ya ampun! Kakak kelas!!

“K-Kak Ashtan, maafkan aku karena sudah menabrak Kakak,” kataku meminta maaf.

Dia Kak Ashtan, lebih lengkapnya Ashtan Hergydian, kelas 3-1. Terkenal dijuluki sebagai penjaga perpustakaan sekolah.

“Oh, Mocca. Tidak apa-apa. Kau adik kelas yang rajin. Jarang aku melihatmu menabrak seseorang di koridor nyaris sepi seperti ini. Sepertinya kau sedang terburu-buru,” kata Kak Ashtan mendadak ramah.

Setahuku, Kak Ashtan tidak akan mudah ramah kepada orang yang jarang dia temui. Entahlah, yang penting sekarang adalah ruang kesehatan. Aku harus ke sana untuk memberikan obat kepada Hallow.

“Iya, Kak. Aku memang sedang terburu-buru. Sudah dulu, ya, Kak!”

Aku kembali berlari. Meninggalkan Kak Ashtan yang melihatku dengan tatapan bingung. Dia mengangkat bahu dan kembali berjalan keluar dari gedung sekolah. Untunglah Kak Ashtan tidak terlalu menyita waktu. Kalau aku menabrak kakak kelas yang galak, mungkin masalahku akan terus berkepanjangan.

Langkah kaki cepatku berhenti tepat di depan pintu ruang kesehatan. Setelah napasku yang terengah-engah kembali teratur, aku pun membuka pintu.

Di kasur tipis itu, ada seorang laki-laki terbaring tenang. Dahinya masih ditutup oleh kain basah. Matanya tertutup tenang, namun matanya perlahan terbuka. Setengah terbuka, dia mengarahkan wajahnya ke arah pintu, di mana diriku sedang berdiri memandangnya dalam diam.

Astaga untuk apa aku diam saja? Aku harus memberinya obat penurun panas segera! Tapi sebelum itu, aku akan memeriksa warna lidah dan detak jantungnya terlebih dahulu.

Bergegas aku mengambil stetoskop yang tergeletak begitu saja di atas meja. Mungkin sebelumnya ada yang memakai ini untuk memeriksa detak jantung seseorang. Setelah itu aku mengambil sebuah senter kecil khusus memeriksa bagian dalam mulut di lemari peralatan dokter.

Aku menatap pilu pada Hallow. Napasnya terengah-engah seperti baru saja selesai berlari cukup jauh. Dia ingin mengatakan sesuatu, namun aku melarangnya berbicara.

Mocca HallowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang