Chapter 58 : Debat (2)

4.7K 298 21
                                    

Mocca's PoV

Di ruang makan istana.

"Cukup!" jeritku tidak tahan lagi dengan perdebatan ini. "Kalau kau ingin punya sembilan atau lebih dari itu, kau carilah wanita yang lain! Kau tidak tahu, seorang ibu perlu keberanian dan kekuatan lebih dari 100% untuk melahirkan seorang anak. Karena kau adalah laki-laki, kau tidak bisa mengerti soal itu!"

Hallow juga beranjak dari kursinya. Dia ingin menghampiriku, tapi aku menunjukkan jari telunjukku padanya dengan bentakan, membuatnya tidak dapat mendekatiku.

"Berhenti di sana. Jangan dekati aku," kataku seperti memerintah. Padahal dia raja, yang paling berkuasa dalam hal memerintah. Aku tidak peduli.

"Mocca, kau berpikir jika melahirkan banyak anak, nyawamu mudah terancam?" Pertanyaan Hallow membuatku terkejut. "Tidak. Kau akan baik-baik saja. Itu tidak akan terjadi padamu, karena kau adalah wanita yang kuat."

Aku menggigit bibirku. Hallow tahu maksudku, tapi bukan berarti aku sayang dengan nyawaku dan bukan berarti aku tidak sudi melahirkan banyak anak. Akan tetapi, kenapa hatiku merasa resah? Aku merasa masih tidak setuju dengan keinginan Hallow.

Hallow perlahan berjalan mendekat. Aku masih siaga agar dia tidak bisa dekat-dekat denganku. Tapi, percuma saja aku mencegahnya agar tidak mendekat, dia berhasil menarikku ke dalam pelukannya. Aku meronta-ronta untuk melepaskan diri dari jeratan ini. Tapi percuma saja, tenaga Hallow jauh lebih kuat.

"Lepaskan!" suruhku sambil mencubit bagian pinggangnya. "Lepaskan aku, bego!"

"Kau akan baik-baik saja. Kau dan semua anak kita nanti. Percayalah," kata Hallow berbisik di telingaku. "Mocca, aku yakin kau bisa melakukannya. Untuk kita, untuk anak kita, dan untuk kebahagiaan semua orang yang akan tahu nanti."

Aku tidak menjawab. Kebingungan kini melanda pikiranku. Jawabanku masih kosong. Hallow sudah meyakinkanku, tapi aku masih saja tidak yakin.

"Mocca, kau dengar aku, kan?" tanya Hallow yang kujawab dengan anggukan kecil. "Jadi, apa jawabanmu? Kau mau kita punya sembilan penerus kerajaan?"

Aku tetap tidak menjawab. Hallow mengelus rambut panjangku dengan lembut. Dengan sabar dia menunggu jawabanku. Aku tidak akan menjawab dulu pertanyaan itu, karena aku masih tidak menemukan jawabannya.

"Oh iya! Kalau anak pertama kita perempuan, kau mau menamakan dia apa?" tanya Hallow memecahkan keheningan ruang makan.

"Gloresa," jawabku dengan lirih. "Atau Locca."

Hallow semakin mengeratkan pelukanku sambil terkekeh senang. Dia mendengar jawabanku.

"Nama yang indah. Kalau laki-laki?" tanya Hallow lagi.

Aku sedikit berpikir lama. Namun akhirnya aku mendapatkan jawaban.

"Aku bingung kalau merangkai nama laki-laki."

Hallow tertawa. "Baiklah, kita bagi tugas. Kalau anak yang perempuan, kau beri dia nama. Kalau anak yang laki-laki, aku yang akan beri dia nama. Bagaimana?"

Aku tersenyum di dalam pelukannya. "Tapi, kita berdua harus mendiskusikannya sekali lagi. Aku takut kalau kau tidak setuju dengan nama yang kuberikan."

"Baiklah jika itu yang terbaik bagi mereka nanti," balas Hallow.

Kami terdiam lagi. Tapi tangan Hallow tidak berhenti mengelus rambutku. Rambutku sudah tumbuh sekitar selutut. Aku ingin memotongnya menjadi setengah punggung, tapi Hallow tidak memperbolehkanku. Katanya, dia lebih suka melihat rambut panjangku yang sekarang. Aku pun tidak jadi memotong rambutku, lagi pula aku juga suka rambut panjang.

Mocca HallowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang