22. 1 Kesempatan

23K 1.2K 35
                                    

Silva mendengus jengkel melihat sikap Alena yang terkesan tak peduli. Bukannya apa, Silva sangat peduli dengan masa depan Alena juga Deyvan yang sudah dianggap keluarganya sendiri. Melihat Alena di pojokkan terus menerus, Deyvan mendapat penolakan terus menerus dan seperti berhati baja, Alena hanya diam tanpa berniat membalas. Alena mencoba menghindar sebisa mungkin

"Sampe kapan sih kamu menghindar dari Dai?" Tanya Silva lagi. Alena yang sibuk mengocok telur hanya mendesah malas

"Masalah itu di hadapi bukan dihindari"

Alena mematikan kompor mengurungkan niat memasak omlette untuk sarapan pagi mereka

"Mba, bukannya aku gak mau nyelesain masalah. Cuma aku bener - bener males berurusan sama keluarga mereka. Aku males banget berurusan sama Dairus dan keluarganya. Cukup dia menyakiti aku selama ini mba, rasanya aku gak rela saat melihat Dey di sakiti seperti ini oleh ayahnya sendiri"

"Terus kenapa kamu diam aja saat mereka menyakiti Dey seperti di villa waktu ini?"

Alena mendesah lagi topik yang membosankan "Harusnya mba ngerti donk, buat apa sih orang waras meladeni orang - orang sakit jiwa? Aku ini biar yatim piatu aku punya pendidikan loh Mba, aku tau caranya bersikap sebagai wanita dewasa bukan seperti wanita urakan yang menempatkan emosi di atas segalanya. Aku percaya, Tuhan ga akan membiarkan umatnya di sakiti manusia lainnya. Tenang, doa orang teraniaya itu ampun mba" kekeh Alena menutup obrolannya dan kembali menyalakan kompor membuatkan makanan untuk putra semata wayangnya

Silva mendesah lagi "Dey betah di sekolah baru?" Alena mengedikkan bahunya

"Yah setidaknya Dey ga merasa di teror Dairus teruslah mba. Dan ga perlu ketemu Dinda, biar bisa move on" ujar Alena santai.

"Dey gak nanyain lagi ayahnya?" Alena menggeleng santai

"Enggak, dia malah nanyain Dev melulu" Silva menatap Alena penuh minat dan berpindah duduk di minibar dekat Alena memasak

"Iyah, masalah si Dev itu kenapa kamu juga menjauhinya? Kan doi gak punya salah apa - apa sama kamu?"

"Kembali lagi, aku males berurusan dengan Dairus sekeluarga!" Tegas Alena tak terbantahkan

"Terus Deyvan kan nanyain Dev terus gimana tu? Gak kasian sama Deyvan?" Kali ini Alena menoleh dan menatap Silva dengan tajam

"Mba inget gak? Waktu dulu, bilang sama aku untuk pertemuin Dey dengan ayahnya? Alasannya sama, gak kasian lihat Dey galau mikirin ayahnya? Lihat kan mba, gimana akhirnya? Ini yang aku takutkan bila Dey ketemu Dairus. Kita udah bahagia mba tanpa Dairus lagi"

"Kamu nyalahin aku yang ngasih saran dulu?"

Alena menggeleng "bukan gitu mba" pandangan mata Alena melembut dan terdengar desahan kecil "Aku gak mau ambil resiko lagi" jawabnya lemah. Silva mengangguk dan meninggalkan Alena seorang diri.

Biip

Suara notifikasi berulang kali dari ponsel Alena mengalihkan pikiran Alena yang sempat melamun hal - hal rumit

Dev 😍

Rab 06.35
Pagi Alena
I miss you

Alena meletakkan lagi ponselnya, tanpa mau menghiraukan bunyi notifikasi pesan yang pasti dari orang yang sama. Menit berikutnya ponselnya berbunyi, ada panggilan masuk dari Dev. Alena memandang ponselnya yang terus berdering tak berniat mengangkatnya lagi.

"Bunyi terus hapenya, angkat atuh" ujar Silva sambil menenteng handuk menuju kamar mandi. Alena tak menjawab dan kembali sibuk dengan kegiatannya sampe ponselnya berbunyi lagi

My SON (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang