Chapter 12

263 16 3
                                        



"Tidak. Jangan anakku, ku mohon... Tolong aku... Siapapun, tolong aku...."


Jimin tersenyum puas memandang tubuh lemas Heera. Wajah sayu yang biasanya menatap nyalang siapa pun itu kini tergolek tak berdaya di atas kursi dengan tubuh yang masih terikat erat. Pandangan Jimin turun pada perut buncit Heera yang terlihat sangat jelas dibalik pakaian wanita itu yang berantakan olehnya.

"Pergi dariku!" bentakan lirih yang hampir mirip bisikan menghentikan tangan Jimin yang terulur hendak menyentuh perut buncit Heera. Dipandangnya Heera yang menatapnya tajam walau terlihat jelas tengah menahan sakit.

Jimin tersenyum masam, "Harusnya kau menurut, Heera. Kau tau aku sangat menyukaimu..." meraih lembut rahang wanita itu kearahnya, "Kau tau aku sangat sangat mencintaimu, bukan?"

Kembali seringai terukir di wajah tampan itu. Seolah tanpa cela, ya, siapa yang akan menyangka jika seorang Park Jimin dengan wajah cenderung babyface memiliki jiwa psikopat didalamnya. Tidak. Tidak ada yang tau akan hal itu selain orang-orang yang sangat kenal dengannya, termasuk Heera.

Bukan tanpa alasan jika Heera meninggalkan pria itu dulu. Semua yang dilakukannya hampir semua adalah kekerasan setelah kejadian yang menimpa keluarganya. Bagaimanapun saat ini Heera sangat membenci Jimin. Kebencian itu bahkan semakin membuncah karena ketidakberdayaannya untuk melawan saat ini.

Heera merintih pilu. Saat ini sesuatu dalam perutnya serasa ditusuk tusuk menggunakan ribuan belati. Sangat sakit  hingga seluruh tubuhnya terasa dihancurkan. Wajahnya semakin kebas dan bibirnya mulai membiru mengingat darah terus keluar dari bagian bawah tubuhnya.

Dengan napas yang semakin tersengal Heera mencoba menguatkan dirinya sendiri setidaknya hingga Jungkook menemukannya. Entah kenapa dia begitu yakin dengan pria itu, Heera hanya ingin meyakininya. Meyakini kehadiran Jungkook untuknya... Untuk dirinya...

Hingga saat dimana kesadaran Heera mulai hilang perlahan, saat itulah seberkas cahaya membutakan pandangannya sebelum semua kembali menjadi gelap...

.

.

.

I need you girl
Wae honja saranghago honjaseoman ibyeolhae
I need you girl
Wae dachil geol almyeonseo jakku niga piryohae

I need you girl neon areumdawo
I need you girl neomu chagawo
I need you girl (I need you girl)
I need you girl (I need you girl)

Girl charari charari heeojijago haejwo
Girl sarangi sarangi anieossdago haejwo
Naegen geureol yonggiga eopseo
Naege majimak seonmureul
Jwodeoneun doragal su eopsdorok

BTS - I Need U


---


Wajah tegang Jungkook semakin kecut ketika beberapa dokter kembali berlari memasuki ruang OP dimana ada Heera di dalamnya. Tak butuh waktu lama baginya untuk menaklukan Jimin apalagi beberapa rekannya datang secara tiba-tiba. Jungkook sangat yakin itu adalah perbuatan wanita teman Heera tadi, Soojung.

Jimin telah berhasil diringkus dan dia pastikan lelaki itu akan mendapat pasal berlapis untuk menjebloskannya ke penjara hingga membusuk. Tapi sebagai gantinya, Heera, wanita itu benar-benar berada dalam situasi hidup dan mati sekarang. Pendarahan parah yang dialami wanita itu benar-benar menyurutkan amarah membabi buta Jungkook menggantinya dengan rasa cemas hingga jantungnya serasa melompat keluar dari rongganya.

Sudah hampir tiga jam Jungkook mondar-mandir di depan ruang OP tanpa kepastian. Bahkan beberapa dokter baru saja masuk, lagi. Ini buruk. Sangat buruk!

"Apakah anda suami Ny. Heera?"

"Ya, saya suaminya. Bagaimana keadaannya?" tak yakin dengan raut dokter di hadapannya, Jungkook yakin telah terjadi hal yang benar-benar buruk.

Menghela napas, dokter wanita itu menatap intens Jungkook yang terlihat berantakan, "Ny. Heera telah melewati masa kritisnya, tetapi..."

"Tapi?"

"Untuk saat ini keadaannya tidak stabil. Pendarahan yang dialami Ny. Heera sangat parah hingga bisa membahayakan nyawa keduanya. Memang saat ini keduanya telah melewati masa kritis tapi itu tak menutup kemungkinan keduanya akan mengalaminya lagi."

Mengalaminya lagi?

"Dan apabila hal itu terjadi... Saya pikir anda harus siap untuk kemungkinan terburuknya, karena hanya satu nyawa yang bisa kami selamatkan...."

Jungkook terkesiap. Bahu yang biasa tegap itu kini tampak kehilangan kekuatannya. Lemas. Jantungnya tercabik hingga nyeri menjalari sekujur tubuhnya. Ini bahkan lebih buruk dari yang paling buruk. Hanya satu nyawa? Apakah itu artinya ia harus kehilangan lagi?

"Saya permisi,"

Sepeninggal dokter Jungkook tak juga beranjak dari posisinya. Menatap kosong saat staf rumah sakit mengeluarkan ranjang yang ia tau jelas wanita yang terbaring di sana adalah Yoo Heera.


.

.

.

Wajah sembab Jungkook menatap lurus ke depan dengan tatapan hampa. Ya, pria itu menangis. Setidaknya sudah hampir 2 jam pria itu berdiri di balik pembatas rooftop gedung rumah sakit. Membiarkan hembusan angin musim gugur yang hari itu cukup kencang menerpa tubuh kekarnya.

Beberapa kali terdengar hembusan napas beratnya disusul desahan putus asa. Dia tidak bisa melakukannya. Bagaimana dia akan memilih di antara dua orang itu sementara perlahan hatinya mulai tumbuh rasa sayang....

.

.

.

Jungkook baru saja memejamkan matanya ketika mendengar suara berisik dari arah lorong. Dia baru saja selesai menghubungi istrinya, Jieun, untuk memberitau keadaan Heera walau bukan keadaan yang sebenarnya. Dia tidak sanggup jika harus mengatakan keduanya sekarat dan hanya satu nyawa yang bisa tinggal.

Tidak. Pria itu tidak sanggup menyakiti hati wanitanya karena harus kehilangan, lagi. Jieun sangat menyayangi Heera seperti adiknya sendiri dan juga calon anak mereka dalam perut Heera.

Jungkook hanya berharap keadaan Heera segera stabil sehingga dia tidak harus membuat pilihan gila itu. Namun harapan itu lenyap ketika beberapa dokter berlarian menuju ruang ICU. Ruangan Heera.

Wajah tegangnya kembali. Menatap cemas para dokter yang sibuk mengerumuni ranjang Heera dari kaca pintu. Tak lama, seorang dokter wanita keluar menghampiri. Wajahnya menyiratkan ketegangan dan juga permintaan maaf.

"Anda harus segera memutuskannya, Tuan Jeon. Mereka tak bisa bertahan lebih lama lagi. Janinnya berkontraksi membuat kandungannya semakin melemah, dan Ny. Heera tak bisa bertahan lebih lama dengan pendarahannya."

Jungkook menahan napas, haruskah ia mengambil keputusan sulit yang telah ia buat beberapa waktu lalu? Haruskah ia memertahankan egonya atau hatinya?

Tak ada waktu lagi untuk memikirkan. Saat ini, tepat di hadapannya, dua nyawa sedang bertaruh untuk bertahan hidup atas pilihan yang ia buat.

"Selamatkan bayinya."


.
.
..
Tbc~


hay....
maafkan yang laamaa update.. pendek lagi. hahawww
maapin yaaahh
terimakasih sudah membaca... *kisseu*

Hollow Heels (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang