22. Menyangkal Rasa

5.3K 431 58
                                    

Seberapa lama dusta mampu bertahan, saat April menatap dinding kosong dengan perasaan berkecamuk.

"Prill, kamu dimana sih aku nyariin kamu"

Onci reflek mengagetkan perlahan memasuki kamar dan berdiri di hadapan April, wajah yang dulu selalu April puji kesempurnaannya kini jauh lebih berkharisma dan sedikit, tidak, tidak. Bukan hanya sedikit, melainkan begitu banyak godaan dan sepertinya otak April mulai eror.

"Aku ke kantor dulu ya, kalau kamu mau pergi mobil aku tinggalin di garasi"

Nada suara Onci terdengar datar,

"Kalau kamu buru-buru atau nggak mau nggak usah deh Oonn, aku di rumah aja dulu"

April menarik tatapan dari pupil mata Onci, sorotan matanya terlalu dalam, ada kebingungan dan gurat kelelahan.

"Bukannya kamu bilang mau ketemu Mona, nggak jadi?" timpal Onci yang melangkah memasuki kamar berdiri di hadapan cermin merapikan kemeja putih senada pada jeans hitam yang ia kenakan

"Jadi, tapi nanti aja , besok atau lusa kan juga bisa"

Onci berpikir sejenak sebelum akhirnya ia mengangguk mengerti. Gadis itu menoleh

"Yaudah aku kerja mungkin pulangnya agak malem, soalnya sore ini aku ada rapat, karena dalem minggu-minggu ini kita kedatengan team penyidik dari Jepang"

April membulatkan mata memelototinya, ia merasa frekuensi waktunya bersama Onci memang tidak seperti dulu, keadaan menuntut mereka untuk jauh lebih banyak menghabiskan banyak waktu di luar, disebabkan tuntutan pekerjaan, dan April tahu Onci, ia sangat totalitas dalam hal apapun.

"Yaudah kalau gitu aku pergi, kamu nggak papa kan sendiri lagi?"

"Bentar" April tersadar tanpa menjawab, ia menarik lengan Onci saat wanita itu hendak beranjak mengayunkan langkah pergi meninggalkan April. Okey, Onci nggak romantis , emang sangat nggak romantis, bahkan rayuan gombalnya akan dimulai dengan berbagai macam aneka bulu, mulai dari bulu hidung hingga ketek, jadi April tahu, waktu memang tidak pernah bisa kembali dan berharap Onci menjadi perayu ulung seperti dulu, dan sekarang apa salahnya jika April mencoba menarik setiap inci perhatian Onci darinya, meski terlalu rumit dan kelewat sulit, Onci bak batu cadas yang sulit untuk diukir nyaris tanpa gores. Ia rumit, terlalu rumit jika digambarkan sebagai seorang wanita tapii Onci ituu..

"Prillll, kamu dari pagi ngelamun terus kenapa sih?"

April mencoba kembali memulihkan kesadaran, kembali menarik tangan Onci dan membawa ia keluar menuju ruang tamu.

"See kan, kamu pergi bareng Gina pasti?" April memanyunkan bibir menahan rasa kesal, semoga tidak terlihat seperti orang yang sedang menahan kesal.

"Dia udah terlanjur jemput aku, jadi nggak papakan kalau aku pergi bareng dia"

"Pulangnya?"

"Ya pasti dianter laaah, tapi kalau udah kelewat malem, mungkin aku bisa nginep di tempat dia, kamu nggak papakan?"

Ada sesuatu yang menyubit tipis lebih tepat lagi tamparan halus telak di dada April yang tiba-tiba terasa sakit.

"Sebegitu forsirnyakah kerjaan kamu, sampe-sampe pulangpun kamu nggak sempet?"

"Pril, aku bukan pekerja kantoran yang bisa pergi pagi, pulang siang, lebih dari 2 bulan pendidikan dan sumpah jabatan untuk berada di secret agent dan menjadi salah satu bagian dari IIA , ada amanah kerjaan yang berhubungan dengan nyawa orang banyak dan tanggung jawabnya nggak mudah?" Onci meringsut memundurkan langkah, ia merasakan ada sesuatu yang berubah pada diri April, apa itu, ia sendiri tidak tahu, April mendadak possessive, padahal dulu ia tidak seperti itu, hampir seperti sosok pribadi yang tak ingin tahu kemanapun Onci berada , selain menanyakan hal penting via chat saja.

Cinta Dari Langit [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang