Twenty Eight

712 102 42
                                    

"Keadaan anak ibu sangat kritis, ia kekurangan banyak darah dan sayang sekali stok golongan darah yang sama seperti anak ibu sedang kosong. Tetapi, untung saja langsung dibawa ke rumah sakit, karena kalau tidak mungkin saja putri ibu sudah tiada"

Dylan benar-benar tidak percaya saat dokter mengatakan keadaan Cassie jauh dari kata baik-baik saja. Ia langsung lemas mengetahui gadis yang ia cintai sedang kritis. Jika bisa, ia bersedia untuk menggantikan posisi Cassie sekarang. Tidak apa-apa baginya berbaring tak sadarkan diri di ranjang tersebut, asal gadis yang dicintainya baik baik saja.

Dylan berjalan terhuyung-huyung, menabrak dinding yang ada di dekatnya lalu ia bersandar dan duduk. Ia memejamkan matanya sambil menarik rambutnya dengan kedua tangannya, frustasi. Rasanya ia ingin berteriak sekuat tenaga. Air matanya kembali tumpah, seakan-akan kebahagiaannya telah direnggut. Dan ya, kebahagiaannya memang telah direnggut.

"Dyl.." ucap Thomas lirih sambil mengusap punggung Dylan.

Dylan menggeleng sambil menepis tangan Thomas dari punggungnya, "Leave me alone."

Thomas menatap Dylan lalu mengalihkan pandangannya ke Tyler.

"I'll take care of him" ucap Tyler, Thomas hanya mengangguk.

"Umm, gue permisi dulu" kemudian Thomas berjalan ke luar.

Thomas duduk di salah satu bangku taman rumah sakit yang sangat sepi. Ia menarik lututnya hingga dada dan memeluknya. Ia membenamkan kepalanya disana sambil memejamkan mata.

Thomas benar-benar merasa seperti orang paling buruk di dunia.

Bayangan wajah Dylan, ibunya Cassie, serta Abby terus menghantui pikirannya.

***

"Thom, Thomas.."

Thomas terbangun ketika merasakan ada yang memanggil namanya dan menepuk bahunya.

"Abby?"

"Gue kira semalem lo udah pulang, taunya tidur disini." Abby duduk di sebelah mantan kekasihnya tersebut.

"Eh, iya, semalem gue ketiduran disini"

Kemudian Thomas meregangkan tubuhnya yang pegal karena semalaman tidur di atas bangku taman.

"Ab"

"Ya?"

"Gue minta maaf soal..Cassie. Gara-gara gue dia jadi kayak gini" Thomas mengatakannya sambil menunduk, ia sangat menyesal dengan apa yang baru saja terjadi pada Cassie.

Abby menghela nafas seraya menahan air matanya, "Kecelakaan Cassie bukan sepenuhnya salah lo kok. Gue juga salah, seharusnya gue sebagai kakaknya bisa lebih merhatiin dia, nyenengin dia, dengerin semua curhatan dia.." ia menjeda perkataannya, "Tapi semuanya udah terjadi. Mendingan kita doain Cassie supaya dia bisa ngelewatin masa komanya"

"K..koma?"

Abby mengangguk, "Lo denger kan apa yang dokter bilang semalem?"

"Iya, gue inget. Cassie kekurangan banyak darah dan gak ada stok golongan darah yang sama kayak dia"

"Golongan darah Cassie AB. Di keluarga kita, cuma Dad yang golongan darahnya AB. Tapi mana mungkin kita nunggu Dad dateng ke sini, karena bisa aja sebelun Dad sampai nyawa Cassie udah gak ada. Untung aja golongan darah Dylan juga AB. Akhirnya jam 3 pagi tadi dia ngedonorin darahnya, tapi jumlah darah yang Dylan donorin masih kurang banyak. Ditambah lagi, ada cedera yang cukup berat di kepalanya dan itu bisa nyebabin dia koma"

Abby merasa sangat terpukul karena keadaan adiknya yang semakin memburuk sehingga ia tak bisa menahan air matanya lagi. Thomas pun merengkuh tubuh Abby ke dalam pelukannya, ia mencoba untuk menenangkan mantan kekasih yang masih ia cintai itu.

SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang