Aku Memilih Pamit Pada Rasa Yang Kubangun Sendiri

39 3 3
                                    

"Maaf, aku membuatmu menunggu lagi. Ku harap kau tak akan bosan."

Pesan itu dikirim oleh seseorang sabtu kemarin, tepatnya saat hujan kembali membasahi kotaku sore itu.

Dia seseorang yang sempat hadir dalam cerita hidupku, saat usiaku masih duduk di bangku kelas sembilan.
Saling bertukar cerita satu sama lain.
Hingga tiba suatu masa, ia tiba-tiba menghilang tanpa jejak sedikitpun.

Siapa yang menyangka, setelah enam tahun berlalu. Ia kembali hadir dengan seribu penjelasan tentang peristiwa dimasa silam.

Mengejutkan ? Ah tidak juga. Semua biasa saja, meski awalnya aku-pun tak menyangka bahwa keadaan akan seperti ini.

Dia datang saat hatiku telah kalut, luka menganga masih membekas perih dalam benakku.

Bebarapa bulan berlalu. Dia berusaha keras mematikan pemahamanku, tentang cinta yang hanya menghadiahkan sebuah luka.

Membuatku tertawa lepas meski beberapa jam. Bukan, tepatnya hanya beberapa menit.

Aku mencoba membuka hati untuknya, bersih keras melakukan hal itu. Namun hatiku tetap tertutup tanpa ada cela meski sekecil lubang jarum.

Hingga suatu hari seseorang lain-nya hadir menyapaku. Sapaan yang bagiku tak terasa asing, padahal nyata-nya aku tak pernah mengenalnya meski sedetik.

Aku hanya sedikit bergurau dengannya tentang sebuah takdir masa depan. Candaan yang berlangsung beberapa jam, tak ku sangka membuatku tersenyum sepanjang hari.

Mungkin ini terdengar sangat naif . Namun inilah faktanya. Seseorang yang telah ku kenal selama enam tahun lalu, kalah dengan seseorang yang baru ku kenal beberapa hari ini.

Hatiku mencair dengan semua kedewasaan yang dia berikan, seolah ada cahaya yang mencairkan bekunya hatiku.

Namun perlahan logika kembali bertentangan dengan hatiku. Aku yang hanya memiliki iman sekecil biji gandum dihati, bagaimana mungkin bisa mengharapkan dia yang menjaga erat hatinya selama ini.

Aku memilih pergi, mematikan perasaanku. Mematahkan paksa hatiku sendiri.

Sulit ? Memang benar. Ini sangat sulit, namun ini lebih baik. Aku sadar, diri ini tak akan pantas bersamanya.

Bukankah janji Tuhan adalah orang baik dengan orang baik ? Iya, sejauh ini hanya itu yang ku tahu.

Aku bukan orang yang baik untuknya. Menjaga diriku-pun, aku belum mampu, bagaimana menjaga semua tentangnya.

Aku memilih pamit pada rasa yang ku bangun sendiri. Menyesakkan ? Sudah pasti.

Hati bak teriris belati pisau terlalu dalam. Suara seolah tertahan pada pangkal tenggorokan.

Menyedihkan ? Iya, ini sangat menyedihkan. Namun bukankah akan lebih menyedihkan jika aku bertahan sekuat tenaga tetapi berakhir pada kalimat "HANYA AKU SENDIRI YANG MENCINTA, NAMUN DIA TIDAK."

Aku perlahan kembali berteman dengan sepi, mengabaikan harapan. Mencampakkan sebuah perasaan yang hadir direlung hati.
Namun inilah cara menjaga hati agar tak terluka lagi.

Created By : Nurlia Hardin
#TentangKita

TENTANG KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang