18. April Die?

4.7K 436 95
                                    

Hampir memasuki pukul sepuluh malam, Oncinya belum juga pulang, masih dengan aktivitas sama, bolak balik keluar masuk rumah, membaca buku dan lembaran majalah, ngemil dan nonton televisi, menjadi rutinitas April seharian dengan ditemani sunyi, ia sendiri.

Meski dalam sendiri ia senang tiap kali mengirim pesan, Onci selalu membalas, sekali dua kali dibalas cepat, dan beberapa kali pula terbalas lama, pasti mungkin Oncinya sibuk, tapi disela lamanya ia menunggu terbesit pikiran bahwa mungkinkah Onci bersama Wanita yang ia khawatirkan itu?. April tidak tahu menamai cemburu tapi yang ia tahu bahwa ia sedikit memiliki rasa meski ia tahu mencintai Onci sama saja membuka luka baru saat ia berpikir bawa luka lama belum sepenuhnya sembuh.

April bangkit dari sofa yang mulai menghangat dari tubuhnya, sudah lelah ia berbaring di sana bermalasan dan tanpa aktivitas apa-apa. saat ia melangkah, perih dari rahimnya kembali terasa, rasa sakit yang tiba-tiba hadir membuat ia meringkih menahan sakit, ia baru terpikir hampir memasuki usia kandungan empat bulan ia sama sekali tidak pernah memeriksakan kandungannya ke Obgyn. April merangkak kembali mendekati sofa, tuk merebahkan tubuhnya menahan rasa sakit yang luar biasa. Bersamaan ia menangkap suara pintu terbuka, Oncinya pasti telah sampai ke rumah.

Wajah sayu manis itu terlihat lelah, gurat senyuman manis merekah dengan membawa dua buah kotak bakery yang ia beli singgah saat pulang menuju rumah.

"Kamu kenapa Pril, kok kayak kesakitan gitu? Kamu sakit?"

Onci meletakkan tangan kanan ke kening April , hanya ingin memastikan bahwa sang sahabat tidak sedang demam atau sakit, lalu kembali menatap April menunggu jawaban.

"Nggak papa, cuma sakit biasa, mungkin efek dari kehamilan aku"

"Besok kedokterya?"

"Nggak usah, ntar juga sakitnya hilang kok, uda biasa kaya gini"

April menunduk, menolehkan wajah kesisi sandaran kursi tak ingin berlama menatap wajah Onci, sering kali ia menatapnya, ada sesuatu yang berbeda, ia tidak ingin bermain rasa, karena cinta tak pernah ada yang menduga.

"Pril kamu marah ya aku pulangnya telat, maaf ya, tadi lagi banyak-banyaknya kerjaan di kantor, jadi aku nggak bisa pulang cepet"

"Nggak juga, cuma kamunya aja jangan kecapean" Onci mengangguk memberikan April sekotak roti cake bread coklat untuk mereka makan bersama.

"On, Kamu masih tahu aja ya kesukaan aku?"

"iyalah aku tahu, dulu kamu suka ngabisin jatah aku, aku juga suka tauu.."

Malam menjadi awal kebahagian bagi April, karena disaat malam ia bisa bertemu Onci dengan wajahnya yang dibuat seceria mungkin, meski pasti ia lelah bekerja seharian.

"Tadi kamu ngapain aja di kantor, gimana dengan temen kamu, udah ketemu?"

Onci mengangguk dengan mulut penuh roti ia tidak bisa langsung menjawab pertanyaan April. Keduanya tertawa. Onci tersedak.

"Hati-hati dong On, makan kok banyak gitu, kamu laper?"

"Ia aku belum makan, kerjaan hari ini nguras energi banget, pikiran juga"

"Masih disiksa sama temen kantor kamu itu?"

Onci tertawa menyuara, saat ia mengingat betapa ia memiliki partner kerja seperti Agent Mira yang berkarakter keras tapi takut akan kucing, atau Gina saat ia temui dengan wajah lebam namun tetap kelihatan cantik.

Cinta Dari Langit [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang