Bagian 19

441 30 0
                                    

Autor POV

Malas bagi Hanna untuk pulang walaupun jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, sedari tadi Hanna disibukkan dengan keusilan Rion, seperti minta diperhatikan, di suapi, bercanda bersama dan mengenang masa lalu.

Crekk

"Hanna," panggil Ratu terhadap anak sahabatnya itu.

Hanna mengalihkan pandangannya dan menatap Ratu dengan tatapan lembut. "Ada apa tan?"

"Itu ada cowok yang nyariin kamu," ucap Ratu dengan sangat pelan.

"Cowok? Siapa tante? Tente kenal?" tanya Hanna lalu beranjak dari atas kasur.

"Enggak Na, katanya dia pacar kamu," ucap Ratu dengan tatapan kecewa yang tersirat jelas dari kedua bola mata hitamnya.

Hanna tersenyum canggung melihat ekspresi wanita yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri. "Ya udah tante. Hanna pulang dulu ya tan," ucap Hanna yang langsung diangguki cepat oleh Ratu.

"Udah mau pulang Na? Gue siapa yang nemanin," rengek Rion lalu berdiri memeluk pinggang Hanna.

"Rion," pekik Hanna kesal sambil menatap Ratu dengan tatapan tidak enak. "maaf ya tante," ucap Hanna lirih.

"Iya gak apa - apa, tante kekamar dulu ya. Oh iya, kamu jangan lupa tuh ada yang nungguin kamu,"

"Iya tante."

Setelah itu Ratu menghilang dengan kembali tertutupnya pintu kamar Rion.

"Ih Rion lo kurang ajar benget," sungut Hanna dengan memukul pelan lengan Rion yang masih melingkar indah dipinggang ramping miliknya.

"Malu?" tanya Rion tanpa rasa bersalah.

"Shitt!! Bukan malu lagi bego!"

"Lepasin deh Rion gue harus pulang," tambah Hanna lagi dan masih berusaha melerai tangan Rion di pinggangnya.

"Hem," gumam Rion lalu melepaskan pelukannya di tubuh Hanna dengan berat hati.

"Pulanglah," perintah Rion secara halus.

"Gue pulang ya, lo cepat sembuh. Jangan lupa lo ngabarin gue oke," ucap Hanna sebelum menghilang dari balik pintu,
Rion hanya mampu menatap nanar pintu didepannya.

Nicholas POV

Hanna, kekasihku itu benar - benar membuat kepalaku pusing. Aku tidak habis pikir bagaimana mungkin dia memiliki pikiran untuk menikah di usia 30 tahun dan itu artinya aku harus menunggu 12 tahun lagi.

Setelah aku mengucapakan -aku tidak bisa menunggumu selama itu- setelah itu Hanna menghilang entah kemana.

Baru aku sadari ternyata aku sudah membuat Hanna sakit Hati. Seharusnya aku tidak mengucapkan kata - kata sialan itu.

Menyesal, pasti. Tapi entah bagaimana caranya aku harus menyakinkan orang tuaku yang sebenarnya meninginkan aku sesegera mungkin menikahi Hanna setelah lulus nanti. Namun sepertinya harapan itu akan sirna.

Sebenarnya menunggu Hanna 12 tahun lagi bagiku tidak malasah, toh aku memang sangat mencintainya namun bagaimana dengan keluargaku.

Saat ini aku sudah menunggu Hanna namun sudah 10 menit batang hidungnya belum kelihatan sama sekali.

"Sorry lama," ucap Hanna datar setelah berdiri dihadapanku.

"Iya gak apa - apa, aku tahu kamu disini dari ibu," jelasku dengan lembut.

Baru saja tangannya ku genggam namun langsung ditepisnya dengan kasar.

"Jangan buat gue terlalu berharap tinggi sama lo," ucap Hanna ketus.

Ini pertama kalinya aku mendengar Hanna panggil aku dengan sebutan -Lo- selama kami pacaran.

"Sorry," ucapku tidak ingin memperpanjang masalah. Aku harus mencari waktu yang tepat agar tidak membuat Hanna semakin marah.

Sunyi hanya suara jangkrik yang menemani kebisuan diantara kami.

"Na?" panggilku pelan mencoba memegang bahunya namun sudah lebih dulu ia menatapku tajam sehingga aku harus menelan pahit menarik tanganku perlahan.

"Maaf buat yang tadi siang. Aku terlalu terkejut mendengar planning kamu itu," ucapku dengan sangat pelan dengan hanya langkah kaki kami yang terdengar.

"Gak masalah. Lo gak usah mikirin gak penting juga," balas Hanna cuek dan kembali memanggil aku dengan sebutan -Lo- sungguh menyakitkan.

"Jangan begitu Na. Aku gak suka kamu panggil aku -Lo- terdengar gak sopan," ucapku lirih dan hanya ditanggapi dengan raut wajah datarnya.

"Kita akhiri saja," ucapnya lantang lalu menghentikan langkahnya seketika itu juga.

Aku juga ikut berhenti dan kini kami saling bertatapan intens dengan pandangan yang sulit untuk diartikan.

"Maksudnya?"

"Kita putus aja, lo balik aja ke Jakarta dan lanjutin kerjaan yang tertunda gara - gara gue. Lo pantas bahagia dan gue rasa gue gak bisa ngebahagian lo," ucapnya dengan tegas namun sorot matanya seakan terluka mengucapkan kata - kata itu.

"Jadi kamu mau kita putus?" tanyaku pelan dengan menatapnya tak percaya.

"Gue rasa itu yang terbaik. Lo gak bisa nunggu gue kan, lalu untuk apa kita ngejalanin hubungan kalau akhirnya kita jadi terluka," ucap Hanna dengan sok tegarnya.

"Aku gak nyangka kamu bakal ngambil keputusan secepat ini Na," ucapku lirih dengan berjalan cepat meninggalkannya.

Bersambung...

Hai - hai ✋✋

Semoga suka ya, Vote dan comennya jangan lupa ya. Terima kasih 😊

Dating In RelationshitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang