○ Lima

23.6K 3.9K 63
                                    

Rey's POV

Gue baru pertamakali bertemu orang gila dengan pakaian rapih dan duduk dibalik kursi dengan tulisan wakil direktur di depannya.

Bagaimana tidak gila jika dia dengan seenaknya meminta gue menikah dengannya di saat gue sudah mau menikah?!

Gue bingung harus bagaimana sekarang. Jadi pemeran pengganti adegan berbahaya merupakan satu-satunya kerjaan gue. Tapi karena kejadian kemarin, tangan gue bahkan sudah tidak bisa untuk menopang tubuh gue sendiri. Jangankan untuk bergelantungan di tali dengan satu tangan seperti dulu. Push up pun sekarang gue tidak kuat banyak.

Gue tidak bisa kerja berat karena sudah kehilangan fungsi tangan gue walaupun masih bisa di gerakkan. Tangan gue akan kerasa linu dan tidak kuat kalau mengangkat beban berat.

Gue terlihat masih normal dan bisa beraktivitas seperti layaknya orang normal, padahal sebenarnya gue cacat.

Gue gatau dengan kecacatan ini gue bisa bekerja dimana. Rata-rata perusahaan mencari seseorang berpendidikan tinggi yang punya pengalaman. Sedangkan gue sama sekali tidak mempunyai kedua hal itu.

Mimpi gue untuk menikah dan membangun keluarga sama Jasmine yang di depan mata rasanya semakin jauh saja tiap harinya.

Satu-satunya harapan gue ya cuma uang kompensasi dari kecelakaan kerja yang gue alami. Tapi brengseknya produser film gue malah membawa kabur uangnya. Di saat gue nuntut ke perusahaan, gue malah ketemu perempuan gila tadi yang berlaku dengan seenaknya.

Gue sama sekali tidak mengerti jalan pikiran perempuan itu. Dia cantik, kaya, dan punya segalanya. Kenapa mencari suami cacat kaya gue?

Kalaupun dia mau nikah sama aktor pemeran utama film, gue yakin mereka mau. Kenapa harus minta gue? Seseorang yang biasa aja, bahkan cacat.

Gue memang belum melamar Jasmine dengan resmi karena terbentur biaya, gue masih menabung untuk mempersiapkan segala persiapan pernikahan gue. Tapi karena kejadian kecelakaan kemarin, gue harus memakai uang tabungan itu untuk biaya pengobatan karena tidak ada tanggung jawab sama sekali dari pihak perusahaan yang mengaku sudah memberikan segala uang jaminan ke produser film gue.

Gue pun memilih untuk bertemu dengan Jasmine di kafe miliknys untuk membicarakan masalah ini bersama dengan dia. Begitu melihat gue, Jasmine langsung meninggalkan meja kasir dan memeluk gue dengan senyum sumringah.

Gue tahu Jasmine suka tersenyum, tapi senyum Jasmine kali ini terlihat lebih cerah dari biasanya.

"Yang, kamu udah denger akhirnya sengketa lahan tanah ini udah selesai?" Tanya Jasmine dengan antusias.

Gue hanya menganggukan kepala gue sebagai jawaban. Ya, gue sudah medengar masalah ini sebelumnya dari orang Park Group.

"Semoga pemilik baru tanah ini nantinya gak akan pakai tanah ini ya, jadi kita bisa sewa. Dan kafe ini diijinin untuk tetep berdiri disini." Kata Jasmine.

"Kamu... sayang banget sama tempat ini?" Tanya gue.

Gue bisa ngeliat Jasmine menganggukan kepalanya dengan semangat sebagai jawaban.

"Yang, uang kecelakaan kamu udah turun? Kita bisa pakai uang itu buat beli tanah ini biar gak khawatir isu-isu penggusuran lagi. Kita bisa hidup dari kafe ini nanti untuk biaya hidup kita sehari-hari." Kata Jasmine yang membuat gue semakin bingung.

Bagaimana caranya gue bisa dapat uang kecelakaan itu dan mempertahankan kafe ini disaat yang bersamaan? Semua gak akan bisa. Sebetulnya bisa saja, tetapi gue harus menikah dengan perempuan gila tadi.

Apa untungnya buat orang kaya seperti dia mengobrak-abrik hidup gue yang kaya gini?!

"Aku sayang sama kamu," kata Jasmine sambil meluk gue lebih erat.

Gue pun balas memeluk Jasmine sebagai respon.

"Jasmine, apa yang paling penting untuk hidup kamu?"

"Kafe ini dan juga kamu," jawab Jasmine .

Gue gak punya banyak pilihan untuk saat ini. Gue bingung.

Tidak lama TV di kafe ini menayangkan berita tentang perusahaan entertaiment yang menaungi produksi film gue kemarin. Dan gue ngeliat perempuan gila tadi dengan angkuhnya berjalan nelewati kerumunan wartawan.

Gue bisa ngerasa tubuh Jasmine tiba-tiba mengkaku dipelukan gue saat ikut melihat kearah TV.

"Jasmine, kamu kenal sama orang itu?" Tanya gue.

Dan gelengan Jasmine menjadi jawaban pertanyaan gue.


[Sudah Terbit] Dua SisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang