Jieun menarik napas panjang beberapa kali, gelisah. Ini sudah tiga hari sejak liburan itu dan akhir-akhir ini dia merasa sikap Heera agak berbeda. Wanita itu menjadi begitu pendiam dan selalu menghabiskan waktu di dalam kamar.
Juga, perseteruan Heera dengan Jungkook yang biasa ia lerai saat di meja makan serasa lenyap begitu saja. Heera tak banyak bicara seperti biasanya, hanya menghabiskan makanannya dan kembali ke kamar.
Bukan hal yang buruk sebenarnya karena ia memang ingin memperbaiki hubungan antara mereka bertiga tapi hal ini terlalu aneh baginya. Begitu tiba-tiba.
"Ada apa, sayang?" suara Jungkook menyadarkan. Lelaki yang sedari tadi memerhatikan istrinya melamun.
Jieun tersenyum samar, tak yakin akan berbicara atau tidak. Mungkin sebaiknya dia menceritakan pada Jungkook tapi mungkin sebaiknya juga tidak.
"Apa terjadi sesuatu?" Jungkook kembali bertanya. Dia tau istrinya sedang menahan sesuatu untuk dia ungkap atau tidak padanya.
"Apa soal Heera?" tebakan Jungkook kini mendapat respon dari Jieun yang mengangguk ragu. Jieun menceritakan perilaku Heera yang menurutnya terlalu aneh akhir-akhir ini. Wanita hyperaktif itu menjadi begitu pendiam dan tak banyak bicara apalagi mengumpat seperti biasanya.
"Jung, apa mungkin dia trauma karena peristiwa itu? Apa mungkin kriminal itu telah melakukan sesuatu padanya? Tapi dia tidak terluka---"
"Tidak." Jungkook menghela napas berat. Heera samasekali tidak trauma, dia tau penyebab sebenarnya. Sangat tau karena dia adalah bagian dari alasan Heera berubah.
"Jung, kau tau sesuatu?" Jieun mendesak. Wanita itu menatap suaminya penuh harap cemas.
"Apa dia mengatakan sesuatu padamu?"
"Tidak, sayang. Aku akan bertemu dia sebentar," Jungkook beranjak dari kursinya. Berjalan menuju lantai atas tempat kamar Heera berada.
Lelaki itu mengeryit saat memasuki kamar yang masih dibiarkan temaram itu. Hanya lampu kecil di samping ranjang yang dibiarkan tetap hidup sementara jendela kamar masih dibiarkan tertutup. Jungkook menyingkap gorden hingga cahaya pagi menerobos menerangi kamar. Menampakkan gumpalan selimut yang membungkus tubuh si pemilik kamar yang masih terlelap.
"Bangunlah." suara berat Jungkook memaksa mata lelap itu membuka. Menatap sekilas lelaki yang telah rapi dengan setelan kantornya dan berbalik memunggungi. Menarik selimut hingga batas dagu dengan malas.
"Bangunlah. Kau mau melewatkan sarapanmu?"
"Pergilah! Aku bisa mengurus diriku sendiri!" sahut wanita itu sengau. Terdengar jelas jika dia habis menangis.
"Apa yang kau lakukan, Yoo Heera? Berhenti mencari perhatian!"
Heera menggigit bibir dalam, membenamkan wajah sembabnya pada selimut. Bukan maksudnya untuk mencari perhatian hanya saja dia perlu waktu untuk menata kembali perasaannya.
"Pergilah! Aku tak ingin melihatmu, Inspektur!" suara itu kembali berseru. Terdengar sumbang karena jujur saja, bukan itu yang diinginkan Heera. Dia hanya berusaha meredam perasaan yang telah begitu kurang ajar miliknya.
Jungkook mendengus. Dia tau Heera berbohong. Suara sengaunya benar-benar membuat naluri dalam dirinya ingin menyentuh atau setidaknya menenangkan Heera. Tapi hal itu sama saja membuktikan kedustaan peryataannya tempo hari, saat Heera dengan gamblang menyatakan hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hollow Heels (END)
ספרות חובבים|| Fanfiction || TYPOS WARNING!! MASIH DALAM RENCANA UNTUK DIREVISI. Cast : Jeon Jungkook (BTS) , Yoo Heera (oc) , Lee Jieun (IU) , etc | Genre : Family, Hurt/Comfort, Angst, Rape (No Smut), etc || Rated : | Non-Consensual Warni...