Chapter 37 : Cokelat (3)

2.5K 256 18
                                    

Mocca's PoV

Bagus. Dia menguasai kasurnya sendiri sejak aku meninggalkan kamar ini selama 1 setengah jam. Tidur terlentang seperti itu, dia benar-benar tengah menikmati acara tidurnya.

Lantas, aku akan tidur di mana?

Mungkin aku akan tidur di kamar Chino saja. Dengan alasan, ingin tidur dengan adikku. Tidak ada salahnya aku pindah kamar sekali saja, kan?

Aku berbalik badan. Masih berjingkat, perlahan aku kembali meraih pintu kamar. Saat tanganku sudah memegang dinginnya suhu gagang pintu, aku mendengar suara Hallow mengigau.

“Ti .. dak ...”

Aku melihat ke arahnya. Ekspresinya tetap sama, tidur pulas. Tapi, aku yakin suara tadi itu dari Hallow. Barusan, dia mengigau. Aku pikir dia bangun dan aku ketahuan masih belum tidur di jam tengah malam begini. Sudah hampir jam 1 pagi.

Baru sedikit aku membuka pintu, kali ini aku bukan mendengar Hallow mengigau, melainkan dia ... terisak.

Hah? Dia menangis sambil tidur?!

Baru tahu, menangis sambil tidur itu ada. Lihat, Hallow benar-benar terbuai dalam mimpinya yang sepertinya tengah bermimpi buruk.

Tidak terlalu keras, hanya isakan lirih dan aku yakin ada air mata di sana. Tanganku tidak jadi menarik pintu. Kakiku pun tidak lagi berjingkat seperti tadi. Buru-buru aku berlari ke kasur, melihat keadaannya.

Dan ... ya! Dia menangis. Dalam pejam di mimpinya.

Aku harus membangunkannya. Mimpi buruk tidak baik untuk diteruskan sampai pagi. Mimpi buruk hanya akan menyiksa memori. Dan sialnya, rasa marahku padanya menghilang. Untuk saat ini saja, aku melupakan coklat dan gadis di kelas sebelah yang mendekati Hallow. Demi melenyapkan mimpi buruknya.

“Hallow, bangun! Bangun!” kataku sambil menepuk-nepuk pipinya dan mengguncang tubuhnya agar bangun.

Susah sekali membangunkannya. Mimpi buruk memang lumayan sulit dilawan. Hallow harus bangun, aku tidak sanggup melihatnya menderita.

“Hei, bego! Bangun!! Aku bilang bangun, bego!!” terusku membangunkannya dari mimpi buruk.

Tetap saja tidak bangun. Ini anak susah sekali dibangunkan! Ekspresinya tenang, namun air matanya masih mengalir pelan. Dan isakan kecilnya itu membuatku semakin jengkel.

Aku meraih satu rambut hitamnya dengan dua jariku. Lalu menarik rambut itu dengan kencang hingga suara rintih dari Hallow terdengar dari mulutnya. Rambut yang kutarik telah ada di genggaman jariku.

“Awch!!” rintihan yang aneh.

“Akhirnya kau bangun juga,” kataku melihatnya telah membuka mata.

Hallow bangkit duduk berhadapan denganku. Dia mengelus atas kepala di dekat jidatnya sambil melihatku menyelidik, menyipitkan mata. “Ada apa sehingga kau tertarik mencabut satu rambutku?”

Nada bicara dan tatapannya ... tajam dan dingin. Persis sebelumnya saat dia mengajakku tidur. Entahlah, rasanya melihatnya membuatku kadang merasa sedih.

Aku mengalihkan kontak mata dan malah melihat seprai biru yang aku remas dengan tangan kiriku. Menjawab pertanyaannya tanpa melihat ke arahnya.

“Kau ingat barusan bermimpi apa?” bukan jawaban, ini namanya melempar serangan balasan.

Hallow mengerutkan alis. “Maaf, aku lupa. Lalu, kenapa kau—”

“Membangunkanmu susah sekali. Makanya aku mencabut satu rambutmu agar kau tidak terbuai dalam mimpi yang membuatmu menangis!”

Mocca HallowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang