○ dua

31.5K 4.3K 152
                                    

Gue di suruh om gue untuk menangani kasus tuntutan ini. Padahal kemarin gue sudah memberikan uang ke produser film yang terjadi kecelakaan itu.

Om gue juga melapor ke Ayah tentang masalah ini yang membuat kepala gue semakin pusing. Mau tidak mau gue harus menemui orang yang memberi tuntutan ini dan menjelaskan ke dia kalau gue sudah memberi uang jaminan kecelakaan dia lewat produsernya.

Harusnya gue bisa pake waktu ini untuk mencari suami. Tapi semuanya gagal gara-gara tuntutan sialan ini, gue jadi harus membuang waktu gue yang berharga.

"Git? Mau gue anter gak?" Tanya Barri begitu melihat gue sedang touch up muka gue dengan make up.

"Terus lo gue gaji buat apa?!" Tanya gue dengan sarkas yang membuat Barri mengeluarkan cengirannya.

"Gue kira lo berbaik hati ngasih gue gaji buta karena gue temen lo kan," timpal Barri dengan tidak tahu malu.

"Apa gue sebaik itu di mata lo?"

"Enggak sih..."

"Nah, lo udah tau jawabannya. Sana siapin mobil! Tunggu gue di lobby."

"Dasar nenek lampir..." gumam Barri yang masih dapat gue dengar dengan cukup jelas.

"Udah siap jadi gelandangan lo Bar?!"

"Ampun nyaiiiii!"

*****

"Dia Rey, stuntman disini." Kata Barri memperkenalkan seorang laki-laki yang baru saja duduk di depan gue.

"Dia nuntut atas kecelakaan kerja yang dia alami," Jelas Barri lagi.

Meskipun gue sudah tahu, Barri tetap menjelaskan lagi. Dia tahu gue sering lupa kalau sedang banyak pikiran, makannya dia menjelaskan ulang.

"Bukan urusan gue, yang bawa kabur kan produser filmnya," gumam gue dengan tidak jelas.

"Maaf?" Tegur laki-laki di depan gue.

"Kenalin saya Gita, saya yang akan bertanggung jawab untuk masalah tuntutan Mas ini," ucap gue sambil mengulurkan tangan gue, mencoba mengabaikan tegurannya tadi.

Laki-laki di depan gue ini sempat ragu melihat gue sebelum menyambut uluran tangan gue.

"Rey, Rey Arkana Prasaja."

"Saya gak akan banyak basa-basi karena saya gak suka dengan hal itu, maksud kedatangan saya kesini adalah untuk meminta anda menarik kembali tuntutan yang sudah anda layangkan ke perusahaan saya."

"Saya gak akan menarik tuntutan saya sebelum saya mendapatkan kompensasi yang sesuai dengan hak yang saya dapatkan di dalam kontrak." Jawab laki-laki di depan gue ini dengan ketus, terkesan sombong.

Tch. Dia butuh uang aja masih belagu.

"Perusahaan kami sudah membayarkannya ke produser film itu," jawab gue.

"Itu urusan anda, pada kenyataannya saya belum mendapatkan kompensasi apapun. Wajar jika saya nuntut perusahaan anda karena pelanggaran yang ada dalam point kontrak," ucapnya tidak mau kalah.

Wah... ini orang keras kepala juga ternyata.

"Mas pemeran pengganti, tanpa mengurangi rasa hormat saya. Seharusnya Mas nuntut ke produser itu! Bukan ke pihak perusahaan kami!"

"Produser itu juga bagian dari perusahaan anda bukan? Seharusnya itu masih bagian dari tanggung jawab anda!" Ucapnya dengan nada yang begitu menusuk.

Dan setelahnya dia pergi meninggalkan gue dengan gumaman 'cewek sombong'.

"Dasar orang miskin gak tau diuntung!" Umpat gue dengan kesel.

"Barri?!" Teriak gue yang membuat Barri langsung datang menghampiri gue.

"Siapa sih orang tadi?!" Tanya gue dengan kesal ke Barri .

"Rey, stuntman yang ngalamin kecelakaan kerja minggu lalu di tempat syuting, yang nuntut perusahaan kita git."

Kalo itu gue tau! Yang gue maksud tuh bukan itu!

"Cari tau semua tentang dia!"

"Cari tau apaan?"

"Semuanya! Rumahnya kek, lulusan mana, latar belakangnya, keluarganya, orang yang deket sama dia. Pokoknya gue mau semuanya!"

"Git, lo kenapa sih?" Tanya Barri heran.

"Lo bisa gak gak usah banyak tanya dan ikutin omongan gue aja?!" ucap gue dengan nada tinggi yang membuat Barri kaget.

Semakin lama gue bisa semakin gila kalau terus seperti ini, calon suami belum ada di tambah ketemu orang dengan harga diri selangit macam tadi. Kepala gue pusing.

"Nih, profilnya," kata Barri setelah satu jam menghilang dari hadapan gue sambil membawa beberapa lembar kertas di tangannya.

Gue pun memperhatikan profil orang itu dengan seksama.

Namanya Rey, umurnya empat tahun di atas gue, kedua orang tuanya sudah meninggal dunia, tinggal seorang diri di salah satu kontrakan di pinggiran kota yang termasuk daerah kumuh, punya pacar yang bernama Jasmine, sudah berhubungan sejak SMA, tahun ini berencana menikah, kehilangan kemampuan tangannya untuk mengangkat beban semenjak kecelakaan kerja waktu itu. Jasmine pacarnya mempunyai kafe kecil yang terlibat sengketa lahan dengan pihak pengembang dari Park Group.

"Ini sih dia udah jelas butuh uang!" Umpat gue setelah melihat sekilas profilnya.

"Gimana maksud lo git?" Tanya Barri.

"Dia nuntut perusahaan kita cuma biar dapet uang lebih dari kompensasi kecelakaannya waktu itu! Dasar licik!"

"Belum tentu git, siapa tau dia emang cuma mau nuntut haknya," Kata Barri mencoba berpikir positif.

"Bar, lo liat semua profilnya. Dia jelas butuh uang dan dia mau meres perusahaan kita!"

"Terus lo mau gimana?" Tanya Barri .

"Dia salah udah main api sama gue, gue bakal ngancurin dia dengan cara yang sama sekali dia duga."

"Lo gila?!" Tanya Barri ke gue.

"Dia udah ngerendahin gue Bar! Gue gak akan mulai kalau emang dia gak mulai duluan."

"Lo mau ngancurin dia dengan cara apa?" Tanya Barri .

"Orang kaya gitu baru akan bertekuk lutut kalau satu-satunya orang yang paling berharga buat dia yang ngerasain akibatnya."

"Siapa? Orangtuanya udah gak ada."

"Dia udah punya calon istri," jawab gue.

"Terus?"

"Hubungi Park group, gue harus ketemu sama Jevera buat bahas sengketa lahan dia sama pacar laki-laki tadi." Jevera adalah pewaris Park Group yang kini sudah menggantikan posisi ayahnya.

"Lo yakin mau ketemu Jevera ?" Tanya Barri ragu.

"Kenapa gue harus gak yakin?" Tanya gue.

"Pacarnya Jevera itu adeknya Handi. Gerak gerik lo bakal ketauan sama om lo nanti. Lo tau sendiri om lo sama Handi kan deket"

"Om gue gak akan peduli sama tikus kecil yang lewat di jalanan yang dia buat, Bar. Lain lagi ceritanya kalau macan yang lewat."

[Sudah Terbit] Dua SisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang