Chapter 5

340 21 5
                                    

“Apa-apaan ini?!” Heera mematut dirinya di cermin memandang bayangannya sendiri dengan raut aneh.

“Mereka bilang aku hamil. Tapi perutku sama sekali tidak terlihat besar. Apa aku benar-benar hamil?” celotehannya terhenti ketika mual tiba-tiba kembali menyerangnya. Morning sickness.

Wanita itu langsung berlari ke kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya yang terasa seperti diaduk-aduk. Ditambah lagi kepalanya yang serasa sangat pening dan badannya yang terasa lemas sepanjang hari apalagi pagi hari seperti ini. Sangat menyiksa, bahkan hampir membuatnya depresi akhir-akhir ini.

“Brengsek!” memandang kebas wajahnya pada cermin kecil di wastafel. Sepertinya hamil tidak membuat kebiasaan mulutnya berubah. Dia masih hobi mengumpat bahkan disaat sendiri sekalipun. Seperti sekarang.

“Aku tak tau akan seperti ini rasanya. Kau menyiksaku kau tau! Aish! Seharusnya ku minum saja semua pil itu dulu. Brengsek! Sialan! Yoo Heera pabo! Seungho bajingan! Jeon sialan! Jieun--” Heera menghentikan celotehan lirihnya saat melihat Jungkook di sofa ruang tengah dengan koran paginya. Lelaki itu melirik sekilas. Tajam. Sepertinya dia mendengar umpatan Heera.

“Jeon sialan! Hanya tau cara memperkosa. Kenapa tidak kau saja yang hamil heuh!? Sshh!” umpatnya lirih memandang celah selangkangan Jungkook dan membuang muka saat lelaki itu melayangkan tatapan mematikan lagi di balik kertas harian di tangannya.

Jungkook menghela napas pelan. Satu-satunya hal yang tidak bisa dia kendalikan dari wanita itu adalah mulutnya. Mulut yang sangat ingin dia jahit dan membuangnya ke Sungai Han. Wanita itu sudah memegang satu kartu kelemahannya dan menggunakan untuk mengancam dirinya dengan sangat licik. Selicik saudaranya. Namun dia berbeda. Entah kenapa dia berpikir jika Heera berbeda.

Heera melengos pergi dari tempatnya berdiri menuju dapur. Salah satu hal yang ia suka di rumah besar itu adalah makanan. Jieun adalah seorang wanita yang sangat pandai memasak dan selalu menyiapkan asupan gizi bagi penghuni rumah dengan sangat baik. Tepat waktu. Dan yang pasti Heera tak payah untuk mengotori tangannya dengan bumbu dapur. Persetan dengan statusnya karena bukan dia yang butuh mereka di sini, tapi mereka yang menginginkannya jadi sudah seharusnya mereka melayaninya bukan? Jelas. Karena masa depan mereka ada dalam perutnya.

Berseringai tipis. Kini tangan Heera mengelus perutnya yang belum teralu besar itu dan memujinya. Benar-benar wanita yang susah ditebak setelah beberapa saat lalu mengumpatinya.

“Tck!” decakkan pelan terluncur. Heera menatap kesal piringnya. “Eonni, tidak bisakah aku makan ramen hari ini?” ujarnya menatap jengah olahan sayur diatas piring putih itu. Sejak dia diketahui hamil Jieun menjadi sangat sensitif dengan apa yang masuk dalam mulutnya. Sayur, buah, daging, dan olahan lain yang sesungguhnya tidak terlalu dia sukai. Dan masakkan Jieun seketika berubah drastis begitu dia mengandung. 4 sehat 5 membosankan. Dia tak dibiarkan memakan makanan instan kesukaannya. Bukan tak boleh, hanya dikurangi yang terasa sepeti dilarang.

“Mmm, tidak Heera.”

Wae? Aku menyukainya,” anehnya dia tetap berbicara rendah walau sangat kesal di hadapan Jieun. Sangat kontras dengan sikap yang selalu dia tunjukkan pada Jungkook.

Jieun tersenyum, “Kau tak boleh terlalu sering memakannya. Demi kandunganmu,”

“Aku bahkan tak ingat kapan terakhir aku memakannya,” sergah Heera. Memasukkan makanan ke dalam mulut dengan enggan.

“Bagaimana morning sickness mu?”

“Menyiksa. Sangat menyiksa. Dia tidak bergerak tapi selalu membuat perutku serasa diaduk-aduk setiap waktu,”

Hollow Heels (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang