awal

2K 320 374
                                    

Typo bertebaran.

-

"Nggak selamanya sendiri itu membosankan." -Avelina S.

-

Avelina Senja. Gadis cantik dengan bibir tipis dan bulu mata lentik, siapa sih yang nggak tertarik sama aura perempuan itu? Cantik tapi sayang sifat dingin dan ketusnya buat semua orang yang ingin mendekatinya mengurungkan niatnya.

Velina, gadis yang tertutup memiliki pemikiran yang susah di tebak, gadis ini introvert dan pendiam, dia pun memiliki tatapan super tajam. Dia suka menyendiri bahkan teman sekaligus sahabatnya cuman satu.

"Ada yang bisa saya bantu, Nona?" tanya seorang pegawai minimarket tersebut dengan senyum ramahnya. Velina terlonjak kaget dari lamunannya, ia menatap pegawai mini market itu datar. Tangannya terulur memberikan secarik kertas berisi pesanan Mamanya.

"Terimakasih, Nona. Selamat datang kembali," pegawai itu tersenyum sebagai salam penutup. Velina menatapnya tidak bergairah, langsung saja ia pergi meninggalkan minimarket.

Di tengah perjalanan pulang menuju rumah, tiba-tiba sebuah mobil melaju di jalan yang berair dengan kecepatan di atas rata-rata.

"Shit!" umpat Velina dengan suara kecil, bajunya basah, dia pun menjadi pusat perhatian.

Velina tak suka menjadi pusat perhatian.

"Vel pulang," salam Velin setibanya sampai pada rumahnya, "Vel mana belanjaan Ma- ya ampun! kamu kenapa?" tanya Mama Velin dengan nada khawatir yang tersirat di dalamnya. Malas menjawab ia hanya menggelengkan kepala.

"Lihat tuh badan kamu jadi kumel macem gembel begini," cecar Rani --mama Velina yang super bawel serta petakilan nggak inget umur--, Velina hanya tersenyum tipis memaklumi perkataan Mamanya. Tanpa sepatah kata ia pergi ke arah kamarnya

Matahari datang dengan malu-malu. Menyapa sang pemimpi untuk segera bangun. Pagi, hal yang menandakan hari baru di mulai. Sama halnya seperti gadis ice ini yang segera bangun dari mimpinya. Berjalan menuju jendela, menyapa sang matajari dengan riang.

"Pagi," sapa Velin mencondongkan badannya setengah keluar jendela. Kepalanya didangakan, memberi senyum yang terbaik untuk matahari. Velin suka matahari, disaat semua orang kesal dengan matahari akibat terik panasanya. Mungkin hanya matahari yang bisa melihat senyum manisnya yang tak mungkin di tonjolkan kepada siapapun.
Itulah kebiasaannya, menyapa bola api raksasa di pagi hari. Velin memang aneh, namanya Avelina Senja, justru benci matahari terbenam.

"Vel berangkat Ma, Pa," pamit Velin ketika sudah selesai sarapan. Tangannya menyalami kedua orang tuanya dengan lembut.

"Hati-hati ya Vel-nya Papah," balas Papa Velin dengan mencium kening putrinya.

"Kalau ada yang jahat tebas aja palanya," kata Rani, yang menjadi lawan bicara hanya tersenyum tipis. Tipis sekali, sampai-sampai senyum itu tak terlihat oleh siapapun.

Velin memakirkan mobilnya di parkiran sekolah. Kaki jenjangnya mulai menuruni mobil dengan sifat dinginnya. Ia merasa ada sesuatu yang ganjil, sesuatu yang membuatnya membatin diri. Matanya ia arahkan ke sekitar mulai melirik-lirik sesuatu.

D312IN

Plat mobil itu, plat mobil yang tidak sengaja mencipratkan air kepada dirinya. Yup! Velin tak salah lagi.
Sebelum Velin pergi dari minimarket tersebut, terlebih dahulu Velin melihat plat mobil tersebut. Dan ternyata mobil tersebut berada diparkiran sekolahnya.

Pada waktu yang bersamaan seorang cowok tampan keluar dari mobilnya, tatapan mereka bertubrukan.
Tetapi tidak lama sebelum cowok tersebut beserta Velin membuang muka.

Dari suasana koridor sekolah tempat dimana semua siswa-siswi berlalu lalang entah ketujuan mana. Berjarak beberapa meter dari kelasnya ia bisa mendengar suara riuh berasal dari dalam kelasnya, ketika dia memasuki kelasnya mendadak semua kelas menjadi hening dan secara bersamaan tiba-tiba,

"VELIN!" serempak murid yang berada di dalam kelas meneriaki dirinya tetapi Velin hanya mengangkat satu alisnya dan melanjutkan jalannya menuju tempat duduknya.

"Gue-eh kita liat PR biologi dong," pinta salah seorang siswi yang bernama Shasa tersebut sambil cekikikan tidak jelas.

Velin tidak menjawab melainkan langsung menyerahkan buku biologi ke teman-temannya.Semua orang memang tahu, kalau Velin seperti itu. Tapi sekarang teman-temannya tidak mempersalahkan hal tersebut, sebab sekarang harapan satu-satunya adalah mengerjakan PR hasil contekan tepat waktu. Kebudayaan seorang murid.

"Vel, lo mesen apa biar gue yang mesen," tawar teman atau lebih tepatnya bisa dibilang sahabat dan teman satu-satunya, Shasa.

"Biasa," jawabnya asal dan ia harus menunggu sendiri dimeja kantin yang sudah didudukinya.

Cewek tersebut memang hanya mempunyai satu sahabat yaitu Shasa, bukan bermaksud dia sombong atau sejenisnya. Tapi apa kalian pernah merasakan, di tempat keramaian justru akan membuat kalian terasa sepi? Dia hanya takut berteman. Berteman dengan manusia- manusia yang bersisi dua. Dia hanya takut terpercaya dengan bualan-bualan omong kosong manusia. Kepercayaan itu susah di dapatkan, sebabnya jangan mudah terpercaya apalagi mempercayai.

Velina berpikir bahwa teman hanya ada disaat ia kosong. Pikiran Velin memang selalu seperti itu, dia hanya trauma, trauma dengan pemikiran positifnya. Velin memang tau bahwa melihat orang bukan dari fisik atau kelakuannya tapi melihatnya dari dalam hatinya. Jangan salahkan gadis itu dia mempunyai pemikiran tersebut, salahkan seseorang yang menyebabkan Velin mempunyai pemikiran tersebut.

"Vel, nih makan lo!" seru Shasa. Matanya ia kerjapkan berkali-kali. Kaget atas seruan Shasa, ingin marah. Tapi terlalu malas bibir ini mengucapkan emosi amarah.

"Minumannya gue lupa beli, lo aja deh yang beli. ngantri gue males belinya kan gue udah beli makanannya," lanjut Shasa menunjukkan cengiran kudanya. Velin hanya menatap datar Shasa, mau tak mau kali ini harus mau membeli minuman. Shasa memang sahabat Velin dari kecil, walaupun seperti itu Senja tetap sekali jarang menampilkan senyumnya di depan Shasa. Shasa cewek humoris serta bar-bar, sedangkan Senja cewek dingin bermuka datar.

Ngeribetin!- batin Velin menggerutu, ia tak tau apakah itu pesan atau telpon intinya ia harus memfokuskan membawa dua jus ditangannya dan menahan geli akibat getaran handphone.
Di saat tidak tepat ada seorang cowok yang sedang memainkan handphonenya sewaktu berjalan, akibatnya-

Brakk

Hasilnya, jus itu tumpah mengenai baju cowok tersebut, dan ketika melihat cowok tersebut adalah cowok yang membawa mobil kejadian kemarin.

"Bisa jalan nggak sih!" Bentaknya membuat kantin hening seketika karena ucapan ketus serta tatapan tajam bagaikan pisau.

Sedangkan Velin justru cewek tersebut tidak ada rasa bersalahnya dengan mengeluarkan senyum kirinya, dia berpikir kesempatan ini bisa untuk membalaskan dendamnya kemarin.

"Bisa," jawabnya cuek dan pergi meninggalkan kantin tapi sebelum ia pergi dari tempat tersebut, sebuah tangan kekar memegang tangannya.

"Minta maaf sama gue!" ancam cowok tersebut membuat Velin menaikan alisnya bingung. Tak ambil pusing cewek berambut sebahu itu tetap jalan acuh.

"Minta maaf sama gue!" Katanya sekali lagi dengan tatapan lebih tajam. Velin masih membelakanginya berjalan cuek seperti tidak terjadi apapun.

"Ma-af!" ucap Velin sambil balikkan badan menghadal Derin. Kata-katanya penuh penekanan, terkesan tidak ikhlas karena paksaan.

"Gadis sialan," desis Derin pelan.

RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang