Fifteen

872 128 30
                                    

My head feels like hell.

Shit, kepala gue sakit banget. Gue minum berapa banyak semalam? Entahlah gue gak inget yang jelas lebih dari lima gelas. Gue coba buka mata, tapi gak tau kenapa susah banget untuk dibuka. Kemudian gue ngerasain seseorang memegang dahi gue.

"Ambilin obat yang gue suruh beli semalem" ucap orang itu.

Gue ngusap mata gue dan nyoba buat duduk, sialnya malah bikin kepala gue makin sakit. Gue lihat ke sekitar, ternyata gue lagi di kamar Dylan.

"Lo ngapain sih, ke bar? Kalau ada masalah jangan lari ke bar, gue ada disini kok, buat lo" Dylan bantu gue duduk dan meletakkan bantal di belakang gue untuk sandaran.

Kata-kata dia barusan persis sama kata-kata yang Abby ucapin ke gue saat orang tua gue pisah dulu. Gue diam dan nunduk sambil memegangi kepala gue yang masih sakit.

Kemudian Cassie datang seraya membawa nampan yang isinya segelas air, semangkuk bubur, dan obat. Dia menaruh nampan itu di atas nakas.

"Nih minum dulu" Cassie menyodorkan gelas yang berisi air putih ke gue.

"Th..anks" shit, gara-gara semalam kebanyakan minum suara gue jadi parau gini.

Hp Dylan tiba-tiba bunyi menandakan ada telpon, lantas dia berjalan keluar kamar untuk mengangkat telponnya.

"Gue turut sedih, atas kejadian semalem. Terus juga minta maaf soal..Abby" ucap Cassie dengan volume kecil.

"Gak apa, lagi pula kan itu bukan salah lo." balas gue.

"Ngomong-ngomong tadi gue beli bubur buat lo, dimakan dulu ya biar gak tambah sakit"

Gue ngangguk sambil senyum, "Iya."

Cassie ngambil sesendok bubur, "Buka mulutnya"

Gue nurutin kata Cassie dan dia nyuapin bubur tadi ke mulut gue.

"Enak gak?" Tanya dia

"Enak" gue makan bubur itu sambil mainin jari tangan gue.

Gak lama Dylan datang dan duduk di meja belajarnya. Dia diam sambil liatin gue dan Cassie, lalu ngalihin pandangannya ke hp yang lagi dipegang.

"Siapa yang nelpon barusan?" Tanya Cassie.

"Adeknya Thomas. Dia khawatir banget, katanya."

Gue nunduk dan kembali mainin jari tangan gue sambil mendesah pelan. "Oh." Hanya itu satu-satunya kata yang keluar dari mulut gue.

Cassie kembali menyodorkan sesendok bubur, "Nih, lagi."

"Ah, gak, gue udah kenyang"

"Satu lagi, satu aja"

"Nggak."

"Lo baru makan lima suap, Thomas. Satu lagi deh, biar perut lo ada isinya."

Gue ngegeleng, tapi Cassie masih maksa. Akhirnya gue ngangguk pasrah dan memakan suapan terakhir dari Cassie. Setelah itu Cassie ngasih obat beserta segelas airnya, gue minum obat itu lalu bersandar di dipan.

Gue bener-bener gak tau sekarang harus apa. Semua yang gue lakuin, semua yang gue pikirin, pasti ujung-ujungnya ngingetin gue sama Abby. Dan Abby akan ngingetin gue pada orang tua gue yang pergi entah kemana, ninggalin gue dan adek gue di rumah. Dan gue benci perasaan ini.

"Lo kalau mau cerita, cerita aja. Gue bakalan dengerin kok. Kami selalu ada buat lo." Ucap Cassie.

Lagi-lagi, itu persis dengan kata-kata yang diucapin Abby sebelum kami pacaran. Kata-kata yang bikin gue dekat sama dia. Kata-kata yang bikin gue jatuh hati sama dia.

SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang