Everytime I try to fly, I fall
Without my wings, I feel so small
And everytime I see you in my dream
I see your face, it's haunting me
I guess I need you, babyBritney Spears
[*]
April
Setibanya di bandara soekarno Hatta aku bergegas menemui Mang Jaya Sumarja, asisten supir pribadi keluarga menunggu aku sejaman yang lalu, ia berubah dari terakhir kali aku menemuinya, dengan potongan rambut cepak dan sedikit uban dibagian belakang, Mang Jaya terlihat agak menua.
"Biar saya angkat non tas-tasnya" dengan deheman dan anggukan kepala aku menaiki mobil dan menutupnya kembali, kuambil hanphone ku sedari tadi bergetar tak henti-hentinya setelah aku mengaktifkannya usai aku menuruni pesawat.
"Onci lagi", gumamku masih tidak ingin berbicara padanya, aku seharusnya mengucapkan selamat atas kelulusan atau apapun sebagai kabar perpisahan, kuharap Onci menemukan kebahagiaan.
Sepanjang perjalanan aku terus memikirkan apa yang harus aku katakan , tidak ada pilihan lain selain pulang saat setelah KBRI yang mengurus seluruh administrasi kepulangan dan keberangkatanku meninggalkan jejak impianku di sana, yang kini berakhir sudah. Mobil memasuki garasi halaman depan, tidak ada yang berubah jauh, terakhir aku pulang dua tahun yang lalu saat idul fitri, lebaran setahun yang lalu aku izin untuk merayakan idul fitri bersama Onci di SG, mama tak keberatan.
Aku bergegas turun dan meminta Mang Jaya memindahkan tas ku ke dalam. Aku menuju koridor depan rumah dari arah luar bias kaca transparan kulihat mama duduk di kursi ruang tamu masih menggunakan seragam kerja dengan rona wajah cemas menunggu.
"Ma" aku berjalan ke arah nya, tak sedikitpun gemingan kakiku untuk sekedar merebah, yang ku ingin adalah mama ada disaat seluruh luka yang kini datang masih terasa membasah, bahwa ada sebuah luka dan rapuhku yang sesungguhnya tak ingin mereka tau, cukup sudah rasa malu yang kutanggung dengan kehilangan harapan akan impianku pupus dimakan waktu yang kulalui dengan begitu kesia-siaan, wajah seperti apa yang pantas aku persembahkan saat aku menatap Papa di ujung pintu menatapku diam, dengan silangan tangan diatas dada, masih pada seragam jas hitam dan dasi memanjang papa tetap terlihat gagah, aku menunduk.
"Bagaimana, puas dengan apa yang sudah kamu lakukan?" aku diam dan kali ini tak memiliki nyali seperti dulu untuk membalas apa lagi menyanggah kalimat papa, sungguh aku pulang membawa oleh-oleh malu dan luka yang kutaburi kepenjuru nama baik keluarga, aku diam membisu dan menunggu mama mendongakkan kepala menatap ku.
"Ma lihat aku" bisikku lirih di dalam hati, mengiba bahwa ada satu saja yang mau membuat aku untuk tetap merasa dihargai.
"Besar rasa kepercayaan kami pada satu-satunya pewaris tunggal keluarga ini, andai abang mu masih hidup dia pasti akan jauh lebih kecewa, dimana kami harus menyimpan wajah kami saat KBRI memberitahukan pemberhentian kuliah kamu , dan semua kolega dan relasi kami bertanya apa masalahnya, dan kamu April, jawab apa yang sudah kamu lakukan?"
Aku menoleh ke arah papa, kali ini dengan tangan kanan yang ia masukkan ke dalam saku celana
"Jawab April, kamu bisu ha? , tidak mungkin kamu dipulangkan secara sepihak jika kamu tidak membuat masalah..!!"
Kalimat papa mulai meninggi, dan aku taulah kini, pihak kedutaan ternyata tidak memberitahukan perihal kehamilanku.
"Apa mereka tidak memberitahukan ke papa?"
"Kami sudah memaksa, bahkan meminta alasan dengan begitu marah, mereka tetap tidak mau memberitahu, hingga Wilda menghubungi papa, dia hanya berpesan kami untuk menanyakan langsung kekamu, dan sekarang jawab dengan jujur, apa yang sudah kamu lakukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dari Langit [Completed]
RomantizmThere are million reason for me to leave you. But i never do that for one reason because i love you. O'on