21. Terbiasa Bersama

4.3K 438 66
                                    

Takdir boleh saja menyiksa April berkali-kali, namun harapan membuat ia bertahan hingga merasa terlahir kembali.

April meletakkan nampan berisi masakan yang ia masak saat membangunkan ia di awal waktu, sebab tidur terlalu awal , pukul empat subuh April tersadar dan bergegas mandi dan membersihkan diri, ia tidak ingin meratapi takdir. Karena seperti yang dikatakan Onci, proses merelakan memanglah seperti neraka, namun ia merupakan pendidikan diri untuk lebih kuat kedepannya.

Sekeping roti berhiaskan cream coklat dan keju berbentuk hati, disisipi potongan strawberry yang ia ukir seperti senyuman ia posisikan di atas piring putih, roti itu akan ia berikan pada sang sahabat, senyumnya mengembang, ada sesuatu yang berbeda, rasa yang ia rasakan sama seperti ketika mendapati perhatian Yansen saat pertama kalinya, menyambut balas perasaan Onci tidaklah mudah, bisa jadi saat ini rasanya pada April telah berubah, demikian April berprasangka, namun senyumnya terus mengukir , ada sesuatu yang berbeda, aliran semangat baru yang ia rasakan membuat ia merancang ratusan planning ke depan.

Ia membersihkan kertas yang berserakan di meja kerja Onci, menyalakan automatic cleaner ruangan agar debot debu bekerja secara maksimal.

"April stooop...!!"

Masih dengan baju tidur dan rambut yang terlihat acakan, Onci memasuki ruangan kerja, April kaget saat melihat Onci berteriak memasuki ruangan kerjanya setengah berlari, dengan gerakan cepat ia menarik April untuk menjauhi komputer kerja. Seperti yang pernah ia pesankan, ruangan kerjanya adalah satu-satunya ruangan yang tidak boleh dimasuki siapapun , sekalipun itu April.

"Paansih On, kaget tau, subuh-subuh udah teriak-teriak..!! "

"Pril akukan udah pernah bilang, jangan masuk ke ruangan kerja aku..!" menatap lekat wajah April yang tertangkap bingung, Onci tergetar ketakutan, April tidak mengerti mengapa Onci harus seperti orang yang telah melakukan kejahatan besar dimana apa yang diperbuatnya tak ingin di endus oleh siapapun , April menoleh ke arah komputer.

"Kayak berasa nyimpen mayat ketakutan gitu, muka kamu langsung pucet ada apaan sih"

Onci menarik April untuk keluar ruangan, dan menutup ruangannya dengan kunci duplikat agar April tidak menyimpan ribuan penasaran, karena Onci tahu sekali karakter April penuh dengan rasa keingin tahuan, sebab rasa penasaran yang tercipta tanpa terduga, tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan sikap untuk mencari tahu demi memuaskan penasaran hanya untuk mendapatkan jawaban.

"Jangan ya Pril, please jangan, kamu boleh pakai, laptop aku, handphone aku, wifi rumah, atau apapun, tapi jangan sentuh komputer kerja aku, kamu bisa?"

"Ohh udah mulei ada rahasia?"

"Bukan begitu tapiii..."

April melepaskan tangan Onci di pergelangan lengannya, sebenarnya April tidaklah marah, ia hanya kaget, dan itu yang menyebabkan ia murka.

***

"Ci kamu aku anter mau nggak?"

Di meja makan saat membuka koran harian langganan, Onci menatap April.

"Kamu kan belum sembuh bener, mau ke mana?"

"Aku mau ke rumah bentaran, mau ngambil mobil aku, mang Jaya bilang, dari sekian banyak aset hak aku yang udah dijual papa mama, cuma mobil sama pakaian yang tersisa, aku cuma mau ambil kendaraan doang"

"Terus kalau kamu ngambil kendaraan ke sana, mobil aku gimana?".

"Aku minta mang Jaya anterin ke sini, dan mang Jaya bisa pulang pake Ojek, atau aku pesenin taxi" April melumat nasi goreng yang ia masak subuh tadi, sambil mengolesi Onci roti, sudah dua keping roti yang dihabisi Onci, itu karena ia tidak terbiasa makan nasi di waktu pagi.

Cinta Dari Langit [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang