13. Devino dan Dairus

26.5K 1.4K 30
                                    

"Alena?" Alena menoleh pada sosok pria yang menyapanya. Senyumnya mengembang menatap pria tampan yang mengambil tempat duduk tepat di depannya

"Hei" sapa Alena ramah.

"Ehem.. Gimana kabar Silva? Dan si kecil?" tanyanya memulai percakapan

"Mereka berdua baik, kamu gimana kabarnya?" pria itu mengangguk sekilas

"Seneng yah bisa ketemu kamu lagi untuk kedua kalinya tanpa sengaja" kekehnya lagi. Alena tertawa kecil.

Mereka berdua memang baru bertemu lagi di toko buku sebuah mall di Jakarta. Itupun pertemuan mereka yang kedua kalinya. Pria itu pun tak mau melepas kesempatan itu, dia mengajak Alena untuk makan siang bersama. Pucuk di cinta ulam pun kemudian, gitu kali ah pepatahnya.

"Terus?" tanya pria itu, Alena menatap bingung

"Terus.. Apa?"

Pria itu tertawa "Kamu inget yang aku bilang di pesawat waktu kita ketemu pertama kali?" Alena memutar bola matanya mencoba mengingat - ingat pertemuan mereka pertama kali di pesawat dan bagi Alena itu sebuah perkenalan biasa antara dia dan pria di hadapannya

"Kamu pasti lupa" tebaknya lagi. Alena tersipu malu dan mengangguk pelan

"Aku bilang, jika kita bertemu lagi yang kedua kalinya itu pertanda bahwa kita jodoh. Kamu wanita yabg dikirim kan Tuhan menjadi jodohku" ujarnya yang di sambut gelak tawa renyah Alena

"Gile banget.. Mana mungkin sih kaya gitu?" sergah Alena

"See.. Ini yang terjadi, sudah hampir 3 bulan kita gak ketemu aku sudah mengira bahwa kita bukan jodoh yang di restui Tuhan. Tapi nyatanya..?"

Alena tersenyum dan mengangguk "Gimana bisnismu di Indonesia? Lebih enak mana?"

Pria itu membenarkan kancing Jas abu - abu yang dikenakannya "Aku sudah gak terlalu memikirkan soal Bisnis lagi. Aku rasa aku sudah cukup bekerja siang dan malam demi membangun karirku di Negara orang"

"Terus sekarang apa donk yang kamu pikirkan? Bukannya kamu bilang bisnis itu adalah hidup kedua kamu?"

Pria itu mengangguk "Bener banget, tapi aku kan gak mungkin nikahin bisnis aku juga" dia tertawa "yang aku pikirin sekarang, adalah bagaimana aku mendapatkan hatimu berjuang keras menjadikanmu halal untukku"

Alena terdiam dengan kata - kata bernada serius dari pria itu. Dia mengerjap berkali - kali menyadarkan diri bahwa dia tidak sedang bermimpi. Sampai dering ponsel membuyarkan aksi tatap menatap mereka berdua

"Ya, mba? Kenapa?"

"Lena.. Kamu dimana sekarang?"

"Lagi makan siang, kenapa?"

"Aku gak bisa jemput Dey, kebetulan supir yang biasa jemput Dey sedang sakit, bisa minta tolong kamu jemput gak?" Alena tersenyum

"Ya ampun mba, itu memang tugas aku kali. Aku yang jemput Dey"

"Oke see you at home honey"

"See you"

"Dari siapa?" tanya pria itu ingin tah

"Silva. Aku mau jemput Dey dulu" Alena bersiap - siap merapikan tas selempangnya dan menggunakannya "Makasih ya aku tinggal dulu"

"Alena! Tunggu" Pria itu bangkit

"Aku aja yang anter gimana?" Alena melirik arlojinya

"Gak usah deh, aku juga mau cari sesuatu. Lain kali aja" Alena bersiap untuk pergi

"Kontak Whatssup ada Alena?" tanyanya lagi. Alena tersenyum dan meraih ponsel yang di ulurkan padanya. Mengetik beberapa nomer yang di hapalnya lalu menyimpannya

"Alena Zahra" ujarnya mengembalikan ponsel itu kemudian berlalu meninggalkan pria yang masih berdiri memandang kagum pada Alena. Terpesona lebih tepatnya.

"Ya ampun Alena, kamu membuat jantungku bergoyang dangdut" dia tersenyum saat bayangan Alena menghilang dari jangkauan matanya.

***

Alena memarkirkan mobil miliknya di area parkir sekolah, nampak sepi. Sepertinya sudah pada pulang. Dengan langkah terburu Alena masuk ke dalam sekolah tempat Dey menimba ilmu.

"Permisi" sapanya pada seorang wanita muda berseragam batik, sepertinya salah satu guru di sekolah ini. Wanita itu menoleh dan tersenyum

"Iya, ibu Alena yah?" Alena mengangguk

"Dey ada di ruang main dan belajar anak, bersama beberapa siswa siswi yang belum di jemput juga" Alena mengangguk dan mengikuti langkah kaki guru muda itu.

Menatap ruangan kecil dengan banyak tempelan gambar lucu - lucu di dinding, Dey bersama tiga anak lainnya sedang duduk membaca dan bermain bersama.

"Dey?" sapa Alena saat melihat Dey duduk dengan sorang anak perempuan yang sepertinya usianya jauh lebih besar. Karena anak itu menggunakan seragam SD sedangkan Dey seragam playgrup

"Bunda.." teriaknya girang dan menghampiri Alena memeluknya sekilas

"Kamu lagi apa nak?" Alena merapikan rambut Dey yang basah karena keringet. Biasalah anak laki - laki seusia Dey sedang tidak mau diamnya

"Belajal baca sama kakak" tunjuk Dey pada anak perempuan manis di depannya. Alena tersenyum kepada anak perempuan itu

"Temen Dey?" tanya Alena. Dey mengangguk dan menghampiri anak perempuan di dekatnya

"Kaka kenalan sama bunda Dey" ujar Dey. Alena tersenyum dan mendekati anak perempuan malu - malu itu

"Nama kamu siapa?"

"Dinda tante" Alena tersenyum

"Manis banget, makasi ya kaka Dinda udah jaga Dey" ujar Alena. Dinda mengangguk dan tersenyum

"Belum di jemput?" Dinda menggeleng

"Papa mama kayanya lupa lagi jemput Dinda" ujarnya. Alena menatapnya iba, adakah orang tua yang sampai hati lupa menjemput anaknya? Dan menekankan kata 'lagi' berarti sudah sering donk begini?

"Ya ampun, terus Dinda pulang sama siapa?"

"Biasanya di anter Ibu Ami" tunjuk Dinda pada guru muda yang tadi mengantar Alena. Alena mendesah pelan

"Gimana kalau tante yang anter pulang?" Dinda menatap Alena ragu. Alena tersenyum

"Gak usah takut tante bukan orang jahat, kalau kamu takut ya gak apa - apa sih" Dinda menunduk ada rasa kasihan pada anak ini

"Dey, kamu udah makan?" tanya Alena pada putranya

"Belom bunda" Alena mengguk dan bertanya hal yang sama pada Dinda. Dinda pun menggelengkan kepalanya

"Ya sudah, tunggu ya. Bunda beliin makanan di seberang kita makan sama - sama" Alena beranjak hendak meninggalkan ruangan. Kepalanya menunduk saat suara Dinda terdengar membuatnya mendongak

"Papaa....."

Alena menganggkat kepalanya dan tepat di depannya berdiri seorang pria tegap dengan postur tubuh sedikit lebih kurus. Alena mengerjap beberapa kali meyakinkan pria di hadapannta nyata. Pria itu sama menatap Alena tanpa kedip

"Papa" seru Dinda lagi membuyarkan lamunan mereka berdua. Alena membuang muka dan berbalik ke arah putranya yang masih sibuk bermain Lego

"Dey, kita pulang" Alena menggandeng tangan Dey hendak melewati pria itu tapi dengan gerakan cepat pria itu mencekal lengannya

"Bisa kita bicara sebentar?" pintanya menatap mata indah Alena. Alena melirik Dey menetralkan debaran jantungnya

"Sory gak bisa"

"Tapi Alena, please.."

"Gak bisa" Alena melepas cekalan pria itu pada tangannya dan berjalan tergesa meninggalkan tanda tanya besar pada beberapa orang yang menyaksikan.

Tbc

My SON (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang