Gita's POV
Tidak ada kejadian yang berarti selama gue bulan madu di Itali selain percakapan pada malam itu. Setelahnya gue dan Rey benar-benar menikmati liburan yang sudah di kasih sama om gue yang cukup mengurangi kadar stress gue.
Hari ini gue pulang ke apartemen dan tidak menemukan Rey di dalamnya. Padahal dia pamit sejak pagi ke gue untuk mencari kerja. Makanan yang gue bawa untuk makan malam pun sudah hampir dingin.
Untuk membunuh waktu gue pun menyalakan televisi sampai ketiduran, gue baru bangun setelah Rey menggoyangkan tubuh gue dengan pelan.
"Ayo makan," ajak Rey yang membuat gue sedikit panik melihat jam.
Jam setengah sepuluh malam. Terhitung satu setengah jam dari gue menyalakan televisi tadi.
"Gue angetin makanannya dulu," kata gue sambil beranjak pergi. Tetapi tangan Rey udah lebih dulu menahan gue.
"Udah gue angetin, ayo makan," kata dia yang gue jawab dengan anggukan.
Rey terlihat makan lebih lahap malam ini dibandingkan sebelum-sebelumnya.
"Tadi gak makan emang?" Tanya gue.
"Makan tadi siang," jawab Rey.
"Kenapa gak makan malem diluar? Lo sampe kelaperan gini."
"Karena gue tau kalau lo bakal bawa makanan pulang, buat apa gue buang-buang uang lagi buat makan di luar?" Tanya Rey.
"Tapi kan-"
"Lo juga kenapa gak makan duluan?" Tanya Rey yang membuat gue sendiri bertanya-tanya.
Dia benar, kenapa gue gak makan duluan dan malah menunggu dia?
"Gue terbiasa hidup sendiri dan gak ada temen, makannya saat punya temen untuk makan bareng membuat gue jadi lebih ... nyaman?" Ucap gue dengan tidak yakin.
"Berhenti menutup diri, lo bisa kok punya banyak temen kalau lo mau."
"Gue bukan menutup diri, gue hanya selektif untuk memilih orang yang pantes untuk tau segalanya tentang gue."
"Dan siapa orangnya?"
"Belum ada," jawab gue yang membuat Rey mendengus.
"Itu namanya lo menutup diri."
Malas untuk berdebat lebih jauh, gue pun mencari topik lainnya.
"Gimana interviewnya tadi?"
"Lancar kok gue jawabnya, tapi gak tau keterima apa enggaknya."
"Kok pulangnya malem banget?"
Dia gak mampir ke tempat Jasmine kan?
"Tadi sekalian naruh-naruh lamaran di tempat lain, gue gak bisa duduk manis nunggu panggilan dari satu perusahaan, buang-buang waktu namanya," kata Rey yang gue benarkan dalam hati.
"Gue gak bisa mempekerjakan lo di kantor gue, karena akan terjadi chaos nantinya."
"Gue juga gak mau, itu namanya sama aja gue di suapin sama lo. Gak guna juga." Jawab Rey.
*****
Waktu terus berlalu, dan Rey tetap belum mendapatkan pekerjaan. Dia mulai sering pulang malam dengan wajah lelah. Hal itu membuat perasaan tidak menyenangkan hadir di benak gue. Mungkinkah ini yang dia rasakan saat ngeliat gue pulang kerja setiap harinya?
Karena sudah hampir dua minggu dan Rey masih luntang-lantung tidak jelas, akhirnya gue meminta tolong Aksel untuk menyediakan satu posisi untuk Rey di kantornya, hal itu tanpa sepengetahuan Rey tentu aja.
Gue hanya merekomendasikan kantor Aksel ke Rey yang dia iyakan tanpa pikir panjang.
Rey itu tipe orang yang bekerja keras dan pantang menyerah. Setelah menjalani interview, katanya hari ini pengumumannya. Sejak pagi Rey tidak beranjak dari depan laptopnya untuk menunggu hasilnya. Padahal handphone dia sudah terhubung dengan e-mail. Tapi dia ingin langsung melihatnya di laptop.
Gue pun menyediakan minuman dan camilan untuk dia yang sedang menunggu. Kami masih sibuk nonton Dvd sampai Rey merefresh e-mailnya dan ada sebuah email baru. Disana tertera bahwa dia keterima di perusahaan punya Aksel Demitrio, salah satu teman Kris yang gue temui di Itali kemarin. Rey spontan memeluk gue yang gue balas dengan ucapan selamat.
Gue tau dia pasti kecewa kalau tahu ini semua karena campur tangan gue juga. Tapi selama gue menyimpan itu sendiri sepertinya tidak akan ada masalah. Melihat senyum sumringahnya membuat kepuasan sendiri di hati gue.
"Congratulation! Akhirnya perjuangan lo gak sia-sia."
"Makasih udah dukung gue," jawab Rey dengan senyumannya yang gue balas dengan anggukan.
"Gue akan ngasih semua gaji pertama gue untuk lo."
Gue tau gaji dia tidak akan seberapa kalau dibandingkan dengan gue, tapi karena semua usaha sama tekad dia, gue akan menghargai itu. Mungkin uang dia akan gue simpan untuk keperluan dia ke depannya.
"Makasih, gue akan menggunakan uang lo sebaik mungkin."
******
Untuk saat ini keduanya mungkin tidak menyadari telah berperan terlalu jauh dalam kehidupan masing-masing.
Kita tidak tahu siapa saja pemeran utama di dalam kehidupan kita selain diri kita, yang mungkin bisa muncul kapan saja di sepanjang kehidupan kita.
Kita tidak tahu apakah pemeran pendukung di dalam hidup kita akan berubah menjadi seorang tokoh utama dalam hidup kita nantinya.
Karena sebuah ketidaksengajaan mungkin bisa menjadi bagian dari takdir.
Manusia hanya bisa berencana, sementara Tuhan lah yang mempunyai kehendak.
Tuhan mempunyai rahasianya sendiri akan kehidupan ini, termasuk kedua orang yang jalan takdirnya harus bersimpangan ini.
Kita tidak tahu akankah mereka berdua berada pada tujuan akhir yang sama atau tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Sudah Terbit] Dua Sisi
General FictionUntuk saat ini keduanya mungkin tidak menyadari telah berperan terlalu jauh dalam kehidupan masing-masing. Kita tidak tahu siapa saja pemeran utama di dalam kehidupan kita selain diri kita, yang mungkin bisa muncul kapan saja di sepanjang kehidupan...