Chapter 17 : Violet

4.2K 401 25
                                    

Hallow's PoV

Di kantin, seperti biasa pada jam makan siang ini, aku tak berselera makan. Diantara kami bertiga, Reo yang makan paling lahap. Sudah tiga kali dia bolak-balik mengambil makanan yang sama, yaitu daging sapi karih. Memangnya itu enak? Aku lihat Mocca juga memakan makanan yang sama. Mereka sama-sama lahap, tapi Mocca tak sampai menambah seperti Reo. Beberapa kali Mocca dan Reo mengajakku makan, aku tetap menolak sambil membungkam mulutku sendiri.

"Kalau kau tidak ingin merasakan rasa pahit dari obat, sebaiknya kau makan selagi makanan ini tidak mengandung pahit," ucap Mocca menatapku malas dan memakan suapan terakhirnya.

"Aku tidak lapar," balasku beralasan.

"Alasan yang sungguh basi, Hallow. Katakan saja kalau kau tidak berselera makan." Mocca mengelap mulutnya dengan serbet yang dia bawa. "Benar begitu, kan, Reo?"

"Hm?" Reo menengadahkan wajah dari makanannya mendengar namanya disebut. Masih penuh dengan makanan, dia menggumamkan sesuatu sambil mengangguk mengiyakan perkataan Mocca. Dia mendukung Mocca. Oke, aku kalah.

Aku tak membalas, memilih membisukan diri melihat Mocca menumpangkan beberapa piring dan Reo masih saja makan tak kunjung selesai. Melihat sekitar kantin, rupanya banyak yang memperhatikan kami. Apakah sebegitu menariknya sampai terus dipandang seperti halnya lukisan? Mereka membuatku terus berpikir kalau mereka itu aneh. Tapi, kata Mocca, suasana seperti itu memang biasa dihadapi oleh orang baru sepertiku dan Reo. Maka, cara menghadapi situasi semacam ini adalah dengan cara bersikap biasa.

Setelah makan di kantin, aku dan Reo mengikuti Mocca berjalan di depan kami. Entah dia ingin ke mana, kami hanya mengikutinya dari belakang tanpa bertanya sambil meminum kotak susu yang kami beli sebelum keluar dari kantin. Anehnya, kotak susu hanya mempunyai tiga rasa, stroberi, coklat, dan vanilla. Tidak adakah yang menciptakan rasa susu anggur? Mocca tertawa dan menyebutku bego mendengar keinginanku menginginkan rasa susu anggur. Apa yang lucu coba?

Akhirnya, aku memilih susu kotak rasa stroberi, Reo rasa coklat, dan Mocca rasa vanilla. Setidaknya, aku bisa mengonsumsi satu macam minuman untuk mengisi perutku yang tidak berselera makan. Sambil meminum kotak susu masing-masing, kami berjalan menelusuri koridor, dan sampai di suatu tempat berhijau dan berangin sejuk. Ya, ini di taman sekolah.

Mocca duduk di bawah rumput halus yang lembut, duduk dengan posisi menduduki kedua kaki. Aku dan Reo juga ikut duduk. Kami diam dalam minuman kami masing-masing.

Reo menghabiskan kotak susunya lebih dulu. Dia melempar kotak susu itu ke tempat sampah yang tak jauh darinya saat salah satu murid perempuan membuka tutup tempat sampah tersebut. Gadis itu menoleh ke arah Reo bersama dengan teman yang di sebelahnya. Kedua gadis itu terlihat menjerit kagum melihat Reo dan berjalan pergi begitu cepat.

"Mereka selalu seperti itu padamu," ucapku pada Reo memecah keheningan kami.

"Maksud Anda pada siapa?" tanya Reo tak mengerti.

"Para gadis yang ada di Akademi ini. Mereka begitu senang dengan penyihir sepertimu. Itu membuatku menatap aneh pada mereka," jawabku.

"Itu karena Reo tampan. Kalau sebaliknya, maka keadaan juga ikut sebaliknya," tambah Mocca telah menghabiskan susu kotaknya.

"Tampan? Hanya itu? Berarti, aku kurang tampan, ya?" Aku menggigit sedotanku.

"Kau tidak pernah bercermin atau belum melihat sekitarmu? Selain Reo, mereka juga memperhatikanmu dari jauh. Itu artinya kau juga sama bercahayanya dengan Reo, bodoh," jawab Mocca enggan.

Reo tertawa kecil mendengar Mocca menyebutku bodoh. Aku menatap Reo tajam. Reo langsung menghentikan tawa dan menunduk padaku.

"Kalau begitu, aku ingin tahu pendapatmu tentang diriku yang menjadi pusat perhatian mereka," kataku melepaskan gigitan kecilku dari sedotan, menatap serius kepada Mocca.

Mocca HallowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang