Gita's POV
"Makasih," ucap gue dengan pelan.
Gue yang emang pada dasarnya tidak mempunyai pegangan, ketika ditawari seseorang untuk menjadi teman berbagi merasa cukup tersentuh.
Gue pun melepaskan pelukan gue dan ngomong, "akan ada saatnya untuk lo tau semuanya, tapi gak sekarang."
Gue tidak mau dikasihani sama siapapun, termasuk sama dia, suami gue sendiri.
Gue tidak mau dia jadi memandang gue dengan pandangan kasihan akan seorang anak yang tidak pernah dianggap sama keluarganya.
"Kapan?" Tanya dia.
Mungkin saat kita udah bercerai..
"Suatu saat nanti, Rey. Dan itu bukan sekarang..."
*****
Pada akhirnya gue berangkat ke Itali, semua karena ayah gue yang udah mengurus cuti. Gue ke kantor pun percuma, karena yang ada dimarahi oleh Ayah. Benar juga kata Rey, gue sepertinya butuh piknik.
Gue sempat menangis melihat ulang proyek yang sudah gue matangkan konsepnya dari tiga bulan yang lalu. Tapi gue bisa apa selain menghela napas?
Sekarang pasti Kris sama om gue yang akan melakukan pemaparan proyeknya di kantor.
"Kemarin ayam tetangga mati karena bengong," kata Rey random.
Gue cuma berdecak malas meladeni omongannya.
"Respon kek, gak asik, gak bosen apa?" Ucapnya sambil geleng-geleng kepala.
"Pertama, gimana lo tau kalau ayam itu bengong?"
"Kedua, apa kolerasi antara bengong dan mati? Dia bengong di tengah jalan raya emang?"
"Ketiga, tetangga kita gak punya ayam. Mana ada orang pelihara ayam di apartemen."
Dan Rey cuma melihat gue dengan pandangan tidak percaya, dengan bibir yang mencibir membalas omongan gue dengan gumaman tidak jelas.
"Lo beneran butuh piknik."
"Makannya sekarang gue berangkat kan?" balas gue.
"Untung gue kuliahnya online," gumam Rey yang membuat gue menggelengkan kepala gue.
Gue sejak tadi memilih untuk tidur di pesawat, sementara Rey lebih banyak berceloteh. Hal itu membuat kepala gue pusing. Kata Rey dia deg-degan karena pertamakali naik pesawat dengan perjalanan sejauh itu. Jadi ia tidak bisa menahan mulutnya untuk berbicara.
"Jangan banyak ngomong, kepala gue pusing." Kata gue.
"Lo mabuk udara?" Tanya dia.
"Gue mabok karena lo kebanyakan ngomong." Kata gue yang membuat dia mengatupkan bibirnya rapat-rapat.
"Mau gue pijitin?" Tawar dia.
Belum semenit berhenti dia udah ngomong lagi coba...
"Gak usah nyogok."
"Gak usah batu juga, pijetan gue enak kok." Kata Rey sambil mulai memijat kepala gue.
Pijatannya memang enak dan lumayan membuat rileks karena perjalanan yang panjang ini. Tidak hanya kepala, tengkuk gue juga dipijet sama dia.
"Gak gratis ya gue mijet lo," kata dia.
"Lo udah dapet trip gratis ke Itali juga, mau apa lagi sih?"
"Gantian, punggung gue sakit."
"Nanti aja," kata gue yang dijawab senyuman sama dia.
"Di kamar hotel?"
Entah mengapa kalau di omong seperti ini malah ambigu rasanya, padahal kita sudah sering tidur bersama.
"Liat nanti aja, gue mau tidur." Kata gue sambil menarik selimut untuk tidur kembali. Gue bisa mendengar dia berdecak pelan sebelum bergumam dengan kata tidak tahu terimakasih.
Nanti juga lo berterimakasih kalau udah gue pijit...
Kampai sampai di Itali pada pagi hari, dan untuk hari pertama memang tidak ada jadwal dengan guide, kata om gue kami bisa menghabiskan waktu di hotel untuk hari pertama. Ya kalau honeymoon beneran sih iya, sedangkan gue bukan honeymoon beneran.
Setelah tidur lagi sebentar di kasur empuk untuk meluruskan badan yang rasanya pegal, kami akhirnya mencari restaurant terdekat untuk makan.
Rey mau makan pizza langsung dari Itali katanya, makanya dia mengajak gue ke restaurant pizza untuk makan siang. Dasar norak! Sepulangnya gue kembali ke hotel. Karena tidak ada kegiatan Rey menagih janji gue untuk memijat dia.
"Gue kan gak janji," kata gue mencoba mengelak yang membuat Rey berdecak malas. Dan melirik gue dengan pandangan sedikit sinis.
Gue pun pada akhirnya mendekat ke arah dia dan mulai memijat punggungnya, dan dia menyuruh gue memijat kakinya juga.
"Kan katanya punggung doang!" Protes gue.
"Yaudah entar gantian, ribet banget sih lo!"
Malamnya kita memilih salah satu restaurant ternama yang cukup jauh dari hotel. Tempat ini banyak di rekomendasikan jadi gue penasaran. Gue masih menikmati makanan gue sampai menemukan sosok yang sama sekali tidak gue duga.
"Kris?! Ngapain lo di Itali?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
[Sudah Terbit] Dua Sisi
General FictionUntuk saat ini keduanya mungkin tidak menyadari telah berperan terlalu jauh dalam kehidupan masing-masing. Kita tidak tahu siapa saja pemeran utama di dalam kehidupan kita selain diri kita, yang mungkin bisa muncul kapan saja di sepanjang kehidupan...