Bagian 10

586 34 0
                                    

Hanna POV

Kulirik jam tangan milikku sudah menunjukkan pukul 4 sore.

Sedari tadi aku tidak berhenti menggerutu, bagaimana tidak sudah satu jam aku menunggu Rion namun hingga kini batang hidungnya tidak terlihat sama sekali.

Yang aku lakukan hanya bisa membolak - balikkan buku yang sebenarnya tidak menarik untuk di baca.

"Hanna," panggil sebuah suara yang tidak asing lagi ditelingaku, ku mendongakkan wajahku dan mendapati Rion berdiri dihadapanku dengan bercucuran keringat.

"Ku kira kamu gak datang," ketusku melangkah mendekat kearahnya.

"Maaf Na," sesalnya dengan nada lirih.

"Motor kamu mana," tanyaku bingung melihat motornya tidak bersama dengannya.

"Ah, ada dibengkel Na,"

"Lalu kesini pakai apa?" tanyaku dengan alis yang hampir menyatu.

Bukannya menjawab Rion hanya menunjuk dua kakinya. "Jalan kaki?" tanyaku kaget.

"Iya, maaf ya Na, jadi buat lo Nunggu lama," ucapnya penuh sesal.

Sebenarnya ingin marah namun melihat wajah letihnya  membuat aku mengurungkan niatan ku itu.

"Ya sudah gak apa - apa, kenapa tadi gak suruh Yuri aja yang jemput aku, kalau motor kamu rusak,"

"Yah gak bisa gitu lah Na, kan sudah janji mau jemput lo, janji hutang loh Na, dan harus di tepati," ucapnya dengan lantang membuat aku hanya mampu tersenyum mendengar penuturannya itu.

"Ciee, bijak banget si Rion," godaku sambil menarik tangannya ke dalam genggamanku.

"Jadi kita pulang jalan kaki?" tambahku lagi sambil menghapus keringat yang masih menempel di wajahnya, Rion hanya diam menerima perlakuanku namun aku tahu matanya sedari tadi tidak berhenti menatapku.

"Berhenti lah menatapku, nanti gak bisa move on," celetukku yang langsung membuat Rion salah tingkah.

"Hm, kita jalan kaki, gak apa - apa kan?" ucapnya mengalihkan pembicaraan namun tanganku masih bergerak menghapus keringatnya menggunakan tissu.

"Ayok Na," ucapnya cepat dan menurunkan tanganku di wajahnya.

"Deg-degan?" godaku sambil menunjuk wajahnya yang memerah.

"Gak," elaknya cepat.

"Wajah kamu merah gitu," godaku lagi.

"Sudahlah Na, kapan kita jalannya kalau lo ngajak ngomong terus,"

"Ya sudah,"

Baru lima menit berjalan, rasanya kakiku ingin patah saja ditambah dengan terik matahari yang lumayan membakar kulitku.

"Panas," ucapku pelan.

Tidak disangka - sangka Rion melepaskan jaketnya dan menutupi kepalaku, otomatis aku melirik dan akhirnya kami saling bertatapan cukup lama.

"Romantis banget," ucapku dengan sulas senyuman tercetak jelas diwajahku.

"Biasa aja, katanya panas," balasnya dan kembali melanjutkan perjalanan yang masih jauh.

"Motor kamu di bengkel mana Rion," tanyamu kesal.

"Bentar lagi juga sampai," jawabnya cepat.

"Rion, capek," ucapku kesal, sudah sepuluh menit berjalan namun bengkel yang dikatakan Rion sudah dekat tidak kunjung sampai.

"Mau gue gendong?" tawarnya.

"Gila, nanti dikira aku cewek apaan," balasku cepat menanggapi tawarannya itu.

Dating In RelationshitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang