14. Sang Pemenang

34.4K 4.1K 144
                                    

Brengsek! Brengsek! Brengsek! Brengsek! Brengsek!!

Carrel merutuk dalam hati. Dia benar-benar sedang kesal dan amarahnya benar-benar tidak bisa ditahan lagi. Lihat saja sekarang ia tidak bisa berhenti mondar-mandir di jembatan menuju taman di kamarnya, ia terus memainkan jari-jarinya untuk meredam amarahnya. Nafasnya memburu dan sesekali ia menggertakkan giginya. Kakinya disentak-sentakkan sehingga jembatan kayu itu sesekali bergetar karena ulahnya.

Sementara Eric yang terus menemaninya dari tadi duduk diatas pegangan jembatan itu hanya bisa diam memperhatikan tingkah Carrel dalam yang sedang dalam praktek meredam amarah. Eric bahkan bisa melihat ikan koi yang berenang dengan tenang dibawah jembatan lari ketakutan bersembunyi dibalik bebatuan. Eric sesekali menjulurkan tangannya menggapai rambut Carrel yang berterbangan dibawa angin pasalnya ia tidak berhenti mondar-mandir. Eric terkekeh geli sesekali melihat Cara Carrel meredam amarahnya. Sangat lucu, berbeda jauh dari Carrel yang selalu tenang dengan segala masalah di sekelilingnya khas seorang bangsawan berkelas, tapi kali ini ia sedang menaruh gelar bangsawannya sebentar demi amarahnya yang bergejolak tidak mau mereda.

Hell no! Dia pikir dia siapa? Apa dia merasa begitu sempurna! Dasar rubah abu-abu!

Carrel menggeram kesal sekali lagi lalu ia menghentikan langkahnya dan memejamkan matanya mencoba santai. Lalu Carrel mulai rileks dan ia mengambil nafas panjang sebentar lalu menyender di pengangan tangga disebelah Eric. Harley yang sedari tadi menunggu dipintu kamar Carrel yang menuju ke taman sambil memegang nampan berisi teh baru berani mendatangi Carrel ketika Carrel sudah terlihat tenang. Carrel melirik Harley singkat dan mengambil tehnya, meminumnya seteguk lalu menyerahkannya pada Harley. Ia sudah mulai tenang sekarang. Lalu ia memandang langit luas dan menyimpan baik-baik memori beberapa waktu lalu di otaknya.

***
Last*

"Apa maksudmu Lord Romeo?, ingatanku kembali? Aku juga berharap begitu," Carrel tersenyum manis.

Romeo memicingkan matanya seolah ia jijik melihat senyum Carrel.
Carrel setengah mati menahan geraman di mulutnya.

"Yah, sebaiknya kau segera mengingat kembali semuanya, daripada kau harus mengulang lagi...," ada nada malas disuara Romeo.

"Mengulang lagi?," Carrel bukan berpura-pura bodoh kali ini, ia memang tidak mengerti.

"Aku tidak bodoh menyadarimu mendekatiku sebagai seorang wanita, itu terlihat jelas sekali sama seperti jalang lainnya, jangan merasa kau lebih dari yang lain mengingat kau pernah bertunangan denganku, oleh karna itu lebih baik kau segera mengembalikan ingatanmu itu atau kau akan melakukan hal sia-sia lagi," Romeo menatapnya tajam seolah sedang mengancamnya.

Sementara Carrel, dia menggenggam tangannya erat-erat sampai kukunya menancap pada telapak tangannya. Ia menahan amarahnya menyadari apa yang dimaksud ialah saat Crysel mengejar-mengejarnya seperti....

"Ah, aku tidak mengerti sebenarnya, memangnya aku seperti apa sih?," Carrel masih terseyum ramah.

"Sampah," kata-kata dingin Romeo langsung mengaktifkan bom atom kesabaran milik Carrel yang mungkin.sebentar lagi akan benar-benar meledak, "seperti sampah...."

DUUUAARRRRRR!!!

Tingkat kesabaran Carrel yang sudah diujung tanduk kini hancur berkeping-keping. Ia menatap Romeo yang sedang menatap bunga mawar yang indah itu dan sama sekali tidak memperdulikan Carrel yang hampir membunuhnya.

Tidak! Semuanya tidak boleh berakhir begini! Semuanya demi Crysel
Tenang Carrel.....
Tenanglah...

Carrel tidak bisa tenang, satu-satunya cara agar Carrel tidak membunuh Romeo sekarang adalah dengan pergi dari situasi ini. Carrel bergegasan masuk kedalam kediaman Aegis. Sekilas Carrel bisa melihat seringai kemenangan dari Romeo.

THE LEGEND OF NAVERLAND : #1. The Traitor [ COMPLETE ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang